Kamar 44: Kesya dan Vanda

10 1 0
                                    

Katakanlah kalau Kia sial hari ini.

Gedung jurusan Manajemen dan gedung jurus Arsitektur itu lumayan jauhan. Tapi kenapa Kia harus bertemu Rian di gedungnya dari sekian banyak orang yang bisa ia temui.

Dan kenapa juga, cowok buaya ini menempelinya terus kemanapun Kia pergi. Ingin rasanya Kia tampol pake buku tebal di tangannya.

"Aelis tau?"

"Engga."

"Oke."

Kan, engga jelas. Kia rasa percuma juga nyuruh buaya ini engga usah ngikutin dia. Bayangin udah lewat 6 bulan Kia terus kena recok cowok yang engga nyerah buat dapetin dia.

"Aelis tau engga?"

Kia nahan napas, sabar. "Apa?"

Rian kelihatan senang. "Aku baru putus sama pacarku yang ke- 15."

Refleks Kia noleh, lontarin tatapan tak berarti. "Yah terus?"

"Biar kamu tau ajah gitu. Sekalian mau cerita ternyata dia selingkuh," kata Rian seraya jalan di sebelah Kia.

Kia melirik pada bahu lelaki itu kini yang bersebalahan dengannya. Aroma mint college tercium membuat Kia membuang muka. Membiarkan buaya Arsitektur ini berceloteh panjang soal mantannya.

"Terus ketauan sama gue malah mohon-mohon buat engga putus, katanya khilaf tapi gue engga mau. Guenya kan juga brengsek hehe," kata Rian enteng.

Kia cuman ngehela napas. Berbelok ke lorong kiri menuju kelas. Demi apapun tatapan orang cukup mencolok mengarah ke mereka. Seakan mereka adalah objek yang terlalu menarik. Sampai terang-terangan ngelihatnya.

Hampir enam bulan pula Kia mengenal sosok Rian. Menurutnya memang ada sisi serius dari lelaki ini. Hanya saja hobinya dalam mengoleksi cewek cukup meresahkan. Lagian sampai sekarang Kia juga tidak merasakan lebih pada Rian. Kia hanya baru menerima keberadaan lelaki ini.

Terbiasa lebih tepatnya. Terkadang cowok ini datang, mulai cerita hal banyak yang suka bikin Kia kesal. Namun jauh dilubuk hatinya, ia cukup terhibur.

"Lo sadar brengsek yah."

"Makanya, gue ada niatan tobat."

Kia jelas lempar tatapan engga percaya yang didapatinya Rian tertawa. "Kemarin gitu, masih ajah."

"Namanya juga manusia."

"Nimiinyi jigi minisyi."

"Ahahaha lucu banget," ucap Rian seraya nepuk pundak Kia gemes.

Kia nepis pelan tangan itu. "Lo engga ada kerjaan apa deketin gue mulu, udah enam bulan nyerah ajah!"

"Ogah, susah-susah jalan di samping lo gini. Sebelumnya kan ditendang, dilempar, bahkan dipukul buku paket tebel noh!"

Kia ngeringis. Engga nyangkal semua perkataan Rian. Dulu Kia emang suka brutal karena suka kelewat emosi sama tingkah Rian.

"Gue masih engga suka sama lo."

"Pedes amat buaya," ringis Rian masang muka tatapan sok terluka.

Wajah Kia tertekuk masam. "Lo mending sama pacar lo ajah."

"Engga ahh, maunya sama lo."

Kia ngehela napas capek. "Gimana gue percaya lo, sedangkan lo ajah punya sana-sini. Emang lo kira gue engga tau lo deketin anak sini hah?"

Rian terhenyak, mengalihkan pandangan asal engga lihat iris cewek ini. "Itu khilaf."

"Oh, gue juga khilaf tau sih," sinis Kia.

Sektor 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang