Erlan menjauh dari Raga dan Vico saat layar ponselnya menunjukkan nama Zahra yang menelfon dirinya. Erlan sudah menduga bahwa Zahra akan menghubunginya karena sikap Raga barusan. Erlan dan Zahra memang sempat bertukar nomor telepon dengan alasan jika ada apa-apa bisa menghubungi lewat teman mereka. Juga sebaliknya, Raga bertukar nomor telepon dengan Sheza.
"Halo," sapa Erlan saat telfon telah tersambung.
"Halo, Lan, lagi sama Raga kan?" Terdengar nada panik dari suara Zahra.
"Iya, Ra," jawab Erlan jujur.
"Dimana? Raga kenapa sih, Lan? Gue bingung banget."
"Lo tenang dulu, Ra. Gue yakin ini cuma salah paham kok." ujar Erlan mencoba menenangkan Zahra.
"Salah paham apa?" tanya Zahra.
Erlan menghela napas, "Tadi ada yang ngirim foto di hp nya Raga. Gue kirim fotonya ya," ujarnya. Kemudian ia mem-forward foto yang sempat Raga kirimkan di grup mereka.
"Itu fotonya udah gue kirim. Coba lo lihat dulu," kata Erlan, kemudian keadaan hening sejenak.
"Lan, itu emang gue sama kating gue. Dia ketua HIMA. Gue tadi lagi rapat, lagian rapatnya tuh bertiga sebenernya tapi kating gue yang namanya kak Clara tuh pulang duluan karena dijemput pacarnya. Aduh, ini pasti Raga salah paham,"
"Iya makanya gue tadi udah bilang kalo ini tuh cuma salah paham tapi Raga udah keduluan emosi." ujar Erlan. "Tapi Ra, kenapa lo sampai nggak bisa kabarin Raga? Bukannya lo berdua tuh udah komitmen buat saling ngabarin terus?" lanjutnya.
"Gue lupa, Lan. Gue hari ini sibuk banget. Gu—gue tiba-tiba disuruh jadi sekretaris HIMA, gu—e bingung," Tiba-tiba suara Zahra bergetar.
Tak lama kemudian terdengar suara isakan disana. Erlan semakin tak tega. Zahra harusnya sangat membutuhkan Raga di situasi seperti ini. Tapi Erlan juga tak bisa sepenuhnya menyalahkan Raga jika cowok itu marah. Logikanya saja, cowok mana yang tak marah jika tahu perempuannya jalan bersama lelaki lain dan tak memberinya kabar selama seharian bukan?
"Ra, lo tenang ya. Lo mending sekarang istirahat. Lo pasti hari ini capek banget kan? Urusan Raga serahin ke gue sama Vico. Gue bakal jaga dia dan berusaha biar dia mau bicara sama lo. Lo tenang dulu, Ra. Menurut gue ini bukan waktu yang tepat buat kalian ngobrol karena Raga masih emosi banget," Lagi-lagi Erlan mencoba menenangkan Zahra.
"Lo lagi dimana sama Raga? Gue telfon Raga tadi rame banget kayanya," tanya Zahra.
"Gue di kelab."
"Hah? Seriously? Raga? Di kelab? Sejak kapan, Lan?" Zahra jelas terkejut mendengar jawaban Erlan. Setahu Zahra, Raga tuh anti main ke hiburan malam seperti ini. Namun mengapa sekarang semuanya berubah?
"Dia lagi suntuk, stress banget mikirin lo dan foto yang dikirim ke dia tadi. Jadi yaudah kesini deh,"
"Ini bukan pertama kali kan?"
"Kedua kali. Yang pertama itu gue yang jebak Raga tapi. Ceritanya panjang, Ra. Kalo ada waktu nanti gue jelasin. Gue ke Raga dan Vico dulu, Bye!" Erlan memutuskan sepihak telfonnya karena tak mau Zahra bertanya lebih dalam lagi. Ia merasa bukan ranahnya untuk menjelaskan persoalan ini. Biarkan Raga nanti yang menjelaskan pada kekasihnya itu.
*****
Raga sampai di rumah pada waktu shubuh dan keadaan lemas. Dia sudah tak mabok, tapi bau alkohol masih tercium di tubuhnya. Om Deni yang baru saja menunaikan ibadah menghampiri keponakannya yang terlihat seperti baju yang belum di setrika alias kusut banget.
"Kenapa, Ga? Tumben pulang jam segini," tanya Om Deni. Kemudian Om Deni mengendus pakaian Raga, "Bau alkohol pula. Ada masalah atau emang sengaja mabok?" tanyanya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZAHRAGA 2
Ficção AdolescenteCOMPLETED✅ HIGHEST RANK🏅 #1 in ceritajadian (23-02-2024) #1 in duniakuliah (24-02-2024) #2 in ldr (24-02-2024) "Ketika hubungan kita dijatuhi beberapa rintangan" Masa SMA telah usai. Kini masa kuliah yang tiba. Raga Pratama Setiawan memutuskan untu...