Kamar 38: Kesukaan

8 3 0
                                    

Pagi itu tidak ada yang lebih baik dari bertemu sang pujaan hati.

Fawaz namanya, lelaki itu adalah asisten dosen sekaligus mahasiswa semester 6. Yups, satu tahun lagi dia otw lulus.

Olahraga pagi seperti jogging biasa Fawaz lakukan. Makanya jangan heran selain punya muka ganteng yang jadi pujaan para kaum hawa, Fawaz punya otot yang cukup membuat para lelaki iri.

Namun hal membahagiakan muncul, pujaan hati seorang Fawaz terlihat di penglihatannya.

Hati berbunga-bunga, senyum lebar sampai irisnya menyipit. Matanya terpaku pada keindahan yang berapa meter berada di depannya. Astaga dari belakang saja Fawaz merasa takjub dengan kecantikan Inara.

Semua yang pada diri Inara adalah kesukaannya.

Jangan lupa, jantung Fawaz kini berdetak dua kali lipat. Napasnya jadi tersendat dan sulit ia kontrol.

Sekitar 5 meter di depannya Inara terlihat berjalan santai sambil mendengarkan musik menggunakan earphonenya. Rambut Inara diikat menyisakan beberapa anak rambutnya yang tidak berhasil terikat, namun itu membuat Inara terlihat cantik.

Padahal Fawaz belum melihatnya dari depan, tapi jantungnya benar-benar berdetak cepat. Belum lagi kegugupan hebat melandanya.

Fawaz mempercepat langkahnya sambil meraup oksigen sebanyak mungkin. Tepat di samping gadis itu sesaat Fawaz membeku dengan iris terpaku pada paras cantik gadis di sebelahnya. Seakan matanya terdistrosi tanpa bisa digerakan lagi.

Cantik!

Tolong siapa pun tahan Fawaz untuk tidak memeluk gadis ini!

"Kak Fawaz?" Inara melepas sebelah earphonenya dan menatap Fawaz kaget.

"Ha-Hallo." Astaga kubur Fawaz sekarang juga! Kenapa dia tidak bisa menahan dirinya.

"Hai," sapa Inara lalu tersenyum lebar.

Membuat dua lesung pipinya meyembul lucu dan sangat cubitable guys! Astaga tidak terhitung untuk Fawaz terus-menerus mendapat serangan.

"Olahraga?"

Damn! Betapa bodohnya otak Fawaz saat ini ketika berhadapan sama calon ceweknya.

Ingat, calon cewek! Hak paten Fawaz pokoknya.

"Hehe, iya Kak." Lihat, Inara saja bahkan menatap Fawaz jenaka. Tapi tetep gemes, asli engga pake bohong. "Kakak lagi makan?"

Fawaz tertawa dan mengacak puncak kepala Inara gemas, tidak sadar. Saat sadar ke duanya sama-sama terdiam lalu melempar pandangan. Menetralkan dirinya.

Terutama Fawaz yang ingin sekali berteriak sambil memaki dirinya. Walau ia merasakan hangat di telapaknya saat menyentuh ubun-ubun gadisnya. Fawaz benar-benar tidak berani menatap Inara.

Fawaz jadi takut kalau Inara berpikir yang aneh tentangnya apalagi insiden—

Sial! Fawaz ingin menangis jadinya.

"Sory, refleks." Fawaz menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pengalihan itu, mah.

Inara hanya tersenyum. "Santai Kak."

Fawaz sedikit tenang melihat Inara biasa saja. Ia takut Inara akan histeris seperti saat itu.

"Kakak engga kuliah?"

Aduh, Fawaz meleyot cuman ditanya gitu, doang.

"Siang dapetnya." Fawaz terus memperhatikan Inara yang mematikan earphonenya dan menaruhnya di saku. "Inara?"

"Siang juga."

Hening kembali, hanya ada suara langkah kaki ke duanya juga semilir angin yang berhembus. Baik Fawaz maupun Inara tidak tau mau membicarakan apa. Fawaz dengan kegugupan serta pikirannya yang bergelut guna mencari cara hal apa yang ingin ia lakukan dengan Inara. Sedangkan Inara dengan kecemasannya karena merasa canggung.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang