File 1.8.8 - Born in Mourning

424 156 8
                                    

"Cough! Cough!"

Aneh. Beberapa saat lalu, Watson masih sehat bugar. Lalu entah karena apa, dia mendadak tidak fit padahal hampir sampai di rumahnya. Batuk dan bersin-bersin. Jeremy dapat merasakan suhu tubuh cowok itu memanas.

Apa dia masuk angin dan flu? Tidak mungkin. Cuacanya cerah. Angin juga bertiup stabil.

"Serius, kamu kenapa deh, Watson? Mustahil seseorang tiba-tiba demam. Seperkian menit lalu aku yakin kondisi tubuhmu normal."

"Kalau kamu bertanya padaku, aku bertanya pada siapa? Hatchi!" Watson juga tidak tahu kenapa badannya terasa lemas dan loyo. Tadi dia tidak makan makanan yang aneh kok.

"Buka mulutmu, Wat." Detektif muram itu patuh. Hellen memasukkan termometer ke mulutnya lalu menariknya kembali satu menit kemudian. "38 celcius? Lumayan tinggi juga."

"Apa kamu punya alergi, Dan?" Aiden teringat mereka memeriksa kandang burung Sanoo.

Sebagai jawaban, Watson menggeleng lemah. Mukanya sudah merah. Seingatnya, dia tidak rentan terhadap bulu jenis apa pun. Pasti dia tidak sengaja makan yang aneh-aneh ini.

"Jadi... Korban-korban yang ada cermin di TKP, mereka semua terlahir ketika anggota keluarganya meninggal. Minimal beda sejam."

Watson berani bertaruh, ini bukan sekadar kebetulan. BE tidak memiliki motif untuk melakukan pembunuhan acak. Sudah jelas ini pembunuhan berencana. Agaknya dia hendak menargetkan seseorang dan ingin orang tersebut memahami arti pertunjukannya.

Deg! Mungkinkah petunjuknya ada pada hewan korban dan keberadaan cermin?! Kalau dipikir-pikir, kenapa BE meletakkan cermin di TKP? Tidak ke seluruh kasusnya, namun hanya ke beberapa korban saja. Apa tujuannya?

"Kita mampir ke sana." Tangan Watson terjulur menunjuk toko roti di seberang jalan.

"Hei, Dan, pamanmu mengamuk memintamu buruan pulang. Apa baik-baik saja kalau kita berlama-lama di jalan? Terlebih kamu flu!"

"Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku. Biar aku yang mengurus soal pamanku nanti."

-

"Silakan dinikmati." Pegawai itu tersenyum, kembali ke posisinya setelah mengantarkan cupcake pesanan Aiden, Hellen, dan Jeremy.

Watson mengerjap melihat karyawan toko itu pergi begitu saja. Tidak ada kue untuknya.

"Kamu flu, Watson. Tidak baik mengonsumsi makanan bergula. Bagaimana kalau flumu semakin parah dan kamu ambruk?"

Katakan saja kamu pelit, batinnya masam.

Baiklah, lupakan soal kue. Bukan ngemil enak-enak tujuan Watson ke sana. Dia harus mulai memikirkan teka-teki yang BE lakukan.

Watson mengeluarkan buku semacam kamus(?) yang menyangkut seluruh hewan di muka bumi. Primata, reptil, amfibi, pokoknya semuanya lah. Dia membuka halaman secara rambang.

"Trenggiling, tupai tanah kuning, kuda..."

"Apa ada yang ganjil dengan hewan-hewan yang BE bunuh, Watson?" Jeremy memperhatikan.

"Bukan begitu. Aku merasa kumpulan hewan ini berhubungan dengan kematian mereka berempat. Cermin di TKP sungguh membuatku terganggu. Alasan BE meletakkannya di situ..."

"Menurutku, posisi jasad korban juga aneh."

Dalisay Ramelin yang kehilangan kudanya. Di TKP, tubuhnya digantung seperti huruf U tak berlengkung yang berarti dua sudutnya petak. Sementara kuda peliharaannya, pelaku meletakkan kaki-kaki kuda di atas kain putih dengan memposisikannya seperti angka 11. Jarak antara kedua angka yaitu 1 sentimeter.

[END] Detective Moufrobi : Animals CrisisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang