32 - Curhat dan Flight Jakarta

204 13 0
                                    

Raga ditemani oleh Erlan dan Vico telah berulang kali mengetuk pintu kamar hotel Zahra dan Sheza. Namun tidak ada sahutan sama sekali dari dalam. Raga semakin panik, ia takut kehilangan Zahra. Ia benar-benar menyesal telah menuduh Zahra yang tidak-tidak.

"Lan, bener nggak sih ini nomor kamarnya? Kok kaya kosong gini," tanya Raga pada Erlan.

"Bener! Gue sendiri yang nganterin mereka kok." jawab Erlan yakin. Kemudian cowok itu berjalan menuju ke kamar sebelahnya— kamar Rean.

"Lah itu lo ngetuk kamar siapa lagi?" tanya Raga.

"Itu kamarnya Rean, pacarnya Sheza. Kali aja Rean tau kemana perginya Sheza sama Zahra." Kali ini Vico yang menjawab.

Namun ternyata sama saja nihil. Tidak ada jawaban pula dari kamar Rean.

"Coba lo telfon Zahra gih, Lan!" ujar Vico memberikan ide pada Erlan. Tidak mungkin juga Vico menyuruh Raga untuk menelfon Zahra karena sudah pasti tak dijawab oleh gadis itu atau kemungkinan terburuknya nomor Raga sudah diblokir oleh Zahra.

Tanpa menjawab ucapan Vico, Erlan segera merogoh ponsel dari saku celananya dan menghubungi Zahra. Namun ternyata ponsel Zahra mati.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah yang mendekat ke arah tiga cowok itu. Ternyata itu Sheza dan Rean.

"Eh, She, pantesan gue ketok daritadi nggak ada jawaban. Lo dari luar ternyata," ujar Erlan sembari menyapa Sheza.

"Cuma berdua? Zahra mana?" tanya Raga pada Sheza.

"Ngapain lo nanyain Zahra? Bukannya udah nggak penting buat lo?!" tanya Sheza sinis.

"Jawab gue, dimana Zahra?" Raga mulai tak sabar.

"Mau apa lo nanyain Zahra? Mau nyakitin dia lagi? Udah bener kalian berdua putus aja daripada Zahra terus-terusan menderita sama lo!" Sheza mulai tersulut emosi.

Erlan yang mengerti situasi menjadi semakin panas pun segera memisahkan Raga dan Sheza.

"Jangan berantem." tegur Erlan. Kemudian Erlan menatap Sheza, "Zahra dimana, She?" tanyanya.

"Balik ke Jakarta." jawab Sheza.

"Hah?!" Ketiga cowok itu sama-sama terkejut.

"Kita berdua barusan nganterin Zahra ke bandara. Pesawatnya juga baru take off." sahut Rean.

"Bukannya kalian masih ada sekitar 3 hari ya disini?" tanya Vico.

Rean mengangguk, "Iya tapi Zahra mutusin buat balik duluan. Ini juga dadakan." jawabnya.

"Ini semua karena lo!" ujar Sheza sembari menunjuk ke arah Raga.

Tatapan Raga tiba-tiba kosong. Cowok itu benar-benar tak tau harus merespon seperti apa. Sheza benar. Ini semua ulahnya. Zahra pasti sangat marah dan sedih hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang ke Jakarta lebih awal dari jadwal sebelumnya. Raga menghancurkan segalanya.

"Gue balik." Hanya itu yang Raga mampu ucapkan. Kemudian cowok itu melangkah menjauhi teman-temannya.

"Eh, kita balik duluan ya. Makasih infonya!" ujar Erlan dan Vico, lalu mereka mengejar Raga.

*****

"Kenapa tiba-tiba mau pulang, Ra? Katanya mau liburan ke Malang sekalian nyamperin Raga." tanya Radit saat sudah berada di mobil bersama sang adik tercinta.

"Nggak papa, Kak. Enakan di Jakarta daripada Malang." jawab Zahra beralibi.

Radit tertawa meremehkan, "Mana bisa sih kamu bohongin kakak? Coba cerita sini ada apa, ada masalah ya sama Raga?" tanyanya.

ZAHRAGA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang