23 - Rapat Dadakan

102 13 1
                                    

Michelle pulang dengan raut wajah yang kesal sekesal-kesalnya, mungkin diibaratkan seperti ingin memakan orang saat ini juga. Rencananya gagal total. Padahal ia ingin sekali berkencan dengan Raga karena ini adalah alasan terakhirnya untuk meminta bantuan kakaknya agar ia dapat pergi bersama Raga. Namun ternyata semuanya rusak karena duo kampret alias Vico dan Erlan.

Satya tengah berada di ruang tengah sembari menonton televisi dan memakan buah apel yang sudah ia potong kecil-kecil. Ia menatap ke arah adiknya yang baru saja masuk rumah tanpa mengatakan salam namun semua barang dilempar ke segala arah hingga menimbulkan kesan berantakan.

Satya mengejar Michelle yang sudah naik ke atas. Ia harus tau apa yang terjadi pada adiknya malam ini. Karena saat berangkat tadi Satya tau betul jika Michelle amat sangat senang.

"Adek kenapa?" tanya Satya sembari mengetuk pintu kamar Michelle karena pintunya dikunci dari dalam.

Tak ada jawaban sedikitpun dari Michelle. Satya tak menyerah dan terus mengetuk pintu kamar itu. "Chel, kenapa? Cerita sama kakak sini. Ayo buka pintu kamarnya," ujar Satya membujuk.

Akhirnya pintu kamar pun dibuka, dan pandangan yang pertama kali Satya lihat adalah wajah kesal Michelle bercampur dengan air mata yang sedikit lagi akan turun membasahi wajah gadis itu.

"Hei, kenapa?" tanya Satya lembut, sembari merapikan rambut Michelle yang sudah sedikit berantakan.

"Gagal, kak." Hanya itu yang dapat Michelle ucapkan saat ini.

"Apanya yang gagal? Kamu gagal apa?"

Michelle menatap Satya dengan tatapan sendu, "Bukan kencan malam ini namanya. Raga tiba-tiba ajak kedua temennya." adunya.

Satya sedikit terkejut namun ia sembunyikan raut terkejutnya itu. Kemudian ia tersenyum, "Kakak udah bilang kan nggak usah ngeharapin Raga. Kamu tau kalo dia punya pacar tapi kenapa masih kekeuh ngejar? Dia sayang banget sama pacarnya. Kamu mau ngelakuin apapun, nggak bakal ngerubah perasaan Raga. Apalagi kalo kamu yang ngejar." ujar Satya menasehati. "Chel, takdirnya cewek itu dikejar bukan mengejar. Semakin kamu kejar, semakin jauh dia, karena apa? Karena dia risih. Apalagi kalo dia udah punya pacar kaya Raga gini," tambahnya.

Michelle meneteskan air matanya, "Tapi aku sukanya sama Raga, kak. Aku nggak pernah jatuh cinta. Tapi kenapa sekalinya jatuh cinta malah ke orang yang susah digapai?"

Satya memeluk Michelle dan menepuk bahunya dengan lembut untuk menenangkan sang adik, "Kamu cantik, pasti banyak yang suka sama kamu. Jangan harapin orang yang salah ya? Itu hanya buat kamu sakit hati aja." ujarnya.

Michelle mengusap air matanya, "Kak, kakak inget kan kata papa dulu. Kalo kita mau sesuatu maka kita harus kejar itu sampai dapat, apapun caranya."

"Dek, itu berlaku untuk mimpi kita, bukan—"

"Kak, Raga juga termasuk mimpi aku. Jadi aku harus tetep kejar dia kan?"

*****

"Lo tau nggak sih tadi gimana raut wajah Michelle dari kita jemput ke rumahnya sampai kita pulangin lagi? Nggak ada senyum-senyumnya anjir. Merengut mulu!" ujar Erlan sembari tertawa.

Setelah mengantarkan Michelle pulang, kini Vico dan Raga berada di apartement Erlan. Apartement cowok itu kini bagaikan basecamp untuk mereka bertiga. Disaat bingung mau nongkrong dimana lagi, mereka akan memilih untuk main ke apartement Erlan dan dengan senang hati Erlan mengijinkan keduanya berada di apartementnya meskipun nanti ia yang akan lelah karena pasti akan berubah seperti kapal pecah. Namanya juga cowok lagi kumpul ya kan?

"Iya anjir, gue juga merhatiin, gila sih segitu keselnya loh dia nggak jadi kencan sama Raga," sahut Vico juga menertawai kejadian tadi.

Raga ikut tertawa mendengarnya, "Aturan tadi tuh mending lo ajak dia kencan, Vic. Lo kan pernah suka sama tuh cewek," ujarnya.

ZAHRAGA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang