Pagi ini, di salah satu kelas fakultas psikologi, tepatnya kelas Zalwa.
Seperti biasa sebelum dosen datang, keributan tercipta dari para manusianya. Baik cewek maupun cowok sama-sama tak kalah. Cewek dengan cerita updatenya dan cowok dengan seruan heboh kala bermain gadget. Bahkan sebagian cowok ada yang membahas konspirasi gabut yang tidak jelas.
Akan tetapi tokoh utama kita hari ini tidak masuk dalam kategori manapun yang disebutkan di atas. Zalwa Teodora Eugenia sedikit kalem di bangkunya hari ini, memulai paginya dengan sebuah novel romansa yang memiliki ketebalan cukup besar. Dengan serius ia membaca tiap kalimat di sana, sesekali ia berseru kegirangan atau pun menggigit bibir bawahnya karena geregetan. Definisi membaca terlalu bawa perasaan.
Jeno di depan termangu memperhatikan Zalwa yang hanya fokus pada dunianya. Bahkan gadis itu tidak menyadari kedatangannya sejak 5 menit yang lalu, Zalwa juga tidak membalas sapaannya. Satu fakta lagi soal gadisnya ini, kalau sudah fokus seluruh dunia seakan bisu bagi Zalwa.
Untuk itu Jeno hanya memperhatikan membiarkan Zalwa dengan dunianya. Rasanya ia tidak tega mengganggu paksa kegiatan Zalwa. Tentu ia sudah diajak para anak cowok untuk bergabung, namun ia menolak karena masih ingin memperhatikan gadis ini.
Sejak pertemuan pertama, Jeno tidak bohong kalau ia sangat nyaman dengan gadis ini. Pribadi unik dan ramahnya, selalu membuat suasana menjadi hidup. Jangan lupakan ocehannya yang kerap kali menjadi melody penyemangat dalam setiap deret kata yang terucap. Apapun yang dibicarakan Zalwa akan terasa menyenangkan tanpa takut mati topik. Jeno juga suka segala yang ada pada diri Zalwa, entah bagian mananya, Jeno rasa ia menyukai keseluruhan. Meski Jeno sadar, iris gadis ini hanya menatap ke satu sosok.
"Jen, eh lah sini, kek." Kawan cowoknya kembali menyuruh Jeno bergabung, merasa aneh dengan kelakuan Jeno yang tidak ada bosannya memandangi si maniak basket itu. "Engga bakal ilang juga."
"Waktu yang bakal ilang," ujar Jeno tanpa sadar tersenyum saat menangkap ekspresi Zalwa yang terkejut lalu berubah menjadi tawa kecil lucu. Jeno tidak dapat menahan kedutan di sudut bibirnya, sangat menggemaskan.
"Hah?" Jelas temannya itu tidak paham. "Omongan lu udah kayak anak Bahasa ajah."
"Waste my time."
Kawannya tidak membalas lagi, merasa Jeno tidak akan beranjak meski mereka seret sekali pun. Bucin memang beda.
"Hah---Eh?! Jeno sejak kapan--"
"Sejak kemarin."
Zalwa tertawa ngakak sembari menutup novelnya, ia memasukan itu ke dalam tasnya. Merasa diperhatikan Zalwa melirik Jeno. Benar saja dirinya tengah diperhatikan sekarang dengan sangat dalam. Zalwa heran sendiri kenapa Jeno memperhatikannya sampai seperti itu.
"Nape lu?"
Jeno tersenyum. "Laper."
"Kantin, nih?"
Jeno tidak bicara lagi, langsung menarik lengan Zalwa keluar kelas dengan wajah senang yang kentara. Bahkan ia tidak memberi kesempatan untuk Zalwa mengomelinya. Setelah Zalwa tenang barulah Jeno melonggarkan pegangannya dan beralih merangkul lengan gadis ini yang tampak lebih diam.
"Zal," panggil Jeno.
"Hm?"
Jeno merasa aneh. "Lagi sakit?"
"Engga, gue sehat."
"Udah makan?"
Zalwa mengangguk. "Tapi gue mau makan lagi."
Jeno tersenyum. "Gue traktir."
Zalwa jelas senang mendengar kata traktiran, langsung saja menarik lengan Jeno agar segera menuju kantin jurusannya. Tanpa menyadari ada hati yang berbunga yang disebabkan oleh tingkahnya bahkan hanya sekedar Zalwa tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Teen FictionMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...