File 1.7.6 - Something Wrong With Watson

468 160 27
                                    

Pukul 21.45 malam, Jillian keluar dari rumahnya untuk menimba air. Sesaat melakukan aktivitasnya, dia mendapati sosok di pongsu tengah merekam sesuatu. Karena malam dan kurangnya pencahayaan, Jillian tidak melihat wajah sosok tersebut dan apa yang dia rekam.

Begitulah sekiranya 'bayangan' Watson. Dia membuka kelopak mata yang merem, menatap datar ke depan. Seorang diri pergi ke Arohara, mencoba teori merealisasikan Istana Pikiran ke dunia nyata seperti yang dilakukan Holmes.

Jarak antara rumah Jillian dengan bukit kecil tempat sosok aneh itu berada adalah 150 meter. Dia melihat sosok tersebut mengarahkan ponselnya ke Timur, sementara posisi Jillian berada di bawah alias Selatan. Jika menilik kontur tanah serta jarak kediaman Jillian dan Qenea memakan 650 meter, rumah mereka berdua sebenarnya hanya terhalang jalan tanjak.

"Sudah jelas sosok itu merekam sesuatu yang sedang terjadi di rumah Qenea. Kira-kira apa? Dan dia pergi ke mana seusai merekam?"

Akan ke mana rute yang ada di bukit membawa Watson jika dia memilih mengikutinya? Detektif muram itu tak bisa menebak langkah selanjutnya dari sosok misterius tersebut. Apakah dia jalan lurus meneruskan rute atau turun dari bukit.

Tidak, tunggu dulu. Daripada pusing menerka poin yang samar, bagaimana kalau Watson lebih dulu memikirkan dari mana 'sosok' ini datang?

Jika dari arah depan, itu berarti dia merupakan warga desa yang ingin pergi ke suatu tempat karena jalan di bukit adalah lintasan menuju jalan raya. Jika dari belakang, itu tandanya dia seseorang yang hendak pulang ke rumahnya.

Coba pikirkan lagi. Alternatif pertama, untuk apa seseorang keluar rumah malam-malam? Pergi ke swalayan? Sejauh itu? Keluar-masuk desa sangat lah merepotkan, lebih baik pergi saat matahari masih bekerja. Jika dia seseorang yang sedang kabur dari rumah, tidak mungkin kan orang seperti itu mau berhenti merekam sesuatu.

Jadi, coret poin pertama. Kondisi yang sesuai itu adalah alternatif kedua: seorang warga desa yang pulang dari tempat kerjanya, lantas berhenti merekam kejadian di rumah Qenea.

Pekerjaan pada malam hari, hanya satu yang terlintas di otak Watson: bar malam. Sosok itu pastilah seorang pekerja dari Night Pub. Karena menurutnya menarik untuk dijadikan bahan pembicaraan, dia pun merekam kejadian itu.

Yah, tentu saja itu sekadar hipotesis Watson. Belum tentu beneran, belum tentu salah. Semuanya cuman bayangan Istana Pikiran-nya.

"Kenapa kamu hobi berkeliaran sendiri?"

Watson menoleh kaget. "Lho, Paman? Kok..."

"Satu mobil menghilang, sementara Noelle ada di rumah. Siapa lagi yang membawanya kalau bukan kamu." Beaufort menghela napas panjang, mengusap wajah masygul. "Kamu belum punya SIM, Watson. Bagaimana kalau kamu dihadang polisi tiba-tiba? Kamu juga belum begitu mahir mengendarai mobil. Bagaimana kalau terjadi kecelakaan? Aku khawatir kamu kenapa-napa."

"Kata orang yang judes saat pertama kali tiba ke Moufrobi." Watson memandang Beaufort malas.

"Jangan mengungkit hal yang sudah berlalu."

"Anyway, how did you know i was here? Perasaan aku tidak memberitahu Tante. Paman sungguhan kasih pelacak ke aku? Di mana letaknya? Kapan paman memasangnya? Saat aku tidur? Fuah, menanam pelacak ke seseorang yang terlelap..."

"Kenapa pula aku harus menjawabnya. Itu demi kebaikanmu, dasar anak bodoh. Apa kamu tidak takut diculik atau dibegal? Kamu pikir sekarang jam berapa?" Beaufort bersedekap tangan.

"Jam 10 malam," balas Watson sekenanya.

"Saraf ketakutanmu terkadang aktif, terkadang mati. Aku tidak paham lagi cara kerjanya."

"Aku harus takut dengan apa? Hantu? Aku tidak percaya hantu," jawabnya lagi, nada datar lagi.

"Terserahlah, yang penting kamu bahagia. Ayo kita pulang. Hampir larut ini." Beaufort menekan tombol pada kunci mobil sontak membuat lampu transportasi roda empat itu menyala.

