14 - Back to Jakarta

171 15 1
                                    

Pesawat Raga mendarat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 03.00 dini hari. Namun, saat ini Raga bingung harus bagaimana untuk sampai di rumahnya. Ia juga tidak sempat bilang ke papanya ataupun ke Raya jika pulang hari ini.

Raga mencoba untuk menghubungi ketiga sahabatnya di Jakarta. Barangkali saja bisa membantunya. Selain itu ia juga mencoba memesan taxi online, tapi pasti juga susah karena sudah jam segini.

4 COGAN

Raga Pratama : Ada yang masih melek nggak?

Ardan Rizaldi : Gue. Kenapa?

Raga mengembangkan senyumnya saat melihat Ardan membalas chat nya. Tanpa pikir panjang, ia langsung menelpon Ardan, siapa tau Ardan punya solusi dan membantunya kali ini.

"Hallo, Dan, apa kabar?" tanya Raga basa-basi. Dasar teman butuh. Menghubungi sahabatnya saat sedang butuh saja. Kalau tidak butuh ya tidak peduli.

WKWKW, Nggak lah ya, persahabatan mereka tetap baik-baik saja sampai saat ini namun memang sudah jarang bertukar kabar saja.

Terdengar suara helaan napas dari Ardan, "Nggak usah basa-basi. Kenapa lo?" tanyanya to the point.

Raga terkekeh geli, "Tau aja lo kalo gue lagi butuh bantuan."

"Bantuan apa?"

"Gue di bandara tapi gue bingung harus naik apa biar sampe rumah. Coba pesen taxi online juga nggak dapet-dapet drivernya. Lo bisa tolongin gue nggak?"

"Lo di Jakarta? Sejak kapan?" tanya Ardan terkejut.

"Gue barusan sampe. Gue baru aja landing. Makanya gue bingung sekarang harus naik apa,"

"Papa lo nggak jemput?"

"Gue nggak ngabarin siapa-siapa, Dan. Nanti gue ceritain deh. Lo bisa jemput gue apa nggak ini?" tanya Raga tak sabar. Sejujurnya cowok itu sudah sangat mengantuk namun ia tahan.

"Oke gue jemput sekarang. Tunggu."

"Oke thanks, Dan."

*****

"Jadi gitu, Dan, ceritanya," Saat di mobil Ardan, Raga menceritakan semua permasalahannya hingga akhirnya ia sampai di Jakarta sekarang.

"Ya pantes juga sih kalo Zahra marah. Tapi harusnya juga dengerin penjelasan lo dulu," ujar Ardan menanggapi.

"Nah itu masalahnya. Dia malah ngeblokir semua sosmed dan kontak gue sampe gue nggak bisa hubungin dia sama sekali. Makanya gue langsung ke Jakarta aja,"

"Yaudah besok gue anterin ke kampus buat ketemu sama Zahra. Tapi besok gue ke kampusnya jam 9 kalo nggak 10 sih. Nggak papa?" tanya Ardan.

"Nggak papa lah, bro. Gue udah makasih banget sama lo karena udah jemput gue. Kalo nggak ada lo gue jadi gelandangan kali," gurau Raga.

"Harusnya gue biarin jadi gelandangan aja nggak sih," Ardan malah menanggapi.

"Brengsek lo!" umpat Raga sembari tertawa. "Eh, Dan, kenapa lo masih bangun jam segini? Kebangun apa gimana?"

Ardan menghela napas, "Gue belum tidur. Daritadi gue belajar. Besok ada ujian."

"Waduh, udah ujian aja lo."

"Ya gimana lagi, Ga. Emang dosen gue tuh kaya ngejer banget biar materi cepet selesai terus ujian."

"Capek nggak sih, Dan, jadi mahasiswa kedokteran?"

"Jangan ditanya lagi kalo capek, mah. Lo bisa lihat kantung mata gue udah setebel apa. Gue jarang tidur sejak kuliah,"

"Jangan terlalu di forsir lah, Dan. Lo bukan robot. Tubuh lo juga butuh istirahat. Lo juga pasti udah belajar kan tentang apa aja yang buat tubuh tetap sehat?"

ZAHRAGA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang