"Sepertinya anak itu mengenali saya, Nyonya. Reaksinya tidak wajar. Apa perintah Anda? Haruskah saya menyingkirkannya?"
[Mou, kamu ini. Jangan mengatakan sesuatu yang menakutkan dong. Aku tidak mengajarimu jahat lho, apalagi sama anak kecil. Tapi, aku senang kamu bertanya lebih dulu sebelum bertindak. Saho anak pintar.]
Pemilik nama mengusap tengkuk leher, senang dipuji. "I-ini bukan apa-apa dari kehidupan yang Nyonya berikan pada saya."
[Aku ingin kamu mengawasinya saja, jangan melakukan hal-hal mencurigakan. Anak bernama King memang tidak terlalu pintar, namun dia cermat. Jika kamu tidak ingin ketahuan maka hati-hati melangkah. Paling tidak berusahalah sampai adikmu kembali.]
"Dimengerti, Nyonya."
Panggilan ditutup sepihak. Saho menatap CCTV di sudut ruang klub—dia sudah mematikan semua kamera tersembunyi yang ada di sana sebelum menelepon.
"Jadi kamu punya adik?"
Saho menoleh datar. "Apol, huh. Apa yang kamu lakukan di sekolah selarut ini?"
Ketua Dewan Siswa itu tersenyum misterius, matanya terpicing karena sipit. "Ei, jangan menjawabku dengan pertanyaan juga dong. Padahal kamu sendiri di situasi sama."
"Kita punya perjanjian, Apol. Kuharap kamu tidak melewati batasmu."
"Begitupun kamu, Shepherd. Kuharap kamu tidak lupa aku masih seorang Ketua Dewan Siswa. Jabatanku berlaku keras di sekolah."
Saho berdecak. "Baiklah, itu salahku menelepon di ruang klub di tengah malam. Semua orang pasti curiga apa yang sedang kulakukan. Tapi aku punya alasan."
"Coba kutebak, kamu tidak punya tempat aman menghubungi bosmu selain di sini?"
"Izinkan aku menebak juga, apakah Anlow yang memberitahumu?"
Lengang sejenak. Keduanya sama-sama melemparkan pertanyaan sensitif, merubah raut wajah yang anteng menjadi masam. Apol yang terkenal dengan ketenangannya dan Saho yang dijuluki penyabar meski sudah diledek 'perempuan' berkali-kali.
Memutus hening, Saho perlahan melangkah maju ke pintu keluar. "Aku sarankan waspada terhadap Gari. Dia mempersiapkan sesuatu, namun aku tidak tahu apa itu."
"Bukankah kamu yang berbahaya di sini?"
Saho menarik pistol yang dia sembunyikan di jas sekolahnya. Begitu dia berbalik untuk menodong Apol, payung kuning terbentang di hadapannya. Mungkin karena gelap, Saho tidak melihat Apol menenteng payung.
"Kamu pikir itu bisa menangkis peluru?"
"Kenapa tidak? Payung ini penyelamatku sejak dulu. Lagi pula aku tak yakin itu pistol sungguhan. Kamu ahli merakit, bukan?"
Kena deh. Saho mendecih jengkel, kemudian pergi dari ruang klub meninggalkan Apol yang tersenyum penuh kemenangan.
Dua menit setelah kepergian Saho, Apol pun ikut keluar sambil menyandarkan batang payungnya ke bahu, melamun menatap spanduk 'klub detektif' di daun pintu. Mata sipitnya terbuka serius.
"Dia orang kedua yang mengetahuinya..."
Sayangnya Apol tidak menyadari bahwa bukan hanya dia anggota Student Council yang masih berkeliaran di sekolah. Sosok itu sedang bersembunyi di balik dinding, bergegas kabur sebelum Apol melihatnya.
*
"Jadi, bisakah kamu memberitahuku apa yang kamu lihat di TKP?" Aiden bertanya.
"Aku tak yakin bisa membantu banyak. Sebenarnya aku hampir tidak melihat apa pun karena ketakutan. Aku pikir Kak Holmes membesar-besarkannya saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Misterio / SuspensoBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...