5 - Raga dan 2 Dakjal

193 16 0
                                    

15+ (Mengandung kata kasar)

*****

Raga mengikuti kedua manusia dakjal yang kini sudah menjadi temannya itu di sebuah warung kopi pinggiran. Erlan dan Vico memang sering datang ke warung itu. Meskipun sederhana, namun warung itu lumayan luas dan sangat nyaman untuk bersantai.

Saat ini ketiga cowok itu tengah bermain game. Ponsel mereka masing-masing sudah dalam keadaan miring di tangannya.

"Lan, ikulo cok musuhe. Malah ndelik goblok!" umpat Vico dengan logat khas Jawa nya. (arti: Lan, itulo musuhnya, jangan malah sembunyi)

"Sek ta cok, sek onok sing ngejar aku," balas Erlan tak mau disalahkan. (Sebentar, masih ada yang ngejar aku)

"Heh Raga, paranono iku, nak mburi!" seru Erlan. (Samperin itu yang dibelakang)

"Lo berdua ngomong apa sih anjing? Gue mana ngerti bahasanya!" kesal Raga yang sedari tadi hanya mendengarkan umpatan kedua temannya tanpa mengerti artinya sama sekali.

"Juancok, kalah!" teriak Erlan

"Oh yo lali cok, Raga wong Jakarta," ujar Vico yang baru saja sadar jika ada Raga di tengah mereka yang bukan berasal dari Jawa. (Lali=lupa)

"Sorry, Ga, udah kebiasaan gue sama Vico pake bahasa Jawa. Lebih asyik soalnya," ujar Erlan sembari tertawa.

"Ya tapi gue nggak ngerti!"

"Iya nanti kita ajarin deh." kata Vico.

"Yaudah pesen minuman sana!" ujar Erlan mengalihkan pembicaraan.

"Ditraktir?" tanya Raga.

Erlan mengangguk, "Iyee itung-itung penyambutan lo jadi temen gue," ujarnya sembari terkekeh.

"Gue pesen banyak nggak papa nih?" tanya Raga bercanda.

"Pesen aja loh, bro! Lo ngeraguin dompet gue?" Erlan merasa tertantang.

Raga tertawa, "Iya iya yang orang sultan!"

"Duit dia tuh nggak ada habisnya, Ga. Sampe-sampe kalo dia gabut tuh malah ngasih gue duit. Lah tapi anehnya kalo duitnya udah sampe ke tangan gue malah cepet habisnya. Heran gue," ujar Vico.

Erlan menoyor kepala Vico, "Lah elo buat maksiat teros! Ditabung kek! Kalo lo tabung duit yang dari gue itu paling lo udah bisa berangkat ke Mekkah!"

"Gaya lo anjir! Udah kaya orang paling iye!"

Raga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat interaksi kedua manusia dakjal itu. Ternyata bukan pilihan yang buruk berteman dengan mereka. Justru yang terlihat baik dari awal belum tentu baik di akhir. Terkadang itulah pentingnya kita mengenal orang dari sisi yang tak pernah kita lihat sebelumnya.

Raga berdiri dan memesan kopi hitam disana. Ia juga memesankan untuk Erlan dan Vico sekalian.

"Hai semua!" Tiba-tiba seorang gadis cantik, kulit putih bersih, rambut hitam lurus yang dibiarkan tergerai itu menghampiri tongkrongan Raga dan kedua temannya.

Erlan dan Vico yang asyik bercanda pun terkejut dengan kehadiran cewek itu. Karena sebelumnya tidak pernah ada cewek yang berani atau sengaja datang ke tempat itu.

"Hai, Raga!" sapa gadis itu pada Raga yang baru saja kembali duduk setelah memesan minuman ke sang pemilik warung.

"Lo ngapain dah disini?" tanya Vico dengan nada sedikit tak enak.

"Boleh gabung nongkrong disini nggak?" tanya gadis itu meminta izin.

Erlan mengerutkan keningnya, "Lah, bukannya lo selalu diajak Vico kesini tapi nolak? Kenapa sekarang malah lo yang nyamperin Vico?"

ZAHRAGA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang