Seminggu sejak pertemuan itu. Tak ada yang berubah pada Aya, masih seperti sebelumnya. Menjalani rutinitas setiap hari seperti pergi ke kampus, nongki bareng sahabat, atau berdebat panjang dengan Dion. Ya, meski mereka sudah akur, tapi tak ampuh merubah berdebatan mereka.
Hari ini, sehubung karena jadwal kuliah kosong maka seharian ia bermalas-malasan. Mengurung diri di kamar tanpa melakukan sesuatu yang berfaedah. Hanya nonton, dengar music, tidur, nonton lagi, dengar music lagi, begitu seterusnya.
Hingga tak menyadari kedatangan seseorang, yang menarik earphonenya.
"Ihhh, Bunda. Aya kan lagi dengar mu—Kakak?"
Arya menunjukkan giginya melihat wjaah kaget adiknya.
"Ihh, Kakak? Kapan balik sih?" histeris Aya memeluk sang kakak.
"Barusan, dan langsung ke kamar kamu."
"Ole-ole ada?" Aya melepas pelukannya dan mencari-cari paper bag di belakang Arya tapi tak ada membuat Aya sebal.
Raut wajah sebal Aya mengundang tawa Arya, "Ada di bawa, sana cepat buka."
Tanpa disuruh dua kali, Aya melompat dari tempat tidurnya menuju lantai bawah meninggalkan sang Kakak. Arya hanya bisa geleng-geleng kepala.
Di ruang keluarga, sudah ada Bunda yang menikmati makanan yang dibawa Arya. Bertambah Aya yang membuka secara acak paper bag tanpa bertanya terlebih dahulu.
"Ah, ini mah buat Bunda," gerutu Aya melihat isi paper bag yang dibuka merupakan sebuah jilbab khusu emak-emak.
"Itu memang paper bag buat Bunda, salah sendiri kenapa buka yang itu," protes Arya.
"Terus buat Aya mana?" Aya bertanya sembari melipat kedua tangan di dada.
"Nih!" Arya mengambil beberapa paper bag yang tak jauh dari Aya.
Secepat kilat Aya, merampas barang itu dan membukanya. Dan sungguh melihat isinya membuat Aya protes keras kepada Arya.
"ISHH, KAKAK NAPA BELIIN AYA BUKU KAYAK GINI!"
"AYA KAN MAUNYA ALBUM, BUKAN BUKU," Aya mencak-mencak.
"Yaa, abisnya Kakak pikir kamu bakal butuh buku itu."
Aya melempar buku itu sembarangan, "Enggak!"
"Yaa, kakak minta maaf deh. Nanti kakak beliin kalo pergi dinas deh. Janji."
Sayang, mood Aya sedang tak baik. Gadis itu langsung ke kamarnya, tanpa sepatah kata.
"Adikmu kenapa?" tanya Bunda bingung.
Arya mengangkat bahu, tak tahu. "Arya kan baru datang, Bunda. Emang Bunda gak tahu?"
Bunda menggeleng.
***
Seminggu berlalu. Itu artinya dua minggu pasca bertemunya Anta dan Aya. Sama artinya dengan dua minggu lagi Anta akan menikah. Kondisi Aya masih baik-baik saja. Bahkan urusan dia dan Arya sudah ia lupakan.
Saat ini, ia berada di taman belakang kampus. Taman yang jarang dikunjungi mahasiswa. Sibuk membaca materi kuliah minggu lalu, karena nanti akan ada kuis. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapat nilai plus dari dosennya nanti.
"Serius amat," celetuk seseorang langsung duduk di sampingnya.
"Bukan urusan lo!" ketus Aya.
"Nih, siapa tahu aus," sodornya.
Dengan terpaksa Aya menghentikan aktivitasnya, lalu meraih minuman dingin tersebut, "Makasih."
"Tumben Maudy sama Lara gak nemenin lo."
"Gua yang nyuruh, abisnya kalo mereka datang, hilang sudah konstrasi gua."
Lawan bicara Aya terkekeh. "Kalo gua?" tanyanya.
"Ya sama sih. Lo juga nyebelin."
"Ya udah, gua cabut deh."
"Yoo, sana cabut!" usir Aya.
Ia terkekeh. "Baik-baik, ya!" ucapnya menepuk bahunya.
"Apasih, gua baik-baik aja ya."
Dion tersenyum. "Mungkin lo masih ngerasa baik-baik, tapi tingkah lo kayak gini gak baik-baik, Ay."
Aya mengerut tak mengerti.
"Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Pak Setan! || SELESAI
Teen Fiction[AWAS NGAKAK!!] [DISARANKAN TERLEBIH DAHULU MEMFOLLOW AKUN INI SEBELUM MEMBACA!] Berawal diciduk dosen mengagumi K-POP di kelas, Aya akhirnya mendapat hukuman menjadi asisten dosen selama satu semester. Siapa sangka yang awalnya cuma asisten dosen m...