"Bagaimana dengan mobil satunya?"

"Kusuruh temanku nanti. Mana mungkin kubiarkan kamu menyetir." Beliau membuka pintu mobil, menatap tajam Watson. "Sekali lagi kamu kedapatan mengemudi tanpa izinku, berikutnya bukan ATM yang kubekukan. Hati-hati saja. Siapa tahu, koleksi Holmes-mu sudah tiba di loakan."

"Paman selalu mengancamku seperti itu—"

Beaufrot melempar sebuah benda mungil ke Watson. Untung lah Sherlock Pemurung itu berhasil menangkapnya. Ternyata gantungan kunci origami trendi dengan bandul ikan paus.

"Aku melewatkan ulang tahunmu, dan aku tidak memberi apa pun. Itu mungkin tidak seberapa. Tapi, kamu menyukai barang-barang sederhana."

"Cih, dasar tsundere." Watson mencibir (senang).

"Diam atau aku ambil itu kembali."

-

Esoknya, Watson datang pagi-pagi sekali ke sekolah. Si Paling Rajin. Dia duduk santai di dalam kelasnya, memandangi sapu tangan yang selalu menjadi mainan resleting tasnya. Buatan sang ibu. Dyana membuatkan itu sebagai jimat keberuntungan sekaligus perlindungan untuknya.

Watson berdecak pelan, melepaskan sapu tangan tersebut dan menggantinya dengan 'hadiah' dari Beaufort semalam, kemudian melilitkan kain itu ke pergelangan tangannya. Mulai sekarang dia akan membawa benda itu ke mana-mana.

"Hei, Tuan Detektif!" Seseorang memanggil.

Watson mengangkat badan, tercenung. Dia tahu betul suara ini. Tapi kan tidak mungkin. Pemilik suaranya sudah tidak ada di bumi. Pergi ke alam lain sebulan yang lalu. Apa dia salah dengar?

"Jangan berlagak tuli, Detektif Pemurung. Aku tahu kamu di sana. Cepat buka jendelanya, hei!"

Situasi yang ganjil. Mau tak mau Watson bergerak ke arah jendela, menyingkap gorden dan beralih membentangkan petak kaca jendela, spontan terbelalak. Kelereng biru miliknya tengah menyaksikan pemandangan spektakuler.

Banyak sekali paus terbang di langit, jutaan gelembung, kupu-kupu, pelangi, dan sebagainya. Tampak Violet menaiki salah satu paus. Dia tersenyum lebar, melambai-lambai pada Watson.

"Vi? Kamukah itu?" gumamnya tak percaya.

"Yeah, tentu saja ini aku. Apa kamu lupa wajah sahabatmu? Dan lihat, aku tidak sendiri. Aku bersama seseorang yang sangat kamu rindukan."

Di belakang Violet, berdiri gadis lain dengan wajah yang tak jelas. Warna rambut mint, panjang bergelombang. Bibirnya melukis sebuah senyuman, menatap lurus kepada Watson.

"Mela...? Kamu, kamu... Mela? Kenapa kamu..."

Gadis itu mengulurkan tangannya ke jendela. "Kemarilah, Watson. Aku sangat merindukanmu. Selama ini aku selalu menunggumu. Aku tidak pernah bosan melakukannya. Datanglah padaku."

"Mela... Ada yang mau kukatakan padamu."

"Kamu punya banyak waktu, Watson. Kemarilah."

Watson berbinar-binar. Tangannya perlahan terjulur. "Aku sangat ingin minta maaf—"

"DAN! APA YANG KAMU LAKUKAN?!"

Seruan Aiden membuyar lamunan Watson. Lihatlah, tubuh cowok itu setengah keluar dari petak jendela, hendak meluncur ke tanah. Untung Aiden, Hellen, dan Jeremy melihat itu lantas bergegas menariknya kembali.

"Ini lantai tiga, Watson! Apa yang kamu pikirkan? Apa barusan kamu mau melompat? Kamu bisa patah tulang jika betulan jatuh tadi!"

Watson gelagapan. "T-tidak, aku hanya..." Dia menoleh ke langit. Tak ada apa pun di sana. Violet, Mela, paus terbang, ataupun kupu-kupu. Semua yang dia lihat barusan lenyap begitu saja.

"Maaf, kamu jadi terluka. Jeremy, tolong bantu."

Jeremy mengangguk. Mereka menggotong Watson ke kursi. Tampaknya kaki detektif muram itu terkilir (tersangkut di jendela) sebab cekatan ditarik oleh Aiden. Jika Aiden terlambat sedetik, maka Watson benar-benar akan jatuh.

Hellen diam saja, menoleh ke langit yang remang.

Ini kedua kalinya Hellen melihat temannya yang paling rasional bertingkah abnormal.







[END] Detective Moufrobi : Animals CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang