"Dik, mata lo nggak sepet dah lihat laptop mulu tiap hari?"
Pelanggan yang sepi, bahkan bisa dihitung dengan jari membuat Dikta maupun Reyhan dapat meluangkan waktu lebih untuk beristirahat. Ya, setelah tadi pagi ia meminta bantuan cowok itu untuk mem-back up beberapa data, dan sialnya, entah bagaimana bisa malah menjadi reset.
Ada banyak yang hilang, cukup disesali memang, tapi Dikta yang sudah tidak lagi asing menghadapinya, mau tidak mau ia menahan diri untuk tidak larut dalam penyesalan dan melanjutkan proyek kerja sama yang ia lakukan.
"Pertanyaan lo benar-benar nggak masuk akal setelah menyebabkan kecelakaan tadi," ucap Dikta datar, duduk di meja kasir, bersebelahan dengan Reyhan.
"Ya, maaf, Dik. Gue tadi bener-bener nggak fokus. Entar gue coba kembalikan lagi." Reyhan menutup mesin kasir dengan pelan, tanpa tenaga.
Usai sudah memberi pelajaran selama dua jam ini untuk Reyhan, Suara tawaan pelan terdengar, Dikta setengah memukul lengan sahabatnya itu dengan kuat. "Udah, gue maafin. Lo lanjutin aja urusan lo, gue bisa mulihin tuh data entar. Lo tenang aja."
Reyhan menoleh tidak percaya. "Serius? Nggak apa?"
Dikta mengangguk, melepaskan kacamata sejenak lalu mengelap lensa. Ya, pelanggan yang sepi di har ini membuat Dikta sedikit mengembus napas lega, tetapi siapa disangka malah menjadi bosan? "Minus gue beneran nambah lagi kayaknya."
Reyhan mengernyitkan dahi, wajah Dikta yang terbiasa mengenakan kacamata tentu akan janggal dilihat saat melepaskan. Sudah lama Reyhan ingin bertanya hal seperti ini. "Dik, coba lo lihat jari gue, nunjukkin angka berapa?"
"Lo benar-benar mau gue tabok hari ini kayaknya," umpat Dikta, mendesis. "Dua, woi! Mata gue cuma kabur! Ngajak ribut lo? Sini!" ancamnya, berbisik.
Reyhan tertawa pelan, mengangkkat kedua tangan, menjaga jarak. "Santai, Bro."
"Lagian, lo ada-ada aja nanyanya," desis Dikta, mengecek ponsel di saku sejenak begitu mendapat pesan dari seseorang. Rean, di siang seperti ni.
Rean
Dik, lo sibuk?Dikta
Seperti biasa, gue nganggur.
Langsung kirim maksud dan tujuan lo.
Kenapa? Om Ben datang?Rean
Nggak. Dua minggu lagi dia bakal ke sini.
Bagian komisaris, lagi padat agenda.
Gue mau tanya.
(Rean membagikan peta lokasi)
Nanta camping di sini?Dikta bergumam, mengecek sejenak, ia gulirkan layar ponsel untuk memastukan keberadaan. Kawasan perkemahan di pinggiran air terjun. Satu-satunya tempat pariwisata yang menjadi kunjungan para khalayak ramai dulunya. Sayang, akibat kewalahan dalam mengelola dan masyarakat yang tidak menjaga lingkungan,. Alhasili, pariwisata ditutup dan hanya bisa digunakan untuk orang tertentu.
Ya, dengan bayaran yang tidak murah pastinya. Namun, sepadan dengan kedamaian dan keamanan yang didapat.
Dikta
Iya.
Jauh amat. Lo pergi sama siapa?
Bukannya kegiatan lo juga lagi padat?
Awas lo kalau gue lihat nggak pulang lagi hari ini.Rean
Beberapa udah gue selesaikan.
Gue lagi sama Naya.
Kebetulan, dapat undangan.Dikta
Nikah?Rean
Apa undangan cuma sebatas nikah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother Notes [PROSES TERBIT]
Fiksi RemajaDi dunia yang menyebalkan ini, ada sebuah rahasia yang paling ingin Rean sembunyikan hingga mati. Tidak peduli orang-orang menganggapnya seperti apa, yang pasti biarkanlah rahasia penuh kelam itu menjadi tanggungannya. Namun di sisi lain, semenjak k...