37

2.9K 185 5
                                    

Bibir Aya mengerucut mendapat nasihat tiba-tiba.

"Tapi kan, Bapak sendiri yang bilang kalau kita harus berlagak sepasang kekasih." Aya membela diri.

"Gak harus mengiyakan pernikahan itu kan? Pakai acara rencana secepatnya lagi. Emang kamu mau nikah sama saya?"

"Enak aja nikah sama Bapak. Menikah sama Bapak adalah malapetaka yang sangat Aya hindari. Lagi pula Bapak tua kek Bapak mah bukan tipe Aya. Beda cerita lagi kalau Aya nikah sama Ayang Kim Oppa, tanpa pikir dua kali mah Aya udah iyain."

Anta mencibir mendengar ocehan Aya yang memulai aksi halunya. "Terus kenapa diiyain?"

"Emang tadi Aya iyain? Aya kan cuma jawab basa basinya Ayang Kim Oppanya Aya tadi."

Langsung saja embusan kasar Anta keluar. Rupanya meminta kerja sama dengan Aya bukannya menyelesaikan masalah malah merumitkannya.

"Kamu tahu gak? Dalam keluarga saya tidak ada namanya basa basi, pertanyaan yang keluar dari mereka semua adalah serius, jika kamu menjawab seperti tadi tentu saja mereka anggap serius."

"APPAAA?"

"Jadi cepat atau lambat, kita akan menikah Nona Aya." Anta mendekatkan wajahnya ke wajah Aya diiiringi dengan senyum smirk.

"Ihhh, ogah deh Aya nikah sama Bapak." Aya menghindari tatapan Anta.

"Tapi itu bisa hindari kok." Anta kembali ke posisi semula, kedua tangannya disilangkan di depan dada.

"Caranya?" Aya penasaran.

"Kita sudahi sandiwara ini."

"Ya udah, kita sudahi," putus Aya.

Sayang sekali jawaban Anta banding terbalik dengan keputusan Aya. "Tidak semudah itu, Aya." Anta menggeleng cepat.

"Kenapa? Kita kan Cuma tunangan boongan, jadi apa susahnya menyudahi?"

"Tunggu sampai saya menemukan wanita yang saya cari, baru kita akhiri sandiwara ini," jawab Anta dengan tatapan memohon.

Kali ini, bukan Anta lagi yang menghela napas panjang melainkan Aya.

"Aya gak tahu, kenapa Bapak bisa ngelakuin semacam ini. Tapi, baiklah. Kita jalani sandiwara ini sampai Bapak menemukan wanita yang Bapak cari. Lagi pula, dengan sandiwara ini Aya bisa dekat dengan Ayang Kim Oppanya Aya. Jadi no problem lah bagi Aya."

Seketika suasana diantara mereka kembali mencari, usai tegang-tegangan.

"Segitu sukanya sama adik saya?"

"Ohh jelasss dong."

"Sayangnya dia gak akan suka sama kamu dan yang lainnya."

"Sayangnya Aya juga gak berniat untuk menjadikan pacar Aya kok. Aya sadar, Aya dan para fans Ayang Kim Oppa hanyalah sekadar fans." Aya tersenyum memaklumi seraya menaruh kedua tangannya ke depan dadanya.

"Bagi Aya, dekat dengan Ayang Kim Oppa dan berbicara langsung adalah pengalaman terindah dan gak bakal Aya lupain seumur hidup," lanjutnya.

"Udah-udah, makin lama kamu kamin ngawur aja kalo ngomong. Mending kita turun dan pamit sama Papi dan Mami sebelum saya antar kamu pulang."

Anta menarik lengan Aya menuruni tangga.

Sejak tadi mereka di balkon lantai dua dekat kamar Aya. Anta sengaja mengajak Aya ke sana karena membahas perihal ucapan Aya di ruang tamu tadi alih-alih menikmati pemandangan yang tersaji seperti ucapan Anta kepada kedua orang tuanya.

Relhan sudah tak terlihat begitu mereka pamit, sang Mami bilang jika putra bungsunya itu bertemu dengan manajernya membahas kelanjutan drama yang dibintanginya di sebuah hotel ternama.

"Bapak gak ada niatan jadi artis?"

Sebelah alis Anta terangkat mendengar Aya bertanya tiba-tiba.

"Enggak," jawabnya singkat sembari terus fokus menyetir.

"Padahal Bapak cocok loh jadi artis."

"Serius?"

"Hmm, yaaa. Setidaknya Bapak cocok memerani ajussi ajussi gitu loh, dibading jadi dosen yang bikin dag dig dug ser tiap pertemuan."

Baiklah. Lain kali sepertinya ia tak harus menanggapi pertanyaan-pertanyaan Aya dengan serius.

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang