"Apa yang dilakukan kenalan Buk Aiden itu di Panti Starnea, ya? Apa yang dia buru? Foto-foto Pak Watson yang dikoleksi oleh si penjahat pedofil? Aku pikir benda-benda yang ada di TKP dikumpulkan oleh pihak polisi. Fuah, menggelikan."
Klek! Pintu klub terbuka. Jeremy terkesiap melihat King rupanya sudah duduk manis di depan kanvas. Mimiknya serius. "Lho, tumben kamu datang pagi sekali." Mau apa King dengan kanvas? Kernyitnya bingung.
"Aku khawatir. Melihat kejahatan yang dilakukannya, sudah dipastikan kalau si BE itu musuh baru kita, kan?"
"Secara kasarnya begitu." Jangan bilang dia melukis linimasa kejadian? Kalau tidak salah King itu mantan ketua klub menggambar...
Tada~ Yang ada di kanvas ternyata gambar loli berkuping kucing. Muka Jeremy langsung berubah jadi ekspresi hina.
"Nyonya Lamberno lebih dulu mengirim surat permohonan dari pada Kakek Windoa. Itu pada musim panas tahun lalu, 21 Juni. Lalu surat kedua diberikan pada musim gugur, 23 september. Surat ketiga diserahkan di musim dingin, tanggal 3 desember. Karena sekarang sudah bulan juli, itu artinya..." King menghitung di luar kepala, menepuk tangan. "14 bulan. Tuh, kan! Apa kataku! Hampir dekat dua tahun beliau kehilangan anjingnya."
"Selisihnya cuman dua bulan. Apanya yang dekat?" Jeremy manyun.
"Pokoknya setahun lebih." King memaksa. "Coba kita hitung, Pak Ketua pindah ke Madoka saat bulan semi yaitu 21 Maret. Lalu kasus CL terjadi tiga bulan sebelum kedatangannya, dimulai dari bulan desember. Bukankah artinya Butterfly Effect lebih dulu ada dibanding CL? Melihat label di topeng itu, mungkin saja BE penjahat New York yang pindah kemari."
Jeremy terdiam. Kesimpulan King masuk akal. Jadi lawan mereka kali ini kriminal dari luar negeri? Kalau polisi New York sampai tidak bisa menangkapnya, berarti dia bukan pembunuh awam. Terbukti dari cara BE menguliti hewan-hewan itu.
"Kamu berpikir serius begitu padahal sedang melukis gambar kartun tak berguna." Jeremy berkacak pinggang.
"Berani sekali Pak Jer menghinanya!" King menunjuk papan kanvas dengan mimik menyakinkan. "Dia adalah istriku yang ke-28. Namanya Rushia! Manis, bukan? Kami berencana akan menikah minggu depan."
Otak cowok itu benar-benar tidak waras. Jeremy memandang si raja abal-abal dengan raut wajah prihatin. "Violet akan terluka kalau tahu doinya selingkuh dengan kertas. Kamu ingin putus?"
"Lah, kami kan tidak pacaran? Masih tahap PDKT." King tersenyum penuh arti, mengusap papan lukis. "Aku berubah pikiran. Aku memilih setia dengan istri-istriku. Mereka adalah kebanggaanku."
"King, boleh kutonjok?"
"Apa masalahmu, Pak Jer?!"
Drrt! Drrt! Lagi-lagi panjang umur seolah disatukan oleh benang merah. Ponsel King berdering. Panggilan masuk dari Violet. Keduanya saling tatap sejenak sampai cowok berkacamata palsu itu tersenyum menggoda, menyeringai lebar.
"Gih, buruan angkat." Jeremy menyikut lengan King, berkedip nakal.
"Tidak mau. Aku setia dengan waifuku."
Jeremy mendelik sebal. "Sadarkan dirimu, King. Mereka itu hanya kertas tak berarti. Sedangkan Violet? Dia nyata! Full spek! Kalau aku tidak menyukai Hellen, pasti sudah kuembat tuh cewek!"
"Wah, ngeri. Pak Jer rupanya frontal."
"Cepat angkat! Mana tahu penting!"
"Aku paham! Aku paham! Jangan ngegas dong," gerutu King tidak punya pilihan selain menggeser ikon telepon ke warna hijau. "H-halo?" katanya agak gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Misteri / ThrillerBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...