"Lucu rasanya ketika ikatan darah itu tak lagi memiliki arti, jika nyatanya bersama orang asing jauh terasa lebih aman dan menyenangkan hati."
Ingin rasanya Adel lari dari dunia. Kenyamanan, keharmonisan dan keamanan yang di miliki Oniel jauh berbanding terbalik dari kehidupan yang di miliki Adel. Keluarga Oniel yang utuh, orang tuanya yang sangat menyayangi Oniel membuat Adel iri. Dia cemburu dengan kehidupan keluarga yang harmonis, bahkan seminggu ini Adel tidak melihat papahnya pulang. Bahkan saat ia sedang sakitpun, tidak ada yang menyuapinya makan seperti sekarang ini, Oniel sedang di suapi mamanya. Bukannya Adel lebay, tapi ia merindukan keluarganya yang dulu, keluarga yang terlihat sangat harmonis itu pun kini berubah menjadi hancur hanya karena penghianatan sang bunda.
Ingatan Adel tentang masa lalunya buyar ketika Ara berucap untuk meledek Oniel
"Udah gede di suapin" ledek Ara saat ia melihat Oniel sedang di suapi mamanya.
Bu sintia, mama Oniel hanya tersenyum. Dari dulu Oniel adalah anak kesayangannya, ketika Oniel jatuh sakit seperti ini, dia harus menjadi orang pertama yang menolongnya, itu lah bukti kasih sayang seorang ibu.
"Sirik aja lo" lirih Oniel.
"Yaudah kalau gitu, tante keluar dulu, ya! Mamah keluar, ya sayang." Pamit bu sintia, sebelum pergi bu sintia menyempatkan diri untuk mengelus puncak kepala anaknya dan mencium keningnya. Ia memberi waktu mereka untuk mengobrol, kedua teman anak bungsunya itu sering main ke sini jadi bukan hal biasa jika mereka bertengkar kecil.
"Unch. Anak mamah cini peyuk duyu" ledek Ara menirukan suara anak kecil sembari merentangkan tangannya dan berjalan mendekati Oniel untuk memeluknya
"Apa sih lu" dengus Oniel kesal, ia menepis tangan Ara dengan kasar.
"Anak mamah manja banget" Ara merebahkan tubuhnya di samping Oniel. Oniel tidak mengubris ucapan Ara, ia melirik Adel yang sedari tadi diam duduk di sofa yang berada di kamarnya, tatapan Adel kosong membuat Oniel kebingungan sendiri.
"Lo kenapa dell?" Ara melirik Adel saat mendengar suara Oniel menanyai Adel.
"Hah? Nggak kok!" Adel berjalan menuju kasur Oniel lalu duduk di samping Oniel.
"Gue pulang dulu! Lo cepet sembuh" pamit Adel. Ia menepuk bahu Oniel sekilas setelah itu Adel melegang pergi.
"Adel kenapa raa?"
"Mana gue tau, tadi pas kesini dia baik baik aja" tutur Ara tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya.
***
Seorang wanita terduduk di lantai balkon kamar yang dingin. Udara yang dingin tidak sebanding dengan aura dingin yang ia pancarkan semenjak kepergian sang bunda dari hidupnya.
Tatapannya menerawang jauh kedepan. Tatapan yang menyiratkan kesedihan, kehampaan dan kekosongan. Hanya keheningan dan kesunyian yang menemani setiap harinya.
Awan awan hitam berkumpul membuat langit berubah menjadi kelabu. Cuaca juga seperti mendukung suasana hatinya. Bayang bayang masa lalu terus menghantui setiap malamnya, membuat ia terjebak atas luka masa lalunya.
Seorang wanita kecil yang terbalut seragam putih merah berjalan santai memasuki perkarangan rumahnya. Sepanjang jalan, bibir mungilnya senantiasa mengukir senyum.
"Assalamualaikum" salamnya dengan riang lalu menyimpan sepatunya ke dalam rak sepatu
"Bun? Bunda dimana?"
Karena tidak ada sahutan dari dalam. "Bunda di mana sih?" Teriaknya sekali lagi dengan keras
Kaki jenjang miliknya mengantarnya ke depan pintu kamar bundanya. Tangannya terulur mengetuk pintu dengan tidak sabar, tidak ada jawaban dari dalam kamar, wanita kecil itu langsung masuk ke dalam kamar bundanya, namun kamarnya kosong.
![](https://img.wattpad.com/cover/308295082-288-k734641.jpg)