A Gift

29 10 0
                                    

Nindy, Wina, dan Alice sedang berkumpul di kamar Wina. Alice sibuk merebahkan dirinya di ranjang Wina sambil scrolling ponselnya. Sedangkan Wina, si empunya kamar duduk di karpet bersandar pada ranjangnya. Di sebelahnya, Nindy dengan posisi yang sama. Hanya saja kepala gadis itu menghadap langit-langit.

"Jadi lo tiba-tiba lengket banget sama mantan lo, yang tadinya lo bilang deket sama Jian, sampe jadian bentar. Terus abis itu tiba-tiba Rean deket sama lo setelah putus sama Jian yang nggak tau kenapa. Terus sekarang dideketin Rean yang lo bilang ke kita udah balikan, tapi nyatanya lo belum nerima dia lagi?" Tanya Alice setelah meringkas cerita Nindy. "Lebih ribet daripada Cinderella ya percintaan lo."

Wina terkekeh. "Nggak ribet, Lis, sebenernya. Kalo temen lo ini dari awal dideketin mantannya nggak nanggepin."

Nindy berdecak sebal. "Terserah deh, gue pusing." Ia kemudian kembali fokus pada webtoon yang ia baca.

"Nin," panggil Wina pelan. "Jangan terlalu dalem. Sampe lo yakin sama orang itu. Jangan kasih semua perasaan lo. Jangan sampe lo sedih banget karena lo kasih perasaan ke satu orang itu."

Nindy mencerna perkataan Wina. Benaknya memutar memori tentang saat ia bersama Rean di awal masa kuliahnya. Ia melihat Rean sebagai orang yang ia kagumi dan ia menyukainya tanpa berpikir bahwa Rean mungkin akan menyakitinya. Sekarang ia malah ditunjukkan bahwa Rean justru menyayanginya. Dia bergantung pada Nindy, begitu katanya kala itu.

"Rean nggak berniat nyakitin gue." Nindy tiba-tiba mengatakannya. "Dia punya masalah yang bikin dia jadi tergantung sama gue. Let's say family issue. He pushed me away karena pengen lepasin gue."

"Sounds dramatic. Agak toxic, Nin. Kenapa harus drama segala sih?" Ucapan blak-blakan Alice direspon tepukan cukup keras di dahinya dari Wina.

Nindy menghela nafasnya. "Gue tau, kadang kita nggak sengaja pake cara bodoh karena cinta sama seseorang, kan?"

"Emang Jian nggak pake cara itu juga?" Wina tiba-tiba menyahut. "Dia juga bisa aja jatuh terlalu dalam ke lo, jadi dia berusaha menjauhi lo?"

Nindy menatap Wina dengan tatapan memelas. "Bisa nggak jangan nambah-nambah pikiran gue?"

Hal yang dikatakan Wina ada benarnya. Ia ingat betul perkataan Jian padanya saat bilang mereka sudah selesai. Namun ia mengatakan masih mencintai Nindy. Sialan, kenapa ia harus tiba-tiba mikirin Jian.

Wina mengendikkan bahunya. "Udah ya, Nindy. Intinya ikutin kata hati lo. Jangan memilih kalo lo nggak yakin. Mereka berdua pasti punya alasan, lo juga pasti punya alasan."

Alice yang sedari tadi diam pun angkat bicara. "Bener sih, gue rasa Jian dateng pas lo patah hati karena Rean bukan tanpa alasan. Rean dateng lagi saat Jian lagi ragu buat sama lo, itu juga bukan kebetulan. Tinggal lo aja sih lo memilih mereka saat itu karena apa? Mana alasan dari itu yang bikin lo pengen sama salah satu dari mereka buat waktu yang lama?"

Wina bertepuk tangan. "Bravo, Master Alice." Tatapannya seperti seorang ibu bangga melihat anaknya berprestasi.

Nindy terdiam. Perkataan Wina dan Alice memenuhi isi pikirannya. "Gue ngilang aja nggak sih kalo gini?"

"Ngilang lagi, gue bakal seret lo dari tempat sembunyi lo."

***

Sepertinya mau menghindar saja, realita tidak merestui Nindy melakukannya. Ia terlambat masuk kelas pertama di hari Selasa. Ia sampai di kelas saat jam menunjukkan pukul 07.59, semenit sebelum bel berbunyi.

Nindy masuk di ruang 2.1, ruang kelasnya hari ini. Seluruh tempat duduk penuh. Hanya ada tempat di paling depan dekat meja dosen yang kosong. Ia makin sebal ketika bangku sebelahnya adalah Jian. Ia melangkah gontai ke satu-satunya kursi yang kosong itu. "Gue duduk sini ya." Katanya dengan nada datar.

Stuck on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang