Complicated

120 23 2
                                    

Perkuliahan kelas Nindy hari ini selesai jam 6, dia sekarang lagi jalan bersisian sama Jian. Acara inaugurasi dimulai pukul 7, jadi dia sama Jian mutusin buat cari makan malem sekarang.

"Mau di kantin apa di luar, Ji?" Nindy ngecek ponselnya. Wina ngajakin dia makan di warung ketoprak di depan kampus. "Wina ngajak di ketoprak depan, mau?"

Jian cuma ngangguk aja, dia lagi nggak mood milih-milih makanan dan males mikir. "Ngikut deh."

"Lo gapapa?" Nindy tanya sambil berhenti jalan dan ngeliat cowok itu dari samping. "Dari pagi lesu banget."

Jian senyum selebar yang dia bisa. "Gue gapapa, lagi agak badmood, Nin. Sorry."

Nindy ngeliat itu malah berusaha bikin mood Jian naik. Agak nggak bisa dia ngeliat Jian yang biasanya agak bawel kalo sama dia, terus jadi pendiem kayak gini. Dia gandeng tangan Jian, terus setengah narik cowok itu. "Beli jajanan dulu yuk. Gue yang traktir." Dia sambil noleh ke Jian yang sekarang keliatan senyum lebih lepas dibanding yang tadi.

Sebenernya Jian agak khawatir kalo orang ngeliat Nindy buruk karena dia dikenal anak kampus sebagai mantannya Rean. Tapi ngeliat Nindy yang gandeng dia dan ceria gini tanpa peduli pandangan orang-orang yang di koridor, Jian jadi pengen ngikutin Nindy. "Call! Gue pengen es coklat, seblak, sama roti bakar." Dia semangat nyebutin jajanan yang dia pengen.

"Agak maruk ya, pak. Tapi karena gue baik, yuk beli." Ekspresi Nindy yang berubah dari julid, mikir, terus semangat bikin Jian ketawa. This boosts his mood to its highest.

***

Nindy sama Jian selesai makan bareng Wina sama Jerry pukul 18.45. Sekarang mereka lagi menuju ke acara inaugurasi di lapangan bola kampus.

Acara inaugurasi ini sebenarnya kayak pengukuhan si mahasiswa baru jadi status mahasiswa aja. Sekalian hiburan sih kalo kata mereka. Soalnya acaranya agak santai kayak festival, ada pertunjukan dari ukm seni, band kampus.

Dari pengeras suara di panggung, seluruh penonton yang tidak hanya mahasiswa baru diinstruksikan untuk mendekat ke panggung. Astrid, salah satu panitia yang juga dikenali Nindy sebagai anak BEM mulai memandu acara.

"Selamat malam adik-adik mahasiswa baru," sapanya yang dibalas para penonton. Kemudian acara dilanjutkan dengan sambutan dari perwakilan rektor, presiden mahasiswa, dan akhirnya tiba di sambutan Rean selaku ketua pelaksana.

Jujur Nindy teringat saat dulu dia jatuh ke Rean. Dia ngerasa Rean emang born to be an activist. Saat ospek Rean adalah koordinator acara, tentu saja dia sering ngasih arahan buat para maba. Jadi, dari situ Nindy terpesona sama cara cowok itu berbicara di depan publik. Tapi kali ini berbeda, dia cuma tersenyum singkat sambil dengerin pidato Rean.

"Last but not least, silahkan buat semua adik maba, eh bukan ya abis diresmiin jadi mahasiswa 'aja' sama pak warek. Jadi buat mahasiswa tingkat satu, silahkan dinikmati pertunjukan yang udah disiapkan kakak tingkat kalian. Juga ada tenant dari seluruh ukm, silahkan dilarisin. Sekian dari saya, Rean selaku ketua panitia. Terima kasih. Selamat malam."

Acara inaugurasi dimulai dari ukm seni yang nampilin tari adat dan juga paduan suara, terus ada drama musikal. Nindy daritadi sampe sekarang nggak berkata sepatah katapun. Jadi Jian juga cuma mengamati gimana cewek itu menikmati acara. Beda banget sama dia yang jujur pusing karena dia nggak terlalu suka sama keramaian. "Nin," panggilnya agak keras. Nindy dengerin dan langsung dongak ke Jian. "Gue nepi dulu ya? Agak pusing soalnya."

Nindy ngeliat Jian yang berkeringat cukup banyak pun ngerti. Pas Jian mau berbalik, dia narik tangan cowok itu. Dia mau nemenin Jian. "Sama gue."

Jian duduk di bangku beton deket pohon sambil nyeka keringat pake tangan kiri, dan minum es nya. "Sorry ya, Nin gue ganggu lo. Padahal lo keliatan enjoy banget."

Nindy ngeliat Jian yang agak kewalahan nyeka pake tangan kiri. Dia ambil tisu baru dan menyeka keringat di seluruh wajah cowok itu. Dia natap mata Jian agak lama.

Mungkin hanya satu bintang yang dapat menghiasi hatimu
Dan jangan pernah engkau siakan
Seseorang yang ada di hatimu

Pastikan hanya ada satu bintang yang selalu menyinari jalanmu
Hingga akhirnya kau sadari
Dirikulah yang ada di hatimu

(Satu Bintang - Antique)

Sepenggal lirik lagu itu membuat Nindy merasa berdebar, jadi dia menjauhkan tangannya dari wajah Jian. Dia menoleh ke arah panggung, ternyata Arjuna si alumni ketua UKM Seni yang menyanyikannya.

"Thanks guys," kata Arjuna setelah selesai menyanyikan lagu itu. "Anyway ini request dari ketua pelaksana tercinta." Ucapnya lalu tertawa saat melihat Rean di kanan panggung. "Teruntuk yang dikode sama Rean, semoga peka." Candanya yang disoraki semua penonton.

Rean tertawa lalu matanya mencari keberadaan Nindy. Saat menemukan cewek itu duduk di sebelah Jian, dia tertegun sejenak tak lama kemudian menggerakkan mulutnya tanpa suara. Jika tak salah tangkap, Nindy mengartikannya sebagai. "Buat lo lagunya, hope you understand." Tapi cewek itu nggak merespon apapun.

Jian yang baru aja ngerasain seneng karena Nindy nemenin dia, sekarang ngerasa galau lagi. Terlebih dia bisa tau Nindy yang meskipun nggak merespon Rean, tetapi mata bersinar cewek itu nggak bisa menutupi kalo dia juga ngerasa seneng.

***

Nindy pamit ke Jian mau ke toilet sama nyariin Wina. Temennya itu katanya mau dokumentasiin semua sesi acara buat tugas mereka, karena Jerry si pacar temennya itu jago megang kamera. Jadilah Nindy iyain aja mau si Wina.

Kali ini Nindy nyariin Wina dimanapun nggak ketemu, jadinya dia cuma ngeliat-liat tenant dan dekorasi sepanjang koridor menuju lokasi utama acara. Dia sempet menoleh ke taman perpustakaan, sempet bergidik takut ada yang tiba-tiba muncul. Tapi dia menyipitkan matanya, ada yang bergerak di sana. "Itu manusia bukan ya?" Gumamnya. Rasa penasarannya makin besar saat matanya menangkap bahwa gerakan itu berasal dari dua orang.

Ia mendekat dan berusaha tetap bersembunyi agar tak ketahuan. Matanya melebar saat menyadari siapa dua orang itu. Dia hampir terduduk saat melihat pergerakan selanjutnya dari orang-orang itu. They're kissing. Rean dan Alice. Nindy hampir benar-benar terduduk kalo nggak ada seseorang yang tiba-tiba narik tangannya buat menjauh dari tempatnya tadi.

"Lo pasti kaget banget." Ujar seseorang itu yang ternyata adalah Jayden. Awalnya Nindy kira orang yang menariknya adalah Jian.

Nindy cuma menggeleng. Namun sebenarnya kalo boleh jujur dia kaget. Sejak kapan. Dia lebih nggak percaya lagi saat ngerasain sedikit nyeri di dada kirinya. "No, totally fine. Who I am to surprise?"

Jayden menarik gadis itu ke pelukannya. "Gue tau lo ngerasa agak kecewa setelah dia ngumumin kayak gitu tadi pagi. Tapi jangan, Nin, he doesn't deserve your tears. Banyak orang yang sayang sama lo termasuk gue. Dan gue nggak bisa liat lo sakit hati karena bajingan macem dia."

"Jayd?" Nindy agak terkejut dengan perkataan sohibnya ini. "As a friend right?"

"No, as a girl." Jayden menatap gadis itu dalam. "Gue cuma confess, jangan ngerasa terbebani. Gue anterin ke Jian yuk."

Nindy menahan Jayden yang menariknya. "Jayd, sorry."

Jayden menggeleng, kali ini dia menangkup wajah Nindy dengan tangannya. "Gue udah seneng banget jadi sahabat lo, jadi jangan berubah. Gue tau lo sayang gue sebagai temen, it's fair enough, Nin."

Nindy ngeblank. Dia bingung harus merespon gimana hal-hal ini. Jian, Rean, Alice, juga Jayden's confession. "Gue nggak tau harus bereaksi gimana. Tapi, thanks, Jay."

Jayden mengacak rambut Nindy dengan sayang lalu merapikannya lagi. "Pay me with your happiness, Nin. Itu bakal bikin gue lega. Tapi nggak sama Rean. Kalo Jian nggak bisa, bilang ke gue. I'll make you fall for me."

Kali ini Nindy cuma bisa memeluk Jayden seerat yang dia bisa. Karena dia nggak tau harus ngomong gimana. This is complicated, but know that someone says they love you— warms your heart and fades your pain.

Lebih kompleksnya, Jian menyaksikan dan mendengar itu semua. Dari Nindy yang ngeliat Rean dan Alice sampe Nindy pelukan sama Jayden. Jian ngerasa his existence never means a lot buat Nindy.

Stuck on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang