Nini benar-benar geram. Tangannya terkepal kuat, rahangnya mengeras beserta sorot mengarah kesal pada kembarannya yang keras kepala. Sial, sejak hari dimana Nina terangan melawannya, sejak itu pula Nini mulai merasa kesulitan meminta apapun, sekarang pun sepertinya Nina tidak ada niatan menurutinya. Membuat emosinya melebur, merayapi sekujur tubuhnya.
"Gue udah bilang ini demi kebahagiaan gue kan?"
"Kebahagiaan apanya?" Lihat, Nina bahkan berani balas menatap Nini dengan raut tegas, biasanya ia hanya akan menunduk dan mendengarkan semua perkataan Nini. Namun kali ini Nina berani melawan. "Kamu boros itu engga bagus, bahagia dikamu tapi susah buat Ibu sama---"
"Gue udah bilang banyak pengeluarankan?" Nini memicing kesal. "Kok lo malah pojokin gue seakan---"
"Tapi kamu emang boros," potong Nina telak, "Sekarang minta uang buat beli gambar Ikawa lagi? Buat apa? Kamu juga bisa gambar Nin, lagian gambar Ikawa masih banyak ngapain beli lagi."
Nini mutar bola mata jengah. "Gue udah pernah ceritakan kerjasama sama dia, ini udah masuk jadwal gue riview lagi, ini semua demi kerjaan Nin, masa lo engga mau bantu?" balas Nini dengan raut kecewa, "Nanti juga gue ganti kalau ada uang."
Tentu saja Nina tak percaya, dia kira sudah berapa tahun Nina mendengar hal itu namun semua hanya kebohongan belaka. "Jujur aja Nini, kamu lakuin biar selalu dekat Ikawa kan?"
Nini terbungkam, Nina melanjutkan tanpa ragu.
"Soal kerjasama itu, engga ada namanya dapet uang. Kamu murni cuman jadiin alibi biar bisa ngobrol sama Ikawa." Nina bukan menebak, melainkan berbicara fakta. "Aku engga suka kamu gini Nini, kamu boleh suka Ikawa tapi engga dengan rugiin orang lain."
Nini menggerutu kesal. "Oh, jadi gue cuman beban buat lo? Semua yang lo kasih itu lo pamrih."
Astaga Nina benar-benar tak habis pikir dengan kembarannya ini. "Maunya apa sih Nin?"
Nini mendengus. "Kasih gue uang, kalau lo udah tau kenapa pake nanya?! Harusnya lo dukung gue, bukannya ngomel ngga guna gini, buang waktu tau engga."
Nina cukup terkejut mendengarnya, segitunya Nini suka dengan sahabat Zalwa hingga waktu bersama kembarannya sendiri dianggap membuang waktunya? Apakah Nini sadar kelakuannya ini sangat aneh. Sudah memaksa Nina menuruti kemauannya, sekarang Nini juga memaksa Nina memberikan uang lagi hanya demi lelaki yang dia sukai.
"Pokoknya kirimin ke gue. Sampai lo engga kirim berarti lo udah engga anggap gue penting!" ancam Nini.
Karena hal itu membuat Nina jadi cemas sendiri dan berakhir mengirimkan uang sesuai kemauan kembarannya. Ia tau tindakannya sangat bodoh, namun hatinya lebih takut dengan kalimat Nini yang sukses menyayat hatinya. Di lain sisi ia tidak mau Nini bertindak berlebihan. Tetapi disisi lain Nina takut kehilangan Nini dan membuat kembarannya bersedih.
"Jadi lu rumit juga ya." Kia meletakan tonernya di meja.
Shopee yang tengah ngemil kacang di kasurnya mengangguk setuju. "Parah banget kelakuannya."
Nina memang memutuskan bercerita pada kamar 4, kepalanya yang penuh membuatnya sulit berpikir jernih. Ia berharap bisa menemukan pencerahan atas masalahnya setelah curhat ke kawan kamarnya. Namun sepertinya Nina salah.
"Kembaran lo emang sinting." Zalwa berkata ketus, irisnya tampak menyipit sinis. "Dia mau dibilangin sampe mulut lo berbusa juga engga akan berubah Nin, tabiatnya udah rusak."
Tentu ucapan Zalwa barusan disetujui oleh para member kamar namun mereka tak menyangka Zalwa akan terangan seperti itu mengatakannya. Alhasil Inara yang dekat dengan Zalwa langsung melayangkan cubitan pedasnya sampai membuat Zalwa menjerit tertahan, balas menatap Inara tajam. Sepertinya Zalwa sedang dalam mood jelek, buktinya dia yang biasa ciut kalau Inara main fisik justru sekarang berani membalasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sektor 3
Teen FictionMereka hanya sekumpulan mahasiswa biasa yang tinggal di asrama suatu universitas, sektor 3. Wilayah asrama mereka berada di sektor 3. Asrama yang terdiri dari 3 gedung yang didesain berbentuk U. Serba tiga jadi yah, ish, ish. Tenang, isinya makhluk...