DUA

5K 379 5
                                    

"Hanya bisa menutup luka. Menahan api cemburu. Memendam rasa kecewa. Karena mau marahpun aku sadar, 'siapa aku?'."

Ashel duduk sendirian di halte dekat sekolah, menunggu angkutan umum yang mengarah dekat kompleks perumahannya. Biasanya ia memanfaatkan ojek online untuk berangkat dan pulang sekolah, tapi sore ini request-nya di aplikasi ojek online tidak mendapat respons sehingga ia menuju ke halte bus. Ia memperhatikan sekeliling, angkutan umum belum juga datang. Suasana sepi. Ashel pun mulai gelisah.

"Sendirian aja neng"

Jantung ashel mendadak berdegup kencang seketika melihat dua preman berwajah sangar menghampirinya sambil tersenyum genit. Ashel berusaha mencari pertolongan tapi tidak ada satupun orang terlihat di jalan, ia makin panik.

"Biar nggak sepi. Abang temenin, ya!" Tutur preman berjenggot

Preman bertato melebarkan senyum genitnya "kok diam aja neng. Sariawan?"

Dua preman tertawa, ashel makin merasa tidak nyaman. Ketika dua preman semakin mendekat, ashel memberanikan diri menjauh. Langkah ashel terhenti saat preman bertato tiba tiba menyusul dan memblokir jalannya.

"Neng cantik mau kemana? Kok abang di tinggal" ashel membeku

Ashel takut. Ia bingung harus melakukan apa untuk menyelamatkan diri. Pikiran buruknya mulai menjalar kemana mana. Ia bergidik ngeri ketika membayangkan dirinya di culik dua preman, dibawa ketempat sepi dan di per-

"Maaf gue telat"

Pikiran buruknya seketika terhenti ketika seseorang datang dan merangkulnya dengan lembut. Seolah tidak menyadari keterkejutan ashel, orang itu menatap dua preman sambil tersenyum manis.

"Makasih, bang. Kalau nggak ada abang, pacar saya pasti mati gaya gara gara kelamaan nunggu"

Adel?

Eh sebentar. Barusan adel ngomong apa? Pacar?

Ashel melirik sosok adel yang berada di sampingnya. Dalam jarak sedekat ini meski harus sedikit menengadahkan kepala karena adel jauh lebih tinggi darinya, ia dapat melihat adel dengan sangat jelas. Dari posisinya sekarang, ia dapat melihat mata mungil adel yang selalu meneduhkan dan bibir adel yang rutin mengukir senyum manis. Pandangannya beralih pada tangan adel yang melingkar di bahunya. Jantung ashel kembali berdenyut kencang. Bahkan, kali ini lebih cepat dari sebelumnya.

Adel mengajak ashel pergi dari halte meninggalkan dua preman. "Jalan terus. Jangan nengok ke belakang. Mereka pasti masih merhatiin kita"

Ashel menurut.

Mereka berjalan berdampingan dalam suasana canggung. Ashel masih belum mempercayai momen ini. Di sisi lain, adel juga masih heran dengan tindakan impulsifnya merangkul ashel dan mengaku sebagai pacarnya.

Namun, ia pun tahu bahwa ini cara paling aman yang bisa di lakukannya untuk menyelamatkan ashel.

Setelah beberapa ratus meter berjalan menjauhi halte. Adel berhenti melangkah.

"Suka banget ya, lo di rangkul gini sama gue" goda adel.

Sontak ashel langsung melepas rangkulan adel dan mundur beberapa langkah, mengambil jarak dari adel.

"Makasih"

"Lo yang ganggu preman tadi? Atau lo yang di ganggu?"

"Ngaco!!" Ashel meninju bahu adel dengan keras sehingga terdengar suara ringisan dari mulut adel. "Mungkin gue aja yang terlalu cantik jadi di gangguan deh" ucap ashel dengan angkuh.

"Lo mau pulang bareng gue?" Tawar adel

"Modus lo"

"Mau nggak nih? Rumah kita kan searah" tanya adel, memastikan.

