Kamar

140 13 0
                                    

"Ahh sial!"

Tawa meledak itu layaknya kaset macet yang menyebalkan. Sebut saja manusia yang sedang tertawa terbahak sambil mendribble bola, Zalwa. Ia barusan mengambil bola dari Ikawa dengan gampangnya hingga membuat sahabatnya itu mengumpat kesal.

Kira-kira ini sudah keberapa kali Ikawa gagal mengalahkan gadis ini dalam basket? Rasanya basket saja yang ia tidak bisa dominan, selalu atlet basket putri kebanggaan Tritan Sudan. Selalu Zalwa Teodora Eugenia yang berhasil mencetak skor atau sekadar melakukan block.

Setidaknya Ikawa bisa mencetak skor, meskipun ia tidak tau apakah memang kemampuannya yang hebat atau Zalwa mengalah karena kasian. Sungguh lelaki bernama lengkap Ikawa Andreamis sangat emosi sekarang.

"Wawa maju dong!" Zalwa memantul-mantulkan bola dengan tawanya. Menggoda lelaki itu untuk mengambil bola.

"Diem engga lu!"

Zalwa ngakak lagi, terlebih Ikawa gagal mengambil bola. Satu langkah ke belakang Zalwa ambil kemudian dengan mulusnya ia melakukan three poin. Jelas membuat skor antara dirinya dan sang sahabat semakin menjauh. Peluang kemenangan sudah sangat jelas di depan sana, mungkin Zalwa harus mengantisipasi amukan lain dari Ikawa nantinya.

Lelaki itu tidak menyerah dan sedikit brutal mencoba peruntungan. Terlihat sekali gerakannya menjadi lincah sampai Zalwa hampir terjengkang karena terkejut dengan serangan Ikawa. Beruntung Zalwa bisa menahan bobot tubuh, kembali mempertahankan bola ditengah Ikawa yang mencoba membloknya. Sudut bibir Zalwa tertarik miring, bersamaan ia melakukan putaran pada tumpuan kakinya, menggunakan tipuan kecil pada Ikawa sehingga ia bisa menerobos masuk pada pertahanan Ikawa lalu melakukan lay up.

"Setan!" Ikawa menendang angin marah. Terlebih sirine pertandingan berakhir semakin memerahkan kulit putihnya, kemarahannya semakin menemui titik didih. Di tambah ia mendengar tawa ngakak Zalwa yang dipenuhi kepuasan, hampir saja Ikawa melemparnya dengan bola basket karena emosi.

"Ini keberapa ya?"

"Diem."

"Emm ... 25?"

"Zalwa!" Ikawa tidak tahan, mengejar gadis itu yang telah lari memutari lapangan mini yang berada di rumah Zalwa.

Orang kaya emang, Zalka Atharya Bapaknya seorang pengusaha, sedangkan Maminya yaitu Eugenia Teodora Bardolf seorang desainer yang memiliki darah keturunan German. Zalwa memiliki kakak tiri juga bernama Zalxa Atharya.

"Opss besti opss...." Tangan Zalwa menangkap tangan Ikawa yang hampir mencekiknya. Ia masih dengan tawa sisa memandang lembut sahabatnya yang masih marah. "Wawa ihh, ayolah kita cuman tanding!"

Ikawa terlihat tidak peduli. Meski mencoba mendorong gadis ini, Ikawa hanya menggunakan sedikit kekuatannya. "Lo sialan!"

Beginilah Ikawa Andreamis yang cueknya bisa sedingin suhu es kutub. Sekalinya ngamuk juga emang optimis banget marahin targetnya, mana mulutnya pedes. Untung Zalwa sayang.

Banget, banget!

"Apa yang aku bisa lakukan kakanda? Saya hanyalah atlet basket putri yang manyambet mendali juara dua tingkat nasional." Zalwa menggoyangkan tangan mereka penuh canda.

"Sombong!" Ikawa beralih meminting leher Zalwa dan gadis itu kembali terkikik geli sambil meminta ampun. Mampu menaikan sudut bibir Ikawa tanpa disadari gadis itu.

Zalwa spontan memandang Ikawa saat menyadari perubahan raut sahabatnya ketika melepas pintingan. Ia menegakan badan, menatap Ikawa lekat. Sebelah tangannya meraih pinggang Ikawa, mengelus lembut berharap bisa menenangkan.

"Wawa?"

Ikawa tersentak, menoleh ke sahabatnya. Tatapan matanya tidak menunjukan ekspresi apapun. Seperti biasa datar dan menyorot dingin. Namun ada kerentanan disana, bisa dirasakan oleh Zalwa.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang