53 : BERBICARA PADANYA

224 38 4
                                    

"Yo, lo ada jadwal kuliah hari ini?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Yo, lo ada jadwal kuliah hari ini?"

Gio dengan hoodie cokelat yang menyelimuti tubuh itu mengernyitkan dahi dengan heran, meniti turunan anak tangga setelah usai mengeringkan rambut dan membersihkan kamar.

Hanya ada Rean di lantai dasar. Nanta? Sudah jelas, beberapa hari ini Rean yang menyempatkan diri untuk mengantar Nanta. Sementara Dikta?

Gio menoleh sekeliling, lalu memasuki dapur, tampak Rean yang memotong daun bawang begitu juga tomat. "Nggak ada. Bang Dikta mana? Lagian lo tumben nggak langsung ke perusahaan."

"Gue agak siangan ke sana. Ada perlu sama pengacara sebentar."

"Ikut!" Mata Gio berbinar sesaat, membuat Rean mendelik seketika. Entah sampai kapan adiknya itu akan menganggap sebuah permasalahan sebagai mainan.

"Tidak untuk kali ini, tapi untuk pertemuan selanjutnya kemungkinan lo bakal gue ajak. Gue ada rapat sama pemegang saham." Setengah hati Rean menyebutnya, ia akan tahu paling tidak sedikit reaksi yang diberikan orang-orang itu ketika mengetahui ada beberapa kebijakan besar, terkait memperketat kembali aturan dalam mencegah kasus penyalahgunaan dana. Lagipula, masih ada beberapa pembahasan rapat yang tahun kemarin belum dibahas dengan sempurna.

"Serius, Bang?" Langsung saja Gio menghampiri, berdiri di samping, lalu menjulurkan jari kelingking. Tepat beberapa senti di hadapan wajah Rean. "Janji dulu!"

"Janji." Rean menautkan jari, lalu kembali fokus pada kegiatan masaknya kembali. "Tapi, gue harap, ketika gue ajari lo terkait dengan kegiataan perusahaan, jangan benci gue, ngerti?"

Gio mengangguk, memasang wajah jengah. "Ya, ya. Lagian kenapa? Gue juga udah benci lo, kok."

Mata bundar Rean mengerling tajam, membuat Gio yang memutuskan untuk mengunyah sepotong roti di meja nyaris tersedak. "Bercanda elah, Bang."

"Bukan kebencian yang biasa lo tunjukkan, tapi kebencian sebenarnya. Jangan pernah, mengerti?" tekan Rean, menoleh belakang, setelah menghidupkan kompor gasnya. "Gue takut berubah jadi orang yang berbeda ketika ajari lo nantinya."

"Hm?" Sebelah alis Gio terangkat. "Kenapa?"

"Lo nggak ingat hari di mana terakhir gue ngusir lo dari ruangan?" tanya Rean takjub, meskipun jelas tidak percaya kalau Gio akan dengan mudah melupakannya begitu saja.

"Ingat, sangat," jawab Gio santai, meraih segelas susu putih, lalu meneguknya. "Lo beneran pakai tenaga dalam kayaknya waktu cengkram kerah baju gue. Kecekik, woi!"

Sama dengan kejadian waktu gue cegat Papa waktu itu, batin Rean. Ya, hari di mana kehiduoannya jelas berubah. Tidak cukup menangkap basah Papa bersama seseorang, lalu di hari itu pula ia memutuskan tidak lagi ingin terlibat dengan Naya, dan membenci Pa--

Piring plastik bersama dengan beberapa sendok yang diletakkan kini beradu dengan lantai. Suara yang tadinya hening, mini ramai sesaat begitu barang-barang tersebut jatuh seketika. Tanpa sadar Rean tertunduk, refleks napasnya tersenggal, entah mengapa mengingat kilas balik itu selalu membuat tenggorokannya tercekik seketika.

Brother Notes [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang