1# SPIN OFF - DIKTA : RASA IRI YANG KERAP HADIR

161 11 0
                                    

Beberapa tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa tahun yang lalu ....

Dikta Anggara. Cowok berusia lima belas tahun itu menyeka keringat di dahi dengan punggung tangan sembari memperhatikan puncak tiang bendera. Menyebalkan, tapi entah kenapa di sisi lain rasanya juga menyenangkan.

Tidak mengenakan topi padahal sudah jelas upacara berlangsung, lalu seragam putih yang sengaja dikeluarkan, serta ... Dikta menunduk, memperhatikan sepatu olahraganya berwarna kuning terang. Sungguh mencolok bila harus dibandingkan dengan sepatu hitam yang siswa lain kenakan.

"Siapa yang suruh kalian menunduk, hah!"

Dikta meringis, begitu penggaris kayu panjang milik guru kedisiplinan mendarat mulus pada bokongnya. Tidak hanya ia, Reyhan yang turut serta mengikuti tingkah anehnya juga terpaksa berjemur di lapangan ketika jam upacara telah usai.

"Minggu depan, giliran kita jadi anak baik-baik," bisik Reyhan, masih mendongakkan kepala, memperhatikan puncak tiang bendera.

"Kita buat bingung para guru," balas Dikta, ke samping selangkah, meskipun tau bahwa ada resiko penggaris kayu itu lagi-lagi mendarat pada tubuhnya. "Besoknya kita buat ulah lagi, lo punya ide?"

Reyhan tertawa pelan, sembari mengangkat sudut bibir. "Belum ada."

"Gue punya," bisik Dikta, tanpa mengalihkan pandangan. "Hari kamis kita ulangan listening Bahasa Prancis. Gimana kalau kita keluar cepat, terus sembunyikan sepatu mereka?"

Membayangkannya saja, Reyhan meringis. "Boleh, tapi gue nggak mau dihajar anak-anak cewek."

Dikta menatap remeh. "Tahan dikit aja, elah. Paling mereka ngomel. Gimana?"

Belum sempat Reyhan menyetujui, entah sebuah keajaiban atau tidak yang pasti guru kedisplinan menjauh seketika. Tidak lagi duduk di podium lalu melayangkan penggaris kayu, melainkan berbicara dengan salah satu siswa dengan seragam lengkap serta almamater khas osis yang senantiasa melekat di seragam putih abunya.

Rean.

Dikta menyipitkan mata, mengembus napas jengah begitu si pemilik mata bundar itu membalas tatapannya.

"Abang lo," ucap Reyhan, mencondongkan tubuh ke samping.

Dikta membuang wajah, malas. Jika saja boleh memilih untuk tidak mengenal Rean, maka dengan senang hati Dikta akan memilihnya.

"Berulah lagi, hm?" tanya Rean, berdiri di hadapan kedua orang itu sembari melipatkan tangan ke dada, mengangkat sebelah alis. "Siapa yang beri pengaruh buruk gini? dan apa alasan kalian berbuat seperti ini?"

"Gue," jawab Dikta dan Reyhan bersamaan, tak lama mendesis berusaha menjelaskan. Nihil, tidak perubahan ekspresi dari Rean, cowok itu hanya menatap dengan ekspresi memerintah dipadukan dengan alis angkuhnya.

Dikta mengangkat dagu, membalas tatapan meremehkan itu. "Tanpa alasan. Orang yang sebentar lagi bakal turun jabatan dari osis, apa pantas ikut campur urusan orang lain?"

Brother Notes [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang