Setelah mikir lama banget semaleman, akhirnya Nindy mutusin besoknya berangkat kuliah. Sebenernya dia pengen aja skip dulu, tapi sayangnya lagi masa ujian semesteran. Udah cukup sehari kemarin dia nggak bisa masuk karena sakit, dan dia udah kepikiran harus ikut ujian susulan.
Untung aja mata kuliah ujian kali ini full teori, jadi dia semalem cuma baca-baca dikit buku catatannya.
Nindy agak bersyukur dia sampai sejam lebih awal dari jam ujiannya, tapi dia juga menyesali ternyata badannya belum sepenuhnya fit. Dia lagi jalan sendirian ke arah gedung fakultasnya, sialnya ruang ujiannya di lantai tiga. Kenapa rasanya jauh banget, anjir.
Sambil menutup kepalanya dengan tudung jaket, dia berjalan perlahan. "Eh Nin." Hampir saja Nindy tersandung kalau tangannya tidak ditarik seseorang.
"Hah Kak Rey, ngangetin gue."
Rean mengalihkan pandangannya pada wajah Nindy yang masih agak pucat. "Masih sakit?"
Nindy menggeleng. "Udah mendingan. Makasih ya."
Rean mengangguk. "Gue anter sampe kelas?"
Nindy melirik ke sekeliling mereka, beberapa orang sedang berbisik-bisik. Dia menghela napasnya. "Gue sendiri aja, deket kok ruangannya."
Rean terlihat berpikir. "Lo selesai ujian jam berapa? Lanjut kuliah nggak?"
Nindy menggeleng. "Jam 11 kak, ujian dua makul. Abis itu gue mau balik."
"Baliknya gue anter ya? Gue selesai jam 10 nih."
Akhirnya Nindy mengangguk. "Kalo nggak ngerepotin boleh." Pikirnya karena ia sendiri tidak sanggup kalau harus jalan kaki pulangnya saat badannya lagi kayak gini. "Udah sana balik, Kak. Semangat ujiannya."
Rean mengacak rambut Nindy gemas. "Lo juga, Nin. Gue balik gedung dulu."
Nindy mengamati hingga punggung cowok itu hilang dari pandangannya. Sorry, Kak Rey. Lalu ia melanjutkan perjalanan menuju ke ruang ujiannya di lantai tiga.
Nindy maupun Rean nggak sadar kalo sedari tadi ada yang mengamati mereka dengan tatapan tajamnya.
***
Nindy masih harus berjuang di anak-anak tangga menuju lantai 3. Untuk melewati tangga menuju lantai 2 aja dia butuh waktu hampir sepuluh menit, karena dia ngerasa kepalanya masih agak berat. Nggak lucu dong kalo tiba-tiba dia jatuh dari tangga gara-gara maksain jalan cepet.
"Masih jauh apa ya, sumpah orang-orang napa pada berangkat pagi banget sih." Ah sebenernya di kampusnya ada lift kok, cuma sialnya dia nggak bisa masuk terus gara-gara pada bar-bar nyerobot dia.
"Tinggal setengah lagi nih, fighting, Nin." Ujarnya karena telah sampai di setengah tangga menuju lantai 3.
Entah gimana awalnya, Nindy ngerasa pusing banget dan pandangannya berkunang-kunang. Dia hampir aja jatuh kalo seseorang nggak nahan dia. Nindy reflek tersadar. Dia reflek pengen berdiri pas liat siapa yang menahannya tadi. Jian.
"Eh thanks, Ji. Gue gapapa kok."
Jian ngelepasin dirinya dari Nindy. Untung aja sepi jadi mereka nggak jadi bahan gosip pagi ini. "Lo masih sakit kenapa masuk?"
Nindy nggak menatap mata cowok itu. Dia keinget apa yang terjadi antara dia sama Jian beberapa waktu lalu. "Udah enakan kok."
Jian mendengus. "Lo kalo nggak ada gue keknya kepala lo bakal nyium lantai deh."
Nyebelin amat ni orang. Rutuknya. "Serah lo." Nindy males nanggepin dan berniat ngelanjutin melangkah ke ruangannya. "Apasih?" Katanya ketika tangannya ditahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck on You
Fanfiction"Lo pasti udah pernah denger ini, balikan sama mantan tuh ibarat lo baca buku yang sama. Endingnya tetep sama. Nggak ada yang berubah sama alurnya." "Tapi gue nggak akan tau kalo nggak ngebuktiin sendiri." "Dengan balikan sama mantan lo? Kenapa sih...