EMPAT PULUH DELAPAN

956 112 6
                                    

Aku sudah menjadi sesabar yang aku bisa. Menjadi pengerti semaksimal mungkin. Bahkan aku menjadi seseorang yang bukan aku

Adel menghentikan motornya di depan cafe cakrawala, tempat dimana ia akan menemui bundanya setelah hampir satu bulan ia tidak melihatnya. Adel langsung masuk ke dalam cafe, ia menyusuri pandangannya mencari seseorang yang akan di temuinya. Tepat di meja paling pojok kanan, bundanya sedang duduk sembari memainkan ponsel, Adel langsung melangkah mendekat ia duduk di depan bundanya.

Bu dian menoleh ketika mendengar suara kursi bergerak, ia tersenyum ketika melihat Adel datang menemuinya. Dia kira Adel tidak akan datang.

"Reva" Pekik bu dian. "Bunda kangen banget sama kamu nak" Lanjutnya lagi dengan mata yang berbinar.

Adel hanya tersenyum kecut. Ia juga sama sangat merindukan bundanya, tapi ketika mengingat kejadian di mana bundanya pergi meninggalkan keluarga nya dulu membuat Adel mau tak mau hanya diam.

"Kamu udah makan? Mau pesan makanan apa?" Tanya bu dian menyodorkan daftar menu kearah Adel.

"Gak usah! Aku tadi udah makan" Tolak Adel

Bu dian sedikit melunturkan senyumnya mendengar perkataan dingin dari anaknya.

"Yaudah kalau gitu" Bu dian menutup kembali daftar menu itu.

"Ada apa?" Tanya Adel to the point.

"Bunda minta maaf karena gak datang pas waktu pemakaman papa kamu" Ucap bu dian. "Bunda gak tahu kalau papa kamu waktu itu meninggal! Bunda juga baru tahu dari Olla itu juga Olla tahu dari temannya" Lanjutnya.

"Iya gakpapa"

Bu dian meraih tangan Adel ia menghirup udara kuat kuat. "Kamu tinggal bareng Bunda ya" Pintanya

"Maksudnya?"

"Bunda akan mengambil kembali hak asuh kamu! Sekarang kamu tinggal bareng Bunda"

Adel menggeleng, ia tidak bisa. Adel tidak bisa serumah dengan mantan pacar Ashel di tambah lagi ia harus serumah dengan perempuan yang telah merebut kebahagiaan keluarganya. Ia tidak akan bisa.

"Reva! Bunda berhak atas hak asuh kamu. Maafin semua dosa Bunda nak. Bunda minta maaf sama kamu! Please, tinggal sama Bunda sayang. Beri Bunda kesempatan untuk bisa bahagiain kamu" Tutur bu dian tulus.

"Aku gak bisa Bun" Adel melepaskan genggaman bu dian. "Dari dulu aku biasa hidup sendiri! Setelah Bunda pergi, papa jarang pulang. Itu yang ngebuat aku bisa hidup tanpa kalian"

Bu dian meneteskan air mata mendengar perkataan menyakitkan yang keluar dari mulut anaknya sendiri.

"Kalau gak ada yang perlu di omongin lagi aku mau pulang dulu Bun" Pamit Adel ia berdiri dari duduknya.

"Reva" Lirih bu dian

Sungguh Adel tidak bisa membiarkan air mata itu jatuh dari kelopak mata Bundanya. Tapi ia juga tidak bisa melakukan apapun sekarang, Adel sangat ingin menghapus air mata itu dan menggantikan nya dengan air mata kebahagiaan bukan penderitaan.

.
.
.

Pagi harinya Ashel langsung pergi kerumah Adel untuk mengajaknya berangkat sekolah bersama. Ia tidak sempat sarapan tadi karena takut jika Adel akan meninggalkan nya. Ashel sudah beberapa kali mengirim pesan pada Adel namun tak satu pun pesan yang Adel balas bahkan telpon nya pun tak Adel angkat.

Ashel masih setia mengetuk pintu rumah Adel, berharap cewek itu yang membukakan pintu untuknya. Namun hasilnya nihil! Harapannya tak sesuai dengan kenyataan yang membukakannya adalah Naura, sepupu Adel.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pesan TerakhirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang