47

2.8K 165 2
                                    

Anta masih terus menatap sosok yang terbaring kaku dengan berbagai alat medis melekat ditubuhnya. Tangan sosok itu diusap lembut—sama seperti kebiasaan yang lalu-lalu saat ia mengunjunginya. Berharap, dengan elusan tersebut, sosok yang masih senang berbaring berkenan membuka mata dan menatapnya sebagai orang pertama yang ia temui.

Pagi-pagi tadi, saat ia bersiap-siap menuju apartemen Aya. Pihak rumah sakit menghubunginya, katanya kondisi pasien memburuk. Tanpa berpikir panjang, Anta langsung tancap gas menuju rumah sakit. Takut jika terjadi apa-apa. Soal Aya, ia menghubungi Relhan untuk menggantikan dirinya menemani gadis itu jalan-jalan. Ia juga memberitahu Aya jika dirinya tidak bisa menggantikannya di perjalanan menuju rumah sakit. Untunglah, begitu ia sampai kondisi pasien membalik. Hal tersebut membuatnya bernapas lega. Jujur ia sangat berharap bahwa wanita yang terbaring lemah itu segera sadar dan menatapnya. Sosok yang begitu amat ia cintai.

Anta mendongak, melihat jam yang melekat di dinding. Hampir tengah malam. Itu artinya seharian penuh ini, ia di rumah sakit menunggui gadisnya.

"Ra, aku pulang dulu ya. Besok aku pasti akan menemuimu lagi," ucapnya mengelus tangan lembut sosok itu.

"Cepat sadar ya, Sayang," lanjutnya sembari mengecup kening putri tidur itu dengan sayang.

***

Lepas dari Night Market, Relhan langsung mengantar Aya pulang. Sebenarnya Aya masih ingin di sana, tapi Relhan bersikeras menyuruhnya pulang. Katanya tak baik seorang wanita berkeliaran tengah malam, nanti di kiranya kuntilanak.

"Yee emang di Korea ada kuntilanak?" protes Aya saat memasuki Mobil Relhan.

"Ada, zaman udah canggih, kuntilanak juga bisa keliling dunia," jawab Relhan.

Meski iseng, tapi cukup membuat Aya tertawa hingga mereka tak sadar telah sampai di tempat tujuan.

Baru saja Aya merebahkan tubuhnya. Bel aparteme berbunyi. Meski sedikit heran, tapi cepat-cepat Aya bangkit dan membuka pintu.

"Pak Setan?"

Dipanggil seperti itu, Anta hanya tersenyum. "Boleh saya masuk?"

Dengan kikuk, Aya mengangguk persilakan Anta masuk.

"Gimana jalan-jalannya hari ini?" Anta membuka suara setelah beberapa menit berdiam diri di sofa.

"Ba-baik, se-seru. Apalagi Relhan menjelaskan secara detail bak pemandu wisata," Aya menjawab terbata-bata, sedikit canggung.

"Syukurlah kalo begitu," Anta tersenyum lega. Meski begitu gurat kelelahan diwajahnya masih terlihat oleh Aya.

"Maaf, hari pertama kamu di Korea saya malah tak menemanimu. Tiba-tiba ada pekerjaan mendadak untuk saya," sesal Anta.

Bohong. Aya tahu apa yang sebenarnya Anta lakukan seharian ini. "Tidak apa-apa, Pak. Ditemani sama Relhan sudah cukup bagi saya, dan itu gak bakal Aya lupain." Senyum maklum dari Aya.

Anta mangut saja, tak menyadari bahwa panggilan Aya ke adiknya telah berubah dari Ayang Oppa ke nama saja.

"Kamu sudah makan?"

Aya mengangguk, "Tadi makannya di Night Market bareng Relhan."

Anta mendesah kecewa, "Ah begitu ya? Padahal saya ingin menjadi orang pertama menemanimu ke sana, tapi ternyata kalah cepat dengan si curut itu."

"Bapak sendiri sudah makan?" Aya bertanya balik.

Sayangnya jawaban Anta tidak, membuat Aya tidak enak dengan pertanyaan basa-basinya tadi.

Aya sedikit prihatin melihat keadaan Anta sekarang. Dia kaya, tapi perihal jadwal makan saja ia lalai. Jadi, uang yang numpuk di bank itu buat apa? Koleksi?

Aya bergidik membayangkannya. Untungnya ia termasuk golongan rata-rata saja. Bisa makan dan tentunya bisa melakukan hobinya tanpa paksaan.

"Maaf, kalo bapak gak keberatan mau Aya temani makan?"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang