"Disa juga tidak datang hari ini. Apa dia tahu kita mencurigainya?"
Daripada poin target mengetahui pergerakan klub detektif, Watson lebih menduga si Disa-Disa itu sedang menyiapkan panggung baru. Bisa jadi dia berniat mendorong seseorang lagi.
"Kita akan membagi tim. Krakal dan Bari pergilah ke kediaman Disa secara natural. Periksa apakah dia membawa kostum serigala curian itu atau meninggalkannya di rumah."
"Siap, Pak!" King dan Jeremy hormat, tancap gas meluncur ke TKP.
Watson menoleh ke Kapela. "Kamu, pergi ke kelas Disa dan tanya ke anak-anak di sana apakah Disa sering memakai stoking atau tidak. Jika tidak, tanya apakah kedua lututnya terluka."
"Dimengerti, Kak Detektif!" Sama seperti dua oknum sebelumnya, Kapela juga langsung bergegas pergi.
Kini Watson menoleh ke Aiden yang berbinar menunggu dirinya diberi tugas. Selalu mendebarkan setiap Sherlock Pemurung itu memberi pengarahan.
"Kamu pergilah ke UKS. Wawancarai petugas kesehatan dan lihat apakah Disa pernah meminjam alat-alat seperti pinset, kain kasat, betadine, atau disinfektan. Dia butuh perban untuk membalut luka pada lututnya."
"Siap, Dan!" jawab Aiden semangat.
Tersisa Hellen.
"Tinggal giliranku. Aku yakin kamu menyuruhku yang berurusan dengan siber lagi," katanya tersenyum simpul.
"Aku ingin kamu memeriksa rekam medis Disa, juga periksa log panggilannya. Apa dia pernah berkonsultasi atau menghubungi seorang psikolog."
"Aku mengerti." Hellen mengangguk. "Kamu sendiri mau ke mana? Ah, tidak mungkin lah ya Tuan Detektif Pemimpin berleha-leha selagi anak buahnya kalang kabut mengumpulkan petunjuk."
"Aku akan pergi ke perpustakaan."
Hellen mengernyit. Kenapa perpus? Bukankah TKP-nya di gedung kelas satu? Lagi-lagi Hellen sulit menebak isi pikiran cowok itu yang kapiran.
"Apa yang kamu pikirkan, Watson? Tiba-tiba ke perpustakaan. Tidak seperti dirimu saja. Jujur saja padaku, kamu mempunyai satu gagasan, kan?"
"Yeah, aku rasa ini sebuah sindrom. Masalahnya aku lupa tentang sindrom ini. Boleh jadi aku keliru, tapi aku tetap akan memastikannya dahulu."
"Tunggu!" Hellen bangkit dari kursinya, melangkah ke arah Watson dan menyerahkan sebuah ponsel berwarna merah yang kelihatan baru. "Hapemu tercebur di selokan, bukan?"
"Ya... Bagaimana kamu tahu?"
"Sekolah kita punya banyak CCTV di luar namun minim di dalam, Watson. Aku melihat Dextra mendorongmu dan ponselmu terjatuh ke comberan."
"Itu insiden kecil."
"Ambillah itu. Pemberian dari ibuku."
"Apa? Aku tidak bisa menerima ini. Aku tidak melakukan jasa apa pun sehingga layak diberi hadiah cuma-cuma."
"Aku yakin ibuku sudah bilang akan memberimu hadiah atas bantuan yang kamu berikan pada beliau." Hellen mendekat, berbisik, "Jangan bilang kamu lupa soal operasi tamponade jantung?"
"Apa kamu sedang mengancamku karena mengoperasi ibumu tanpa adanya lisensi dokter? Aku baru tahu Stern seorang gadis perhitungan."
"Hahaha, lucu sekali Watson. Ayolah, mana mungkin aku mau mengancammu. Sesuai kataku, ini hadiah dari ibuku. Sepertinya beliau sangat tertarik padamu semenjak kejadian dulu hari."
"Kamu berbicara seolah aku wajib menerima hadiah ini dan aku tak punya pilihan untuk menolak."
"Baguslah kalau kamu tahu. Aku tidak perlu repot menjelaskan."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Misterio / SuspensoBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...