Get Caught

30 7 0
                                    

Jian baru merasakan kakinya agak pegal setelah ia berjongkok di antara dua nisan di kanan kirinya. Ia menatap nisan itu sekali lagi dan berdiri. Sepertinya sudah cukup lama ia berada di sini. Ia menolehkan kepalanya mencari keberadaan Sharon yang tadi datang bersamanya. Gadis itu membeli bunga dari penjual tak jauh dari tempatnya.

"Kak Ji, nih." Ia menyodorkan buket berisikan melati putih yang hanya tersisa tangkai bunga saja. Jian menerimanya dan mulai menaburkannya di kedua nisan itu. "Star udah buka kah, Kak? Ayo mampir sebentar."

Jian sempat ragu karena ia belum pernah ke sini sepagi ini. Namun ia coba jika saja ia bisa bertemu Neneknya Dianne atau Dianne untuk sekedar say hi. "Belum buka kayaknya, tapi boleh deh sekalian nyapa Dianne."

Mereka melangkahkan kakinya menuju Star, lampu-lampu di teras sudah dimatikan. Sekarang pukul tujuh pagi, terlalu pagi sebenarnya untuk sebuah restoran. Namun ia agak terkejut ketika pintu restoran tiba-tiba terbuka.

"Hah, Kak Jian. Gue kaget."

Jian tertawa. Ia juga terkejut, Dianne membalik tulisan Closed menjadi Open. "Kalian dateng di waktu yang tepat, gue baru aja mau buka. Ngomong-ngomong kebetulan banget, gue bawa orang yang jadi temen gue sekarang." Dianne memanggil seseorang dengan 'Nin', Jian berharap bukan gadis itu. "Ah Nindy lagi bantuin di dapur nih, masuk aja sini."

Jian diikut Sharon masuk dengan canggung dan mengambil tempat duduk di dekat jendela yang biasanya. "Mau pesen apa, Sha?"

Sharon tampak berpikir. "Aku tadi udah sarapan, jadi pesen dessert satu aja nanti berdua sama Kak Ji."

Jian mengangguk lalu berniat memesan. Ia sampai di tempat dimana Dianne menyimpan menu. Namun bukan Dianne yang ia temukan namun Nindy. Gadis yang tidak ia kira akan bertemu di sini. "Gue bisa pesen ke lo?"

Nindy mengangguk. Ia jujur merasa gugup apalagi setelah pesan yang ia kirimkan pada Jian dan belum dibalasnya. "Ah ke gue bisa."

"Lo kerja di sini sekarang?" Bukannya menyebutkan pesanannya, Jian malah bertanya hal lain. Nindy hanya mengangguk tanpa menjawab apapun. Ia membuat Jian mengalihkan topik. "Oke sorry gue terlalu kepo, gue pesen nasi goreng ya. Sama muffin. Ah air putihnya dua." Jian tersenyum tipis dan menyodorkan kartu debitnya pada Nindy.

Nindy hanya mengambil kartu itu lalu menyebutkan nominal pesanan Jian. "Ada tambahan?"

"Lo udah sarapan?"

Lagi-lagi Jian menanyakan hal yang tidak ada hubungannya. "Udah. Kalo udah nggak ada tambahan, saya akan proses pesanan anda." Ia mengembalikan kartu Jian dan menyelipkan selembar struk. "Silahkan ditunggu."

Jian tersenyum sekilas meski ia merasa ingin menggoda Nindy terus-terusan. Ia tahu ini konyol, namun melihat Nindy tiba-tiba membuatnya bersemangat. Ia merindukan gadis itu.

Ia kembali ke tempatnya dan disambut tatapan tanya oleh Sharon. "Kok lama kak?"

Jian menggeleng. "Bingung milih menunya." Jawabnya singkat.

Yang mengantarkan pesanan mereka adalah Nindy. Sharon menatap gadis itu tajam namun disamarkannya. "Loh kak Nindy kerja di sini?"

Nindy hanya mengangguk singkat. "Iya baru hari ini."

"Wah kebetulan banget aku juga baru habis dari makam om dan tante, orang tuanya Kak Jian nih."

Nindy tak tahu menjawab apa. "Ah iya. Selamat menikmati. Silahkan panggil saya kalo ada request tambahan." Lalu ia berjalan kembali ke balik kasir. Jian mengamati kepergiannya.

"Kak Jian kelas siang?" Jian mengingat-ingat jadwal kelasnya hari ini.

"Iya jam sebelas nanti. Aku anter kamu ke kampus terus aku balik kontrakan bentar ya."

Stuck on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang