Talk and Their Madness

169 38 3
                                    

"Apa?" Nindy mengangkat alisnya pas Rean ngeliatin dia saat mereka lagi nunggu pesenan nasi goreng.

Rean senyum sekilas dan menggeleng. "Lo yakin lo ikut gue cuma karena pengen nasi goreng? Meskipun lo tau kalo lo minta tolong Jayden atau Jian buat nganterin lo ke sini, pasti mereka mau. Dan lo bukannya pura-pura nggak liat pas Wina sama Alice sinis banget sama gue pas lo bilang mau ikut gue."

Nindy mengalihkan mata dari ponselnya ke mata Rean. "Kalo gue bilang gue ngasih lo kesempatan buat ngomong apa yang pengen lo omongin gimana?"

Rean yang sedang menyeruput es lemonnya seketika tersedak. Setelah batuknya reda, dia natap tajam ke Nindy. "Lo serius? Kenapa nggak bilang dulu sih, gue nggak ada prepare apapun tau, Nin."

"Emang lo harus prepare apaan buat ngomong sama gue?" Nindy bertanya heran.

"Mental hehe."

Nindy tertawa sekilas lalu tatapannya berubah serius. "Go ahead. I'm listening."

Rean menoleh ke sekeliling, warung nasgor ini cukup ramai tetapi mereka memilih tempat di paling ujung. Jadi sepertinya aman. "Gue ehm, Nin. Ntar dulu abangnya mau nganterin pesenan. Makasih bang." Setelah si abang nasi goreng pergi dari meja mereka, Rean berpura-pura menata sendok garpu di piringnya dan piring Nindy, lalu berdehem. "Kalo gue minta kesempatan kedua buat kita, lo mau nggak, Nin?"

Nindy menatap Rean dengan pandangan bertanya. Jujur ia kaget meskipun ia merasa cowok ini bakal menanyakan tentang itu. "Gue nggak tau, gue belum mikirin soal itu. Tapi, kasih gue alasan kenapa gue harus ngasih kesempatan itu?"

Rean berpikir. "Karena lo masih sayang sama gue?" Tanyanya dengan nada jenaka. "Do you?"

Nindy tertawa dengan sebelah bibirnya. "Pede amat lo."

"Sebenernya lebih ke gue yang masih sayang sama lo, Nin. Tapi gue bodoh baru sadar setelah lo ninggalin gue."

Cewek itu memakan sesuap nasi gorengnya. "What if I said we better be friends now?"

Rean merasa sedikit kecewa, tetapi ia sadar kalo dia sendiri yang awalnya bikin Nindy kecewa karena sikapnya. "Tapi, will you see someone else kalo kita jadi temen?"

Dengan kening berkerut Nindy menjawab. "Why not? Tapi gue sepertinya nggak ada pikiran buat in a relationship sih, seenggaknya sekarang."

Rean menghela napas, dia tau Nindy pasti sangat meragukannya. Tapi dia nggak rela kalo Nindy sama orang lain. "Gue mau sih jadi temen lo."

Penggunaan kata 'sih'-nya agak terdengar aneh di telinga Nindy. Tapi bodo amatlah, yang penting dia lagi nggak pengen nerima Rean.

"Nin," Rean memanggil gadis itu yang sedang makan nasi gorengnya. "Lo bisa nggak jangan deket-deket banget sama Jian?"

"Kenapa?"

"Dia suka sama lo."

Uhuk uhuk Nindy terbatuk-batuk. "Ngaco. Mana suka Jian cewek kayak gue."

"Lo cantik lagian, siapa yang nggak suka sama lo."

Nindy bingung. "Lo kesambet apa sih, kak, jadi bucin gini sama gue?"

"Gue sayang lo, tau, Nin." Rean kini tersenyum manis pada gadis itu yang bergedik ngeri.

"Kak Rean diemmmm."

Rean terkekeh dan mencubit pelan pipi tembam mantan ceweknya itu. "Salting ya? Pipi lo merah tuh."

Nindy menjauhkan wajahnya dari tangan Rean. "Dih jauh-jauh sana."

Rean menyesali kenapa dia bisa nggak sadar kalo sebenernya dia sayang sama Nindy. Kali ini dia harus bisa ngeyakinin Nindy kalo dia serius. He should get her back. Begitu yakinnya dalam hati.

Stuck on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang