"Bagaimana keadaanmu?"
"Aku sudah sehat, Kak Aiden," jawab Dextra tersenyum kikuk. "M-maaf kalau aku jadi merepotkanmu. Aku ceroboh dan pergi kelayapan ke tempat bahaya."
Aiden membungkukkan badan. "Terima kasih kontribusimu, Dextra. Kami sangat tertolong karenanya. Mulai sekarang, aku takkan melibatkanmu ke urusan klub detektif lagi. Sampai di sini saja."
"Hee?" Dextra tertegun. Gadis itu berlalu tanpa ekspresi apa pun.
Entah kenapa kalimat Aiden terdengar menyakitkan. Perasaan apa ini? Padahal Dextra bukan bagian dari klub itu, tapi kenapa dia merasa dibuang?
"T-tunggu, Kak Aiden! A-aku tidak keberatan membantu klub detektif sama sekali! Aku tak menginginkan bayaran! Aku hanya mau membantu!"
Aiden berhenti melangkah. "Dextra. Kejadian yang menimpamu masih belum apa-apa. Jika kamu bermain terlalu jauh dengan kami, nyawamu adalah jaminannya. Maka dari itu, menjauhlah. Aku minta maaf seenaknya menyeretmu ke kegiatan kami. Selamat tinggal."
"T-tunggu, Kak Aiden...!"
Aiden benar-benar takut bagaimana jadinya jika Dextra tidak bisa berenang dan tenggelam di laut. Dia hampir membunuh anak orang. Walau hati Aiden tidak enak Dextra diperlakukan tak adil seperti itu, bagaimanapun pilihan Aiden adalah untuk kebaikan dia.
"Oh!" Wajah murung Aiden langsung menguap melihat sosok Watson yang hendak masuk kelas. "Pagi, Dan!"
Watson menatap Aiden, memperhatikan rambutnya model wrapped ponytail. Terlihat cocok untuknya. Apa Aiden memang selalu semanis itu?
Plak! Sebuah gerakan impulsif. Watson menampar pipi kanannya.
"Astaga, Dan! Kamu baik-baik saja?!"
Watson masih senantiasa diam sambil mengusap-usap pipi. Apa? Apa yang kamu pikirkan barusan? Manis? Tapi otaknya tengah berperang dengan hati.
Pintu kelas dibuka dari dalam. Ketua kelas periode tahun kedua: Aevehi. Dia tampak mengenakan seragam olahraga.
"Lho, kenapa kamu pakai baju olahraga? Bukannya ini masih jam pertama?" bingung Aiden menatap benda mungil di pergelangan tangannya. Masih pukul setengah delapan pagi.
"Jamnya diganti. Kalian cepat ganti baju dan berbaris ke lapangan."
Setelah mengatakan itu, Aevehi pun melenggang pergi. Dia tidak bersama teman-temannya. Aevehi termasuk yang pendiam walau dia ketua kelas.
Sudah seminggu sejak pulangnya Watson. Teman-teman sekelasnya berbeda dari kelas satu dulu karena adanya sistem gabungan. Kiri dan Kon berada di 2-D, King dan Hellen di 2-B, sementara Watson di kelas 2-C. Entahlah bagaimana bisa dia ditempatkan di kelas sama dengan Aiden. Ini tidak ada tindak nepotisme, kan? Gadis Penata Rambut yang Barbar itu sangat mencurigakan.
Tidak ada yang Watson kenal di kelas itu kecuali Aiden. Sebaliknya, gadis itu sudah berteman dengan separuh murid perempuan. Tidak hanya skill komunikasinya saja yang bagus. Aiden juga bisa bersosialisasi dengan baik.
"Hmmm..." Aiden celingak-celinguk. Tatapan predator menunggu mangsanya.
"Kenapa sih, Ai? Dari tadi melotot mulu. Matamu tak capek?"
"Syukurlah, pagi ini lapangan hanya dikuasai oleh kelas kita. Kalau sampai jam olahraga kita bertabrakan dengan adik kelas, aku harus super waspada." Aiden mengepal tangan.
"Kenapa..." Lawan bicaranya langsung paham detik itu juga sembari melihat Watson yang sedang ambil absen. "Oh, begitu toh. Benar juga. Karena wajah dia lumayan, pasti ada yang demen."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Misteri / ThrillerBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...