34

2.9K 185 0
                                    

"Ayo, masuk!"

Tanpa merespon, Aya mengikuti Anta memasuki kediaman yang sudah tak asing lagi baginya. Langsung saja Aya menyadarkan punggungnya ke salah satu sofa di ruang tamu, padahal si tuan rumah belum mempersilakan.

"Yang nyuruh kamu duduk di situ siapa?"

"Terus Aya duduk di mana kalau gitu? Di lantai?" Segera mungkin Aya berdiri.

"Di atas!"

"Atas?"

"Lantai dua maksudnya."

Aya ber-o.

"Jangan bilang kita kerjanya di ruangan Bapak." Aya membuka suara saat melihat Anta membuka sebuah kamar.

"Kamu tuh ya, sukanya nething sama saya."

"Ya, abisnya Bapak suka aneh-aneh sih sama Aya."

"Aneh-aneh gimana maksud kamu."

"Ya aneh. Bapak gak tahu kata aneh? Itu loh yang berbeda dengan biasa yang kita lihat."

"Aya! Kamu kira saya gak tahu KBBI? Studi saya lebih tinggi dari pada kamu ya."

"Nyenyenyenyenye."

"Kamu kalau gak tahu mau apa, sana tungguin di sofa itu," tunjuk Anta pada ruang nongkrongnya bersama dengan teman-temannya jika berkunjung ke sana.

Aya pun baru ngeh kalau di lantai dua rumah Pak Anta ini ternyata ada ruang untuk nongkrong. Sekejap ia berjalan ke sana kemudian merebahkan tubuhnya pada sofa panjang. Tak lagi memedulikan Pak Dosennya yang aneh bin ajaib bin ganjil bin gaib.

Aya menatap langit-langit ruangan sembari menikmati camilan yang tersedia di sana. Aya memang tidak canggung lagi berada di rumah Pak Anta, lantara ia pernah ke sana selama dua minggu berturut-turut membantu pekerjaan Pak Anta yang ternyata membikin kepala pusing.

Hal tersebut membuatnya melewatkan sang idola yang sedang syuting di kampusnya dan berujung bolos beberapa hari lalu.

Mengingat kejadian itu, tentu saja Aya masih menyimpan dendam pada Pak Anta. Jujur saja, ia masih tak terima dengan perlakuan dosennya yang semena-mena itu terhadapnya.

"Permisi, Non! Ini minumannya," ucap seorang wanita seumuran ibundanya meletakkan minuman di atas meja.

"Oh iya. Terima kasih, Bu," jawab Aya memperbaiki posisi duduknya.

"Kalau ada apa-apa, panggil saya saja ya."

"Siap, Bu!"

Aya pun menyeruput minuman tersebut sepeninggalan ibu-ibu tadi. Dan tak lama kemudian, Pak Anta keluar dari kamarnya dan duduk berseberangan dengan Aya.

"Enak ya, minum minuman kek di rumah sendiri."

"Oh jelas. Ini kan rumah Aya juga, secara kita kan tunangan," Aya mengerlingkan sebelah matanya membuat Pak Anta bergidik ngeri.

"Ogah saya serumah dengan kamu, Aya!"

Aya tertawa mendengar balasan Pak Anta. "Bukannya sekarang kita udah serumah ya, Pak? Bedanya Cuma Aya gak tinggal saja di rumah Bapak."

"Aya! Berhenti kamu bicara kek gitu. Sekarang kita fokus ke perkerjaan."

Tawa Aya semakin meledak mendengar nada tinggi dari dosennya, rencana mengisengi dosennya itu ternyata berhasil seratus persen. "Aya gua ogah kali serumah sama Bapak, yang ada Aya bukannya awet muda malah makin tua," cibir Aya.

Anta tak menjawab, sibuk memilah berkas-berkas di hadapannya.

"Aya, ada yang ingin saya omongin sama kamu," Pak Anta membuka suara di sela-sela pekerjaan mereka.

"Itu Bapak udah ngomong."

"Aya!" mata Anta melotot mendengar ucapan Aya yang selalu tak serius.

"Ya udah sih, Pak. Ngomong aja, emang ada yang ngelarang gitu?" Aya tetap melakukan pekerjaannya yakni memeriksa hasil pekerjaan mahasiswa Pak Anta.

Anta berdehem.

"Aya, papi saya ngajak kamu makan malam bersama minggu depan."

"Hah?" Kepala Aya mendongak.

"Kamu mau kan ikut makan malam bersama dengan keluarga saya?" ulang Anta penuh pengharapan.

Dada Aya berdebar, ia seperti sedang bermimpi tapi ini nyata. Aya terharu, karena akhirnya tiba juga masa di mana ia.. ah Aya sepertinya tak sanggup lagi menahan gelojak ini. Langsung saja, Aya lari berhamburan.

"OPPPAAA!!!!"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang