"KYAAA!!! ADA TANGAN MANUSIA DI KOPER ANAK ITU! POLISI...! SIAPA PUN CEPAT PANGGIL POLISI!" teriak warga sekitar yang terlanjur ikut menyaksikan.
Gari berlarian muntah. Aiden dan Jeremy mengevakuasi agar penduduk tidak terlalu dekat dengan TKP, beresiko menghilangkan jejak pelaku. Saho berdiri di samping King yang menatap datar tangan buntung tersebut.
"Suhu darahnya masih hangat. Itu berarti tangan ini belum lama terpisah lama dari lengannya." King menatap anak pemilik koper yang berbinar-binar tak percaya. Masa sih dia (seorang bocah) melakukan hal seperti ini?
"Apa kita harus memanggil Petugas Polly dan Petugas Marc? Merujuk hubungan kalian dengan Inspektur Angra tidak baik, aku ragu beliau mau mengizinkan kita berada di TKP." Saho memberi usul yang logis.
King terkekeh simpul. "Kamu kuat juga, ya. Tidak ngeri melihat tangan yang terpenggal. Padahal waktu lihat hewan-hewan itu kamu muntah jemaah denganku."
"Aku sudah terbiasa melihat anatomi tubuh tercerai-berai, namun pembunuhan pada hewan, aku belum pernah melihat seorang penjahat tega melakukan itu."
"Hoo." Jadi Saho berpengalaman di dunia kriminal? Pantas saja reaksinya normal begitu. King manggut-manggut. Dia sendiri mual tergantung bagaimana bentuk mayat. Lagi pula itu hanya tangan kiri, bukan tubuh korban. Jadi King merasa baik-baik saja untuk saat ini.
Kabar baiknya, Polly dan Marc siap siaga sehingga mereka hanya membutuhkan sepuluh menit saja sampai ke Pelabuhan Hanar. Bernasib sama dengan Gari, mereka pun muntah massal.
"Kita harus apa sekarang, King?" Aiden bertanya.
"Apakah Pak Dangil sudah bisa diaktifkan? Takutnya kalau menelepon Pak Watson bisa mengganggu aktivitasnya. Kalian kan tahu dia terlibat sesuatu bersama Crown."
Alis Jeremy bertaut. "Crown? Mahkota? Siapa maksudmu?"
"Violet lho, Pak Jer. Violetta Amblecrown. Masa kamu lupa nama lengkapnya sih?" omel King. "Kadang-kadang aku memanggilnya begitu. Orangnya tak keberatan."
Masalahnya King tidak tahu bahwa Aiden dan Jeremy (juga) tidak tahu nama panjang informannya Watson. Violet hanya menyebut nama panggilannya saja, tidak dengan nama marga. Violet pun memberitahu King lewat pesan pribadi. Dan itu hanya King seorang, tidak dengan mereka.
Untunglah tidak ada yang memperhatikan kejadian kecil itu karena atmosfer kembali membekam. Polly dan Marc selesai mengamankan TKP, bergegas ke tempat Klub Detektif Madoka. Mereka harus membuat hipotesa awal sebelum Angra beserta rekan-rekannya datang. Akan sulit meminta akses masuk kalau Angra yang diberi mandat.
"Tersangka bernama Hongfu Zetian. Usianya 12 tahun. Bersekolah di Raskozak Junior High School. Dia bersikeras bilang tidak tahu apa-apa tentang tangan putus itu. Hongfu dalam perjalanan ke Galeri Orikei. Dia mengikuti kompetisi melukis tingkat daerah."
"Dia tidak punya alibi selain sedang bepergian, ya..."
Sialan. Berpikir ribet begini bukanlah tipe King sama sekali. Kenapa hari minggu yang cerah beberapa menit kemudian berubah latar menjadi berdarah?!
"Aku tidak tahu apa pun," kata Hongfu ternyata menyimak obrolan sejak tadi. Matanya berkaca-kaca sedih. "Aku benar-benar tidak tahu kenapa ada tangan manusia di sana. Aku hanya membawa perlengkapan melukis. Aku tidak melakukan kejahatan. Aku hanya ingin pergi ke perlombaan. Tolong bantu aku. Ini bukan kesalahanku."
Aiden mengembuskan napas panjang. Tersenyum. "Kami mengerti. Jika kamu ingin meluruskan kesalahpahaman ini, maka kamu harus bekerja sama. Paham?"
Hongfu mengangguk pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Mystery / ThrillerBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...