"Guk! Guk! Guk!"
"Jangan pergi terlalu jauh, Sikas! Kamu bisa tersesat dan bertemu anjing liar-ah!"
Seseorang segera menangkap tubuh anak itu sebelum membentur tanah. Dia fokus pada anjingnya sampai tidak melihat sebuah batu dan menyandung kakinya.
"T-terima kasih, Tante."
Wanita penyelamatnya tersenyum. Poninya yang lebat menutupi mata bagian kiri. "Apa kamu sendirian? Ini sudah sore. Tidak baik anak kecil masih berkeliaran di luar. Orangtuamu bisa marah lho."
"Aku berencana mau pulang, tapi... Oh!" Si anjing peliharaan, Sikas, mendekati majikannya dengan impulsif. "Padahal kamu kabur terus dari tadi, kenapa tiba-tiba jinak? Baguslah. Aku juga sudah lelah."
Hendak menggendong Sikas, anjing itu mendadak menggonggong pada wanita penyelamatnya, posisi siaga. Tidak biasanya dia menyalak marah seperti itu merujuk Sikas adalah anjing rumahan.
"Sepertinya dia membenciku..."
"Ah tidak, Tante! Bukan begitu! Sikas tak pernah begini sebelumnya. Dia hanya menggonggong ketika ada bahaya."
"Kalau begitu intuisinya bagus."
"Eh? Apa maksud Tante-"
Terakhir yang dia lihat adalah seringaian iblis dan lehernya tertusuk dengan sesuatu seperti jarum. Pandangannya mengabur lantas ambruk ke tanah. Telinganya samar-samar mendengar suara lenguhan Sikas yang kelamaan menghilang.
"Seseorang... Tolong aku-brakkk!!!"
-
Aiden tak bisa fokus karena King dari tadi merengek. Apalagi kalau bukan masalah Jeremy yang hiatus tiga bulan. Jika tidak ada dia, maka siapa yang harus King ajak menyableng berjemaah? Terlalu!
"Pak Jeremy jahat. Tidak bilang-bilang dulu padaku. Mana teleponku tak diangkat. Apa aku samperin ke rumahnya, ya?"
"Aku sarankan jangan," kata Aiden.
"Lho, kenapa? Kan kita temannya. Buk Aiden memangnya tidak pernah ke sana?"
"Bukannya tidak pernah..."
Aiden masih ingat jelas seolah baru terjadi kemarin. Kepala pelayan di kediaman itu, Ama, sangat protektif pada Jeremy dalam artian tidak boleh melewati batas wajar. Tahu lah Aiden kan suka menepuk, memukul, membanting, bahkan menendang Jeremy walau hanya candaan. Tapi Ama menanggapinya dengan serius.
"Ama sepertinya masih dendam denganku."
"Ngomong-ngomong Buk Aiden baca apa? Serius banget." King mengintip. Itu biodata Dextra Chouhane. Raja abal-abal itu berdecak pelan, tentu saja dia tidak tahu. "Siapa nih? Adik kelas? Kamu akhirnya move on dari Pak Ketua?"
Plak! Aiden menampar kepala King pakai koran. Mulai saja belum, masa sudah diakhiri? Tali hubungan ini masih belum terbentuk! Aiden harus melakukannya dengan pelan-pelan dan hati-hati karena dia sedang membicarakan Watson lho.
Bukan berarti juga Aiden menyuruh Dangil mencari informasi Dextra untuk sekadar mengisi waktu. Ada yang menarik sama adik kelas mereka satu itu. Biasa lah, gadis ini kan punya insting perasa yang hebat dalam menemukan orang berbakat.
"Kamu sudah tahu berita baru di Madoka?"
"Ah, tentang peliharaan murid-murid menghilang misterius? Aku sudah dengar tadi pagi. Salah satu teman sekelasku jadi korban. Dia kehilangan tikusnya kemarin."
"A-ada yang memelihara tikus?"
"Kenapa tidak? Kalau dirawat baik-baik, sebenarnya tikus menggemaskan lho. Jika tidak, mengapa masih banyak yang menonton animasi Tom & Jerry? Itu karena mereka lucu kalau terlatih."
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] Detective Moufrobi : Animals Crisis
Misteri / ThrillerBUKU KEDUA dari 'Kisah Watson' {WARNING: It is advisable to read the first book!} Watson pulang ke kota asalnya, New York. Hal itu meninggalkan jejak kentara bahwa Klub Detektif Madoka kekurangan orang. Tapi tidak mengapa, tak ada kejadian serius ya...