27

3.3K 170 3
                                    

"Akhirnya ketemu kasur juga." Relhan menghempaskan dirinya di atas kasur begitu masuk kamar.

"Koper lo mau di taruh mana?" Sena memasuki kamar sang adik membawa sebuah koper.

"Di mana aja, Bang."

Sena geleng kepala mendengar jawaban Relhan setengah merem.

"Segitu capeknya lo dari Korea? Gua yang hampir tiap bulan ke sana gak capek-capek amat." Sena duduk di tepi kasur usai meletakkan koper sang adik di samping lemari.

"Itu kan karena Abang udah terbiasa, lah gua? Balik ke Indo saja Cuma bisa diitung jari."

"Makanya, sering-sering kemari. Jangan Korea mulu."

"ENggak ah! Mending di Korea, jagain Mami. Lagian Korea punya empat musim, gak kayak Indo Cuma dua."

"Setidaknya, Indo jadi tempat lahir kamu kan?"

"Tapi Indo bukan tempat aku tumbuh, Bang. Jadi kesannya beda."

Sena tak menanggapi ucapan Relhan, ia malah berdiri berniat keluar.

"Lo mau dibikinin apa?" tanyanya.

"Apa aja, Bang. asal jangan makanan, minuman aja deh."

"Oke."

Sena pun keluar meninggalkan Relhan melepas lelah di kamarnya. Tak lama kemudian, Sena kembali. Kedua tangannya memegang segelas es kopi klasik. Sebenarnya tadi ia berpikiran untuk membuat espresso mengingat kondisi Relhan yang sangat lelah. Namun, ia ganti menjadi es kopi klasik yang sepertinya lebih cocok lantara akhir-akhir ini adiknya itu sedikit stress dengan jadwal syutingnya yang padat.

Saat mengalami kondisi stress, es kopi klasik merupakan pilihan yang tepat sebab selain menurunkan stress juga membuat kita semakin segar. Beda lagi kalau misalnya sedang bahagia, kita bisa menikmati kopi yang dicampur dengan cokelat atau aneka buah segar. Katanya sih minuman dengan campuran cokelat itu bisa menemani hati kita yang sedang gembira apalagi kalo dicampur dengan es tentunya menambah kesegaran.

Sebagai pecinta kopi, Sena selalu memilih sajian kopi sesuai dengan suasana hatinya. Percaya tak percaya, setiap kopi ternyata bisa menyesuaikan suasana hati. Hal itu tak terbantahkan mengingat kopi merupakan teman yang tepat dalam berbagai suasana.

Relhan langsung bangkit, meraih segelas kopi dari Sena lalu menyeruputnya.

"Makasih, Bang. minum kopi gini, tiba-tiba gua jadi semangat lagi nih."

"Sama-sama. Syukur deh kalo gitu," balas Sena duduk di samping Relhan.

"Kalo gini mah, Abang kayaknya gak cocok jadi dosen deh."

"Terus?"

"Barista aja. Jadi konsultan kopi ditiap suasana gitu loh. Hahaha."

Jawaban Relhan seketika mendapat hadiah jitakan dari Sena. "Kurang asem, lo!"

Namun tak membuat Relhan menghentikan tawanya. Kedua kakak-beradik itu pun kini sibuk becanda ria.

***

Di tempat yang sama namun daerah yang berbeda. Seorang gadis dengan mulut tak pernah berhenti komat-kamit. Bergerutu dengan tangan sibuk mencoret-coret lembaran kertas, hingga mengabaikan ajakan sang ibunda untuk makan malam.

"Ya Allah, nih kertas banyak amat dah. Mana lagi gak ada kunci jawabannya, bikin mumet aja nih. Dasar Pak Jahannam, ngasih kerjaan kok gak kira-kira amat. Asisten ya asisten, tapi gak harus jadi kerja rodi kan?"

***

Dosen Pak Setan! || SELESAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang