Tak suka?

15.5K 696 32
                                    

Setelah insiden memalukan tempo lalu, Shenin sama sekali tak malu. Oh, tidak. Bahkan, lebih tepatnya ia berusaha menghilangkan rasa malu. Lupakan peristiwa bodoh kemarin! Ada yang lebih penting saat ini, ia ingin membuat kue pie ala-ala.

"Ah, begini doang. Gampang! Aku mana bisa," ucapnya.

Shenin mendesah lelah, ia telah membuat beberapa. Namun, dari segi tekstur keras sekali. Kemudian, belum lagi rasanya seperti amis, entah ia yang salah karena memakai telur yang lain. Wanita itu, kembali mendelik saat seseorang yang berada di video tersebut mmecahkan telur.

"Anjir!" jeritnya.

Ia membuka kembali plastik sampah bekas telur yang ia beli di supermarket. Lalu, membaca deskripsi di tempat tersebut. "Ini telor bebek! Lo bodoh banget, Shen! Ah, malu-maluin. Si anjir, kenapa pegawainya gak bilang kalo ini telor bebek!" jeritnya lagi.

Pantas saja, ia salah resep! Oke, ini salahnya, Shenin mengaku kali ini. Bukan salah mbak-mbak kasir, ataupun salah seseorang yang berada di video tutorial memasak tersebut.

Shenin mengusap belur bening yang mengalir, payah sekali! Membedakan telur ayam dan bebek saja ia tak bisa! Shenin mengira, telur itu sengaja dicat, hingga warnanya berbeda. Bodoh!

Dengan langkah kesal, ia membuang kue pie bikinannya. Gagal total! Sudah rugi tenaga, ia juga rugi biaya. Begini betul, ingin menggaet Adinata. Tapi, Shenin tak akan semudah itu menyerah.

"Mending gue ke sebelah langsung, gak usah bawa apa-apa. Ntar minta aja, si Mas doi beli online. Hidup udah canggih kali, kok dibawa ribet," ucapnya bersemangat.

Wanita itu kemudian mandi sebentar, setelah wangi, ia bersiap dan berdandan tipis-tipis.

Tok..tok..tok

Beberapa lama ia menunggu, akhirnya Adinata membuka pintu. Shenin langsung tersenyum sumringah, ia tersenyum semanis mungkin.

"Halo, Mas!"

Adinata mendelik, mau apa lagi wanita aneh itu? Ucapnya dalam hati, ia merasa aneh. Sepertinya, Shenin tak bisa sehari saja, jika tak mengganggu hidupnya.

"Kenapa?" tanya Adinata.

Shenin kembali tersenyum. "Aku mau masuk, main sama mochi. Kangennnn banget, sama pemiliknya juga," jawab Shenin.

Adinata menghela nafas panjang. "Oh, yang punya mochi itu anak saya. Sekarang, mochi lagi dipinjam. Kamu kangen sama anak saya?" tanya Adinata.

Shenin menggeleng, sekalipun anak Adinata lebih ganteng dari lelaki itu, ia tak akan berpaling. Wanita itu sudah terlanjur jatuh hati pada Adinata.

"Mas selalu gitu, gak boleh ketus sama calon istri. Anak mas udah tahu, kalo aku lagi dekat sama mas?"

Wanita ini, memang punya rasa percaya diri berlebihan. Aneh sekali! Siapa yang sedang dekat? Ia dan Shenin? Sejak kapan? Bukankah wanita itu yang lebih dulu mendekatinya? Benar-benar aneh dan ajaib.

Adinata menghela nafas panjang. "Saya katakan sekali lagi, kita tidak dekat. Kamu dan saya bukan apa-apa. Jadi, stop mengganggu saya seperti ini. Saya risih, kamu terlalu gila. Saya tidak bisa jadi Daddy sugar kamu," jelas lelaki yang mengenakan baju putih polos tersebut.

Senyum di wajah Shenin tenggelam. Wanita itu mundur selangkah, Adinata mengira bahwa ia mendekati lelaki itu karena uangnya? Lelaki itu menganggap bahwa Shenin adalah wanita yang sengaja menjalankan tubuhnya, untuk kesenangan pribadi dan hidup foya-foya?

Serendah itu, serendah itu Shenin di mata Adinata.

Shenin tertawa hambar, air matanya mengalir dan segera ia usap kasar. "Oh, jadi penilaian kamu pada aku segitu rendahnya?" tanyanya.

Adinata terdiam, apakah lelaki itu terlalu kasar? Salahkah, Adinata merasa risih dengan tingkah Shenin tersebut? Lagipula, ia mengira jika Shenin mendekati dirinya karena uang. Dulu saja, saat ia masih beristri, banyak wanita yang ingin menjadi istri simpanannya.

Tapi, saat melihat Shenin terluka seperti itu karena ucapannya. Adinata menjadi merasa bersalah.

"Oke, kayaknya emang aku terlalu percaya diri. Terimakasih penilaiannya, aku gak susah-susah lagi buat usaha dekatin kamu. Kayaknya emang gak bisa," kata Shenin.

Wanita itu berbalik, ia melangkah dengan lesu menuju kamar apartemennya. Bodoh! Harga dirinya telah jatuh di depan Adinata.

Tapi,,,,

"Tunggu!"

Adinata mengejar Shenin, nah, ia tahu bahwa lelaki itu tak benar-benar merasa tega pada Shenin. Siapa yang bisa menolak pesona Shenin?

Terdengar langkah Adinata mendekat, lelaki itu memegang bahunya. Lalu, membalikkan badannya. "Ini, barang kamu kemarin ketinggalan. Saya mau ngantarin, tapi malas. Akhirnya, kamu sendiri yang kesini," ucap Adinata.

Sial! Senyum Shenin yang sempat terbit tadi, buru-buru ia memasang wajah sendu. Adinata sialan! Laki-laki kurang aja! Lelaki tua, tapi sayangnya begitu mempesonanya!

Dengan kesal, Shenin berbalik dan berlari menuju pintu apartemennya.

Blam!

Bunyi pintu kamar yang dibanting keras oleh Shenin. Adinata hanya terbelalak, Shenin marah padanya?

_______

"Ngapain lu nyet?" tanya Evelyn.

Shenin mengusap air matanya, pipinya sembab akibat menangis. Sudah satu jam ia menangis di apartemen, sendirian lagi. Syukur, tak disahut oleh penunggu apartemen ini.

Layar ponselnya ia kembalikan melihatkan wajahnya. Sekarang, ia sedang melakukan panggilan video dengan Evelyn.

"Ngapa tuh, wajah lu bengep bener? Habis dicip*ok semuka-muka lu ye?!" tuduh Evelyn.

Shenin tahu, bahwa temannya hanya bercanda. Jelas-jelas, wajahnya memrah karena menangis! Ah, lagipula, ia dicip*ok oleh siapa? Mas poci! Ahhh, ia kembali mengingat Adinata. Wanita