Ashel tertawa

"Kok lo ketawa? Gue nggak salah ngomong kan"

"Bukan cuma searah, rumah kita emang bersebrangan kali" adel menggaruk bagian belakang kepalanya, salah tingkah.

"Yaudah ayo" adel menarik tangan ashel namun langsung di tepis oleh ashel

"Kemana?" Tanya ashel heran

"Sekolah"

"Hah?" Ashel membulatkan matanya. Pasalnya jarak sekolah dari sini lumayan jauh. Dan adel mengajaknya kembali kesekolah dengan berjalan kaki?

"Lo pulang mau naik apa? Motor gue masih di parkiran"

Ashel memutar bola matanya malas. "Gue tunggu disini aja! Malas kalau ke sekolah, jauh."

"Mau gue gendong?"

"NGGAK!!" Ashel langsung pergi begitu saja, mendahului adel. Ia ingin cepat cepat sampai di rumahnya dan membaringkan badan di kasur empuk miliknya.

Adel mengejar ashel dengan berlari kecil "rusuh amat lo" adel mensejajarkan langkahnya dengan ashel

"Ashel!!!"

Adel dan ashel langsung membalikan badan mencari keberadaan seseorang yang meneriaki nama ashel

Ashel terkejut dengan keberadaan Gita yang ada di depannya. Gita langsung menarik tangan ashel ke sampingnya dan menatap Adel dengan tatapan sinis.

"Gue yang akan nganterin cewek gue pulang" Gita menarik tangan ashel, melewati adel dan sengaja membenturkan bahunya dengan bahu adel.

Adel merasa terganggu dengan kehadiran Gita yang tiba tiba dan ia juga sedikit tidak suka dengan kedekatan mereka. Adel mengukir senyum sinis di bibirnya.

***
sedari tadi ashel tidak berbicara dan hanya menundukan kepala

"Kenapa?" Hanya kata itu yang keluar dari mulut ashel. Bodoh? Memang. Ia tahu pasti Gita tengah marah padanya

Gita menggeleng

"Maaf"
Gita mengangkat dagu ashel agar ia bisa melihat mata gadisnya itu

"Kenapa bisa sama dia?" Gita masih memperhatikan setiap inci wajah ashel, ia takut untuk kehilangannya.

"Tadi aku di gangguin dua preman dan adel nolongin aku" jelas ashel. Ia kembali menundukan kepanya, ia takut jika Gita salah paham. Jantungnya kembali berdegup saat Gita menatapnya dengan tatapan tidak bersahabat.

"Aku nggak suka liat kamu deket deket sama dia!" Menyadari sikap canggung ashel, Gita memberi senyuman. "Mau makan?"

Ashel mengangguk antusias

***

Ada yang bilang keluarga adalah tempat kita berpulang, tempat kita bisa menemukan rumah dan merasakan kenyamanan.

Siapapun yang melontarkan pernyataan itu, Adel tidak sependapat dengannya. Sejak bunda dan papahnya bercerai pada saat adel berumur tujuh tahun, keluarganya pecah, dan hidupnya yang menyenangkan tiba tiba berakhir. Semuanya tidak lagi sama. Semuanya nampak berbeda.

Selain berpisah, bunda melanjutkan kehidupannya dengan menikah lagi, dan melupakan kehidupan sebelumnya yang pernah ia jalani bersama. Komunikasi adel dan bundanya terputus. Papah yang kemudian memainkan peran ganda sebagai ayah dan ibu, menenggelamkan diri dalam kesibukan di kantor. Papah selalu bekerja dan berada di kantor, jarang ada waktu untuk dirinya.

Adel memarkirkan motor klasiknya di halaman rumah, sebelum masuk kedalam rumah, ia menyempatkan diri untuk melirik rumah yang ada di sebrang sana, tepatnya rumah ashel. Belum ada tanda tanda kepulangan ashel, mungkin macet, pikir adel.

Adel memasuki rumahnya. Tetap sama, kosong, sepi dan tentram. Sudah hampir satu minggu adel tidak melihat papahnya dan selama seminggu itu juga adel tinggal sendirian.

























































kiw kiww

VOTE KUYY!

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang