8

5K 315 0
                                    

"Emang udah mendingan, Ay?" Clara begitu melihat Aya bangkit dari pembaringannya.

"Hmmm, gua lapar. Ke kantin yuk!" ajaknya siap melangkah sembari memegang kedua pelipisnya.

"Oke, deh. Gua bantu ya!" Maudy mengiyakan sambil menuntun Aya.

Waktu santap siap memang telah tiba, wajar bila Aya kelaparan lantara pagi tadi saat ke gedung fakultas teknik mencari Oppa Koreanya itu (yang mana malah ketemu dengan Dion si Manusia tebar pesona) tidak sempat makan.

Mereka terlihat berjalan pelan, tak ingin tergesa-gesa. Meski mereka sangat yakin bahwa kantin fakultas akan penuh seperti hari biasanya.

Benar saja, sesampainya di sana. Kantin telah penuh dengan mahasiswa yang ingin menikmati santap siang. Mereka mematung memperhatikan mahasiswa yang berlalu lalang memesan ini dan itu tanpa berniat menerobos meja kosong yang ditinggali penghuninya memesan makanan.

"Ke fakultas sebelah yok!" usul Clara kemudian.

"Gak deh, kalau fakultas teknik. Ogah gue," tolak Aya.

"Kenapa, Ay? Pagi tadi kan gak sempat sarapan di sana?" tanya Maudy.

"Paling gua ketemu sama manusia tebar pesona itu?" jijik Aya.

"Dion maksud lo?"

"Menurut lo?"

Keduanya mengangguk mengerti. Sepertinya Aya masih trauma bertemu dengan Dion pagi tadi. Maksud hati bertemu Oppa Korea malah ketemunya Opah Gorila.

"Makan di luar aja deh, sekalian langsung pulang gimana?" tawar Maudy.

"Hmm, gua sih gak masalah. Pak Iwan juga gak mau masuk hari ini katanya."

"Oke deh, fix ya?"

"Hmmm."

Mereka langsung saja meninggalkan area kantin menuju parkiran untuk keluar dari kampus mencari makan. Namun, belum juga sepuluh langkah mereka melangkah tiba-tiba mereka mendengar pengumuman.

"DI BERITAHUKAN KEPADA SAUDARI AYARA MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA AGAR KE RUANG DOSEN SEKARANG JUGA!"

Sontak ketiganya berhenti, memperjelas pendengaran mereka.

"Ay, bukannya itu nama lo ya?"

"Lo bikin masalah, Ay?"

"Ya enggaklah, gua mahasiswa baik-baik ya."

"Tapi lo dipanggil tuh ke ruang dosen!"

"Ya, mana gua tahu, Dy. Gua baru juga dengarnya."

"Pergi gih sana!"

"Ogah gua."

"SEKALI LAGI, DI BERITAHUKAN KEPADA SAUDARI AYARA MAHASISWA PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA AGAR KE RUANG DOSEN SEKARANG JUGA!"

"Tuh kan, ke sana gih? Ntar tambah besar masalahnya."

"Ihhh, gak mau, Cla," tolak Aya keras kepala. Pasalnya dia kenal dengan suara itu, suara yang tak lain milik Pak Anta. Dosen Jahanam yang baru tadi pagi saja ia ketemu dan sekarang beliau memanggilnya lagi, pakai speaker segala pula.

"JIKA TIDAK MAKA SIAP-SIAP MENGULANG TAHUN DEPAN!"

"Ehh, itu maksudnya apa sih?" kaget Aya.

"Makanya buruan ke ruang dosen, Ay. Lo gak mau kan ngulang tahun depan?"

"Isshhh, tuh dosen rese amat sih." Aya menghentak-hentakkan kakinya berjalan menuju ruang dosen meninggalkan Maudy dan Clara yang tak jauh dari kantin.

Wajah Aya sudah seperti harimau yang siap menerkam mangsanya, ditambah rasa laparnya semakin menjadi-jadi.

"Ada apa sih, Pak, manggil-manggil, Ay? Tadi pagi kan udaha ketemu," ucap Aya saat memasuki ruang Pak Anta.

"Saya tidak akan memanggil kamu jika tidak melakukan kesalahan."

"Loh, Aya buat kesalahan apa lagi sih, Pak? Aya kan udah setuju gantiin bapak ngajar."

"Benar."

"Terus??"

"Mana buku referensi sama map yang saya berikan tadi?" tanya Pak Anta to the point.

"Ehh?" sontak Aya kaget mendengar pertanyaan Pak Anta.

"Ya, tadikan udah bapak kasih ke Aya? Bapak pikun?"

"Benar. Saya sudah kasih kamu tadi pagi, tapi ada hal yang ingin saya periksa di sana. Mana bukunya?"

Langsung saja, Aya teringat dengan buku dan map yang dibawanya tadi. Pasalnya ia lupa, di mana terakhir ia menyimpan barang tersebut saat memastikan keberadaan Oppa Koreanya di kampus dia tadi.

"Hmm, anu, Pak. Ada di sana kok," jawab Aya menunjuk ke luar.

"Di sana mana? Bisa bawa sekarang?"

"Ehhh, emang harus sekarang, Pak? Bapak gak kasihan sama Aya bolak-balik masuk kantor Bapak?" alasan Aya.

"ENGGAK!"

Gubrak!

Nih dosen gak ada pengertian amat sih. Dalam hati Aya.

"Sekarang bisa ambil bukunya?"

Aya langsung menggaruk kepalanya yang tidak gatal, sungguh ia benar-benar lupa di mana menyimpan barang milik dosen jahanamnya itu.

"Kamu hilangin buku saja?"

"Ehh, enggak, Pak. Aya gak ngilangin kok," bela Aya.

"Terus kenapa gak keluar ngambil bukunya?"

"Hmm, anu, Pak." Aya bingung, antara menjawab jujur atau tidak itu sama-sama punya risiko yang besar untuknya. Tapi ia harus menjawabnya sekarang. Entah dengan jawaban seperti apa.

"Anu apa?"

Aya menunduk, "Sebenarnya, Aya lupa di mana buku bapak Aya simpan tadi," jujurnya.

Prakk!

Suara gebrakan meja berhasil membuat Aya mundur beberapa langkah dari depan Pak Anta.

"Apa lupa? Gimana caranya kamu lupa nyimpan buku-buku saya? Kamu tahu gak? Tiap buku itu harganya ratusan ribu."

"Ya, Aya minta maaf, Pak! Namanya juga lupa, jadi gak tahu," cicit Aya.

Pak Anta menghirup udara dalam-dalam mendengar jawaban polos Aya—lagi.

"Aya janji, bakal gantiin kok buku-buku bapak. Sumpah!" Aya menjadi jalan tengah.

"Gak perlu!!"

"Eh, kenapa, Pak? Aya mau tanggung jawab kok," ucap Aya sungguh-sungguh.

"Kalau saya bilang gak perlu ya gak perlu. Kamu cukup menjalankan apa yang saya perintahkan, ngerti?"

Lagi-lagi Aya mundur. "I-iya, Pak. Aya ngerti."

Pak Anta langsung mengeluarkan buku-buku yang ditemuinya tadi di samping secret di atas meja. "Beberapa waktu ini kamu sering ngatain saya, pikun. Tapi sekarang mari kita buktikan siapa yang lebih pikun dari pada saya, Aya," ucap Pak Anta tersenyum meremehkan.

"Di mana saya dapat buku-buku ini, Ayara?"

Skakmat!

Ooo

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang