"Gimana kerjaan kamu, Sena?"
"Baik, Mi."
"Rapat yang kamu pimpin kemarin gimana?"
"Berjalan lancar, Mi."
"Masih belum berniat bergabung di perusahaan Papi kamu?"
"Enggak, Mi. Sena kan punya tanggung jawab di kampus. Ini juga bantuin Papi karena ada yang bisa talangi pekerjaan Sena di kampus."
Mami mengangkat kedua bahunya, pertanda bahwa perkataan Sena tak bisa negoisasi lagi. "Baiklah," ucapnya kemudian.
"Kamu udah denger kan kalau adik kamu bakal syuting di kampus tempat kamu kerja?" Sang Mami kembali membuka topik baru setelah beberapa saat terhenti dan fokus menikmati sarapan.
"Udah, Mi. Relhan beritahu di kantin perusahan Papi kemarin."
"Dia ke sana?"
"Hmmm."
"Anak itu, katanya tak ingin bertemu. Tapi ternyata pergi juga."
"Papi gak ada di kantor, jadi gak ketemu."
Mami mengangguk.
"Oh ya. Mami juga dengar, acara syukuran kemarin kamu kenalin tunanganmu ke Papi. Apa itu benar Sena?"
Seketika Sena langsung terbatuk dibuatnya.
***
Seharian ini, Aya memilih rebahan di kamarnya tak mengindahkan panggilan bundanya untuk sarapan ataupun peringatan untuk tak lupa mandi. Namun dasar Aya! Ia malah iya-iyain aja tanpa ada satu pun ia lakukan. Sibuk menggeser-geser ponsel pintarnya ke atas sesekali tersenyum hingga tak sadar matahari telah meninggi.
"Aya hari ini emang gak ada kuliah? Ninggalin kamar kok baru sekarang?" Bunda mengomel mendapati Aya duduk di meja makan dengan malas.
"Enggak ada, Bun. Tadi Aya sibuk stalking Oppa-oppa Aya, jadinya lupa waktu. Hehehe," cengirnya tak bersalah sembari membuka tudung saji, sepertinya ia baru ingin makan.
Bunda menggeleng-geleng mendengar alasan putrinya, sambil terus sibuk di dapur.
"Bunda kan udah bilang, mengidolakan seseorang boleh-boleh aja tapi gak boleh berlebihan sampai lupa waktu, Sayang," ucapnya kemudian sembari meletakkan segelas susu putih untuk Aya.
"Hehehe. Iya, Bun. Aya janji gak gitu lagi kok. Aya tuh tadi lupa soalnya asyik chattingan sama teman-teman Aya juga. Bunda tahu gak? Oppa yang Aya idolain itu bakal syuting di Indonesia, terus latarnya itu di kampus Aya. Keren kan, Bun? Rasanya gak nyangka gitu loh Bunda." Aya antusias bercerita usai meneguk susu pemberian Bunda hingga setengah.
Bunda yang kini duduk di depannya hanya tersenyum menanggapi sang putri yang terlihat bersemangat. Sebagai seorang ibu, ia tak pernah menghalangi anak-anaknya dalam menyukai sesuatu asalkan itu memberi dampak positif dan tak terlalu berlebihan hingga melupakan kenyataan.
"Pokoknya kalau Aya ketemu dia di kampus, Aya bakal minta tanda tangan dia sama foto barenga. Wajib pake banget." Semangat Aya.
"Iya-iya, tapi sekarang makan dulu ya. Ini udah siang loh. Setelah itu jangan lupa mandi," pesan Bunda.
"Hehehe. Siap laksanakan, Bun."
Aya pun melanjutkan acara makan siangnya, usai menghabiskan susu tadi. Ia makan dengan lahap, mungkin karena mendengar kabar bahwa Oppa Koreanya itu akan ke Indonesia untuk syuting.
Setelah itu, kembali ke kamar.
***
Aya baru keluar kamar lagi begitu mendengar suara teriakan Bunda memanggil namanya, mau tak mau harus memaksakan diri berpisah dengan kasur empuknya.
"Kenapa, Bun?" tanya Aya begitu menuruni tangga.
"Tuh di depan ada teman kamu yang nyariin."
"Teman?" Aya mengerutkan dahi, pasalnya ia tidak janjian dengan Maudy ataupun dengan Clara.
"Mereka ngapain, Bun?"
"Mereka? Lah yang dating Cuma satu orang, cowok lagi."
"Hah? Cowok? Siapa, Bun?"
"Mana Bunda tahu, Aya. Sana samperin di ruang tamu! Bunda mau buatin minuman dulu."
Dengan rasa penasaran yang teramat dalam, Aya pun berjalan menuju ruang tamu. Ternyata yang datang adalah...
"DION?? NGAPAIN LO DI RUMAH GUA??"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Pak Setan! || SELESAI
أدب المراهقين[AWAS NGAKAK!!] [DISARANKAN TERLEBIH DAHULU MEMFOLLOW AKUN INI SEBELUM MEMBACA!] Berawal diciduk dosen mengagumi K-POP di kelas, Aya akhirnya mendapat hukuman menjadi asisten dosen selama satu semester. Siapa sangka yang awalnya cuma asisten dosen m...