"Langsung kuliah?" tanya Ikawa tak percaya pada gadis di depannya.
Zalwa Teodora Eugenia, masih memakai beberapa setelan milik Ikawa Andreamis. Sepatu Ikawa dan topi Ikawa. Baju dan celananya pure milik Zalwa. Kemarin selepas pulang ternyata baju Zalwa kurang, jadi ia tidak punya baju ganti waktu itu. Untungnya Ikawa punya celana dan hodie cadangan jadinya Zalwa bisa memakai itu.
Yups, dibalik hodie itu tidak ada kaos, melainkan langsung pakaian dalam, saat kemarin. Tentu itu sempat membuat Ikawa kepikiran dan ingin mengambilkan baju gadis itu saja. Namun Zalwa tetaplah gadis keras kepala, alhasil mereka pulang dengan Zalwa memakai setelan miliknya.
"Gue strong," kata Zalwa seraya memamerkan ototnya yang kecil itu. Bibirnya menyunggingkan senyuman lebar, menghalau wajah pucatnya yang terlihat.
Mereka janjian bertemu di dekat lingkungan sektor 3, lebih tepatnya di taman dekat asrama. Selama ada Zalxa, mereka harus membatasi ruang lingkup pertemua seperti sekarang. Mengingat Zalxa juga memiliki kelainan pada Ikawa.
Zalwa meringis menatap Ikawa sendu. "Zalxa pindah kamar ajah gimana?"
Ikawa menelisik heran dengan perkataan Zalwa. Hembusan angin menerpa surai mereka dengan lembut. Lama Ikawa menatap iris yang menyorot sendu sebelum menjawab.
"Kamar mana? Cuman kamar 1 yang kosong," ujar Ikawa.
"Kamar engga kepake itu," cicit Zalwa hampir hilang harapan.
Memamg di gedung 1 maupun 2 ada kamar cadangan yang memiliki dua ranjang tapi tidak tingkat. Namun akses kesana memerlukan izin mba Tia atau pak Surya.
Ikawa sejenak mempertimbangkan, namun helaan napas pelan mengakhirinya mempertandakan itu tidak mungkin. Karena Ikawa ingat ruangan itu dipakai sama pak Surya entah untuk apa.
"Biarin ajah, kalau dia di kamar itu lu semakin susah gerak." Ikawa menyorot dalam pada iris Zalwa yang kian melebar kaget.
"Wawa cemas?"
Ikawa menatap sengit gadis ini. "Bloon."
"Kasar!"
Ikawa mendengus geli seraya menoyor kepala sahabatnya. "Ngapain gue capek kesini? Tapi engga cemas juga sih, gue cuman bantu lu."
Zalwa mengulum senyum tipis mendengar itu. Sedikit ada rasa kecewa pada hatinya, padahal ia berharap Ikawa memang secemas itu dengannya. Meski analisanya dari tingkah Ikawa kalau laki-laki ini sebaliknya. Namun mengingat Ikawa jauh berperan akan kesembuhannnya, Zalwa menekan egonya agar tidak keluar sekarang.
"Iya udah, lu mau masuk, kan? Gue balik," ujar Ikawa seraya melambaikan tangan. Namun langkahnya terhenti dan kembali membalikan badan pada Zalwa, "naik apa ke gedungnya?"
"Engga tau, kalau engga nebeng yah, jalan."
"Lu baru sembuh," cebik Ikawa menatap kesal.
"Yah, mau gimana, gue balik asrama sama ajah mati." Zalwa balas mencebik kesal.
"Pake gojek," ujar Ikawa santai.
"Tolol," maki Zalwa sengit. Astaga Ikawa, kenapa ia tidak menawarkan diri untuk mengantar Zalwa?! "lu engga mau nganter gue?"
"Gue bukan gojek lu!" Ikawa berkata dengan sinis. "Tau diri yee, lu juga ngga minta tolong, bye-bye."
"Yaudah, Ikawa gue minta tolong anter, yah?" Pada akhirnya Zalwa memilih memohon pada Ikawa. Kepalanya sudah buntu memikirkan dirinya untuk pergi kuliah. Enggan meminta kamar 4 untuk mengantarnya, karena mayoritas mereka masuk siang pada hari ini. Biarkan mereka beristirahat.
Ikawa merasa aneh ketika Zalwa memanggil nama biasanya dengan nada serius. Seperti ada yang berbeda dan itu cukup mengusiknya, namun karena tidak penting Ikawa memilih tidak berbicara apa-apa. Hanya mengisyaratkan Zalwa untuk mengikutinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Teen FictionMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...