Rian tidak percaya, di pagi harinya saat di fakultasnya, tepat di kafetaria. Padahal ia niat sarapan bareng sama sahabatnya dari SMP itu. Namun apa yang ia temukan?
Sebuah pemandangan langka di kafetaria jurusan Arsitektur. Di mana sahabatnya yang bernama Ikawa Andreamis, si paling susah bicara sama orang asing, bahkan tidak bisa memulai topik.
Di kafetaria ini malah berdua-an sama cewek. Yah, satu hal lagi, Ikawa itu jarang dekat sama cewek. Hampir semasa hidupnya ia habiskan bersama kaum adam sebelum bertemu dengan Zalwa.
Rian mengerutkan kening memperhatikan wajah cewek itu. Mirip Nina Isnina teman kamar Zalwa dan Felicia. Namun gaya rambutnya beda, kalau cewek itu lebih pendek dari Nina. Apa mungkin kembar?
Dengan ke duanya yang terlihat fokus pada sebuah kertas di meja, beberapa hidangan pesanan mereka juga. Ikawa terlihat menggores sesuatu di atas sana, bibirnya terus bergerak menciptakan kalimat demi kalimat, seperti penjelasan. Sesekali Ikawa tersenyum kecil saat cewek itu memberikan respon yang Rian rasa agak berlebih itu.
Bahkan di satu moment ketika Ikawa memberi sedikit jarak atau mengambil jeda, cewek itu seperti mengambil peluang dengan mendekat atau sekedar memberikan gerakan perhatian.
Tangan Rian terangkat, mengelus dagu. Ia terus meneliti gerak-gerik cewek itu. Hingga sebuah asumsi terlintas pada pikirannya. Sebagai veteran dalam dunia percintaan, jelas mudah bagi Rian menganalisa gesture seseorang.
Bagaimana cewek itu menatap, memberikan respon, serta gerakan kecil berlebih pada lawan jenisnya, sorot matanya, bagaimana ia memberikan perhatian pada Ikawa. Itu semua cukup untuk Rian menebak kemungkinan yang ada.
"What the ...." Namun hal lain datang mengusik Rian kembali.
Tadi, jelas-jelas Ikawa memberikan respon yang tidak biasa pada cewek itu. Bahkan Rian baru pertama kali melihat Ikawa merespon seperti itu pada orang asing. Apa mereka sudah saling kenal?
Itu tidak mungkin, pasti Ikawa akan selalu cerita perihal siapa pun yang dekat dengannya. Kalau tidak cerita berarti dia hanya lewat.
Tapi kenapa?
Dari Ikawa memberikan respon, sampai bagaimana tawanya mengalun saat cewek itu tidak sengaja membuat kesalahan kecil berujung guyonan. Ikawa memang tertawa kecil, namun lekuk senyum tipisnya tidak kunjung lenyap membuat Rian tercengang di tempat.
"Gila, si kutub bisa ngelakuin itu ke orang asing? Atau emang dia saling kenal lama?!" Rian mengacak rambutnya frustasi.
Sampai notif ponsel menyadarkan Rian dari aksi mengamatinya. Notif itu dari Zalwa yang mengabarkan sudah berada di gedung fakultasnya. Sontak itu membuat Rian panik, mengingat satu hal mengenai Zalwa pada Ikawa.
Hanya mereka ber dua yang tau.
Apalagi Zalwa cukup sensi dengan Ikawa kalau ada perubahan sedikit saja. Jangan lupakan kalau cewek itu paling suka overthinking tanpa mau tau penyebab aslinya. Mereka lebih suka menyelam dengan pikiran anehnya yang hanya membuat sakit hati.
Yah, itu cewek.
Untuk itu, Rian tidak jadi menghampiri Ikawa. Sambil mengetik untuk menanyakan posisi, Rian menyusuri kafetaria menuju koridor gedung utama. Matanya berpendar mencari keberadaan Zalwa. Ia harus menghentikan gadis itu agar tidak ke kafetaria.
Karena Rian yakin, jika Zalwa melihat ke duanya hanya akan memancing kekesalan Zalwa. Mengingat Ikawa juga suka bersikap menyebalkan pada gadis itu.
Rian juga tidak berpikir itu perlakuan spesial Ikawa pada Zalwa.
Dalam kerubunan yang tidak terlalu padat. Rian seperti mecari anak hilang, beberapa kali ia balas menyahut orang yang menyapanya. Bahkan Rian melewati orang-orang yang hendak berbicara dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Teen FictionMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...