Misaimed

96 14 1
                                    

Warning: part ini panjang bgt hehe

***

Jian lagi asik nonton series di laptopnya ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia menatap bingung pada tampilan ponselnya.

Kemudian ia mem-pause series yang tadi ditontonnya lalu mengerutkan keningnya. "Apa maksudnya?"

Tak lama setelah itu, seseorang mengetuk pintu kamarnya dan masuk begitu saja.

"Gue mau ngomongin sesuatu sama lo." Nindy duduk di kursi belajar Jian. Jian hanya diam dan mengangkat alisnya. "Soal yang lo bilang beberapa waktu lalu, lo ngerasa aneh sejak itu?"

Jian menggeleng. "Gue nggak ngerti ini soal yang mana? Lagian lo tuh ya, orang ngetuk pintu nanya dulu boleh masuk nggak, lo main masuk-masuk aja." Katanya dingin.

Nindy mendengus. "Gue lagi nggak pengen basa-basi elah. Soal cerita lo waktu di rumah lo itu, lo ngerasa ada yang kayak diikutin seseorang atau dikontak bahkan diteror?"

"Kenapa lo tiba-tiba bahas ini?" Ia merespon cepat— terlalu cepat dan membuat Nindy curiga.

"Kak Rey ngeliat ada orang di luar, katanya lagi ngintai rumah ini. Lo yakin nggak ada orang yang tau kalo as Joanes lo masih hidup?"

Jian mengangguk. "Gue bahkan liat sendiri surat keterangan kematian yang dititipin ke ayahnya Sharon."

Nindy menggeleng heboh. "Lo malsuin kematian lo?"

Jian mengendikkan bahunya dan berjalan ke balkon. "Lo liat mini cooper brown itu? Dia udah ngikutin gue sejak kita ke rumah waktu itu. Bahkan ngukutin gue waktu nganterin ke petcare."

"Siapa dia? Lo kenal?"

Masih menimbang antara harus bercerita atau tidak, akhirnya Jian mengangguk. "Dia adik tiri ayah gue. Namanya Rjez. Satu-satunya yang diuntungkan kalo ayah gue nggak ada adalah dia. Karena gue pernah denger ayah masukin nama dia di daftar wasiat. Om Yohan, papanya Sharon udah ngasih sesuai keinginan Papa. Dia dapet saham di perusahaan Papa, uang sama properti yang kalo ditotal hampir 12 triliun rupiah."

Nindy melebarkan matanya. "Terus? Dia masih berusaha ngejar-ngejar punya lo?"

Jian mengangguk. "Mungkin juga. Gue nggak tau apa aja yang diwarisin orang tua gue ke gue. Tapi kata Om Yohan memang segitu gedenya, beliau bilang ke Rjez kalo bagian gue udah dimasukin ke perusahaan. Nggak ada yang dia sembunyikan karena gue udah mati."

Nindy terdiam. Ternyata seribet ini cerita Jian. "Tapi nama lo? Nggak mungkin orang nggak curiga kalo nama orang yang tercatat udah mati tiba-tiba lo pake buat daftar sekolah dan kuliah?"

Jian tersenyum tipis. Dia tau Nindy akan peka sama hal itu. "Nama gue aslinya bukan Jian Ardhytama, Nin. Gue punya nama lahir lainnya, Andyan Joanes. Nama gue yang sekarang itu emang udah disiapin ortu gue. Jadi waktu gue daftar SD, gue Jian Ardhytama Jo."

Nindy meringis. "Gue nggak tau ternyata seribet ini."

Jian ketawa. "Cuma itu yang perlu lo tau, gue akan beresin soal Rjez. Tolong jangan bilang siapapun soal ini."

"Lo—nggak ngejauhin gue tiba-tiba karena ini kan, Ji?"

Jian mengubah mimik wajahnya menjadi dingin. Sisa senyum tipis dan tawa pelannya tak bersisa. "Lo lebih baik sama Bang Rean. Lo nggak akan tenang kalo sama gue."

Nindy ketawa hambar. "Yeah of course, why did I even ask. Gue ke Kak Rean dulu. Jangan bahayain diri lo sendiri."

"Nin," panggil Jian pelan yang membuat Nindy menoleh padanya. "Gue nggak pantes buat lo, itu alesan sebenernya. Lo berhak buat bahagia sama orang yang tepat. Gue bakal selalu berusaha jagain lo dari jauh." Lalu ia kembali fokus pada laptopnya seolah baru saja tak mengatakan apapun.

Stuck on YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang