43

2.8K 158 12
                                    

Aya masih menampilkan raut ngambeknya usai menggelitiki Anta. Rupanya ia masih belum puas membalaskan dendamnya atas perlakuan Anta terhadapnya.

"Tidak usah ngambek begitu. Nih tiket yang pernah saya janjikan kan," Anta meletakkan tiga lembar tiket dan mendorongnya ke depan Aya.

Seketika bola mata melotot. Tiga buah tiket dengan tujuan yang sama. Bulan sabit di bibirnya tak bisa dihalangi untuk terbit seketika.

"Jadi, yang saya lakukan tadi tak perlu ambil hati. Anggap saja sebagai balasan karena kamu sering menjahili saya."

"Nilai saya bagaimana, Pak?" Aya kembali menampilkan raut cemberutnya.

"Enggak. Nilai kamu A. Blangkonya sudah saya kasih ke kaprodi. Tadi itu blangko yang salah."

Secepat kilat Aya menyambar tiga tiket ke Korea itu. Cengar-cengir saat melihat Negara Korea itu tercetak menjadi tujuan.

"Alasan saya memanggilmu untuk mengambil tiket itu. Minggu depan kalian akan ke Korea. Silakan beritahu kedua sahabatmu itu, sekalian persiapkan perlengkapan yang kalian bawa."

"Bapak gak pergi?"

"Saya pergi. Hanya saya lebih dulu dari kalian. Saya akan menunggui kalian di bandara sekalian mengantar ke apartemen yang kalian tempat selama di Korea."

Aya menganguk paham. "Kenapa gak di rumah Bapak aja sih tinggalnya?"

"Enggak bisa. Bisa rusuh rumah saya kalau kalian di sana. Kamu sendiri saja sudah bikin saya kewalahan, gimana kalau ditambah dengan kedua temanmu, bisa-bisa saya gila."

"Baiklah."

"Sudah mengerti kan?"

"Ya ya ya. Aya amat mengerti kok Bapak Setan!"

"Sekarang kamu pulang!" usir Anta.

"Yeee, yang manggil siapa yang ngusir siapa," cibir Aya.

"Saya manggil kamu bukan tanpa alasan, mau saya ambil kembali tiketnya," ancam Anta.

"Gak bisa gitu dong, Pak. Kesepakatan tetaplah kesepakatan."

"Ya sudah. Sana pulang!"

Aya pun bersungut-sungut meninggalkan Anta. Ketiga tiket itu ia pegang erat-erat. Tak sabar ingin memberitahu kepada dua sahabatnya.

"Koreaaa aku datang!!"

***

Sejak kecil, Aya memang bermimpi untuk pergi ke Korea. Negara Gingseng memiliki empat musim itu telah membuatnya jatuh hati. Sangking cintanya, jika sang Kakak habis bertugas ke Korea wajib baginya membawakan Aya souvenir dari sana.

Kecintaan Aya terhadap Korea makin menjadi saat menginjak usia remaja. Idol-idol Korea yang terlihat unyu makin digandrungi remaja seusianya, hingga Aya pun menjadi ikut-ikutan. Tak sedikit koleksi foto artis korea memenuhi memori HP-nya, bahkan poster-poster bergambarkan idola favoritnya itu hampir memenuhi ruang kamarnya. Belum lagi karakter-karakter lucu berjajar rapi di meja belajarnya.

Kini, mimpinya semakin nyata. Berkat kesepakatan sialan itu, Aya akhirnya bisa menginjakkan kakinya di Negara impiannya—Korea Selatan.

"Kedua temanmu mana? Bukannya kalian berlibur tiga orang?" Anta bertanya mendapati Aya berjalan seorang diri menarik koper.

"Kagak jadi mereka, Pak. Mereka lagi di luar negeri bareng keluarga masing-masing," jawab Aya cemberut.

"Yaaa, rugi dong saya beliin dua tiket," sesal Anta.

"Orang kaya kek bapak bisa rugi juga ya?"

"Iyalah, kamu kira cari uang kayak daun gugur yang bisa dipungut doang."

"Hmm, harusnya sih gitu kalo orangnya modelan Bapak."

"Sudah, ayo saya antar," ajak Anta mengakhiri berdebatan dengan Aya yang tentunya tidak ada kata selesai.

Koper yang dipegang Aya, secepat kilat disambar Anta menuju mobilnya terparkir. Aya pun berlari-lari kecil mengikutinya, sedikit kewalahan dengan langkah Anta yang cepat dan lebar.

Mobil Anta melanju meninggalkan bandara Internasional Incheon—Seoul. Aya di samping Anta berdecak kagum melihat pemandangan Korea pertama kalinya. Ia sengaja mengeluarkan kepalanya ke jendela Mobil demi melihat negara penghasil indutrsi kreatif secara nyata. Hingga tak sadar Mobil Anta telah berhenti.

"Kita sudah sampai, cepetan keluar!" seru Anta membuyarkan lamunan Aya.

"Cepet amat," keluh Aya.

"Iyalah cepet, jalannya lancar gitu. Kamu kira ini Indonesia, yang macet parah," ketus Anta mengeluarkan koper Aya.

Aya tak menjawab.

"Huh, kalau gini situasinya. Nyesel Aya ngotot liburan sendiri," sesalnya dalam hati.

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang