Kamar 8: Pembully

31 5 0
                                        

"Kasih tau gue dulu!" Kiara memaksa Felicia yang hendak kabur lagi dengan alasan mengajar. Ia bukanlah tipe yang tak peka dengan sekitaran, sejak semalam mendapat telepon dari Ikawa, gerak-gerik Felicia sudah terlihat mencurigakan dan sampai sekarang PJ kamarnya belum menjelaskan situasinya. Terutama Kiara sadar ini menyangkut Zalwa. "Gue tau lo semalem bahas soal Zalwa, kondisi dia gimana?"

"Nanti gue jelasin---"

"Lo bilang gitu trus," sela Shopee kesal, "lo engga percaya sama kita?"

Tidak hanya Kiara dan Shopee yang memborondong Felicia dengan pertanyaan yang sama, melainkan Nina dan Inara turut menuntut untu memberi penjelasan melalui iris tajam mereka. Felicia menghela napas kasar, terlebih Kiara menahan lengannya sangat kuat, ia dilema harus melakukan apa ditengah situasi yang menurutnya masih sangat berantakan. Tentu saja Felicia masih berhati-hati memberitau member kamarnya tentang masalah Zalwa, merasa tidak memiliki hak penuh untuk menceritakan masalah sahabatnya. 

"CIA!"

Pintu yang memang tidak dikunci itu didobrak begitu saja, namun tak mengalihkan atensi member kamar Felicia. 

"Kenapa gue telepon engga diangkat?!" Seseorang yang mendobrak pintu masuk begitu saja tak peduli ini kamar asrama putri, membuat Felicia menghela napas pelan saat kerah bajunya ditarik. "Kasih tau gue kemana Zalwa?! Kenapa sih, engga lo, engga Ikawa demen banget sembunyiin hal ini dari gue?!"

Kiara medengus. "Oh sama yang lama juga lo gitu Fel?"

Felicia mulai emosi, mski begitu ia tetap mencoba tenang. "Rian denger dulu."

Rian mendelik pada gadis ini. "Apa? Denger apa? Kalau cuman mau bacot suruh gue tenang lupain aja, biar gue cari Zalwa sendiri."

"Gue ikut," ujar Kiara yang disadari member kamar terlihat sangat peduli dengan member kamar meskipun baru mengenal. 

"Denger dulu bangsat, biar gue jelasin." Felicia refleks menarik lengan ke duanya dan menyuruh mereka duduk di kasur. Sebelum ke intinya Felicia menutup pintu sejenak barulah menjelaskan. 

"Jadi Zalwa kemana?" tanya Nina cemas.

"Sebelumnya gue mau kalian tenang dan tolong pengertiannya." Felicia mulai menjelaskan. "Situasi keluarga Zalwa biar dia sendiri yang cerita. Gue engga punya hak untuk itu, jadi mohon pengertiannya."

"Keluarga Zalwa kenapa? Dia baik-baik ajakan?" Tangan Inara mencengkram kuat sprai kasur, irisnya tampak memerah. 

"Panjang ceritanya, kalau Zalwa bersedia biar dia yang jelasin semuanya." Gadis itu menatap satu-persatu kawan kamarnya. "Intinya Zalwa lagi ada masalah dan kondisinya menurun, dia lagi rawat inap. Ikawa yang jaga dia sekarang."

"Kita engga boleh tau dimana rawatnya?" tebak Kiara.

Felicia mengangguk. "Seperti yang gue bilang, keluarganya cukup bermasalah. Ikawa cemas kita bakal keseret masalah Zalwa. Termasuk gue sama Rian."

"Gue engga peduli, mau si Zalka kek, mau si Zalxa bakal gue hadapin," sengit Rian, "kelakuan keluarga Zalwa emang dari dulu udah gila, tolong jangan kaget nantinya."

"Memang sejauh ini gue, Rian, sama Ikawa engga pernah kesentuh tapi terkadang keluarganya gunain kita bertiga untuk bikin mental Zalwa lemah." Helaan napas Felicia terdengar lelah, irisnya memancarkan emosi. "Dan anggaplaah keluarga Zalwa itu tegas dan disiplin, Ayahnya benci kegagalan."

"Ah ...." Shopee meringis kecil dan tanpa sadar menggigit bibir bawahnya ngeri. "Jadi salah dikit Zalwa bisa abis gitu ya?"

"Maksudnya gimana?" Air muka Inara mengerut bingung.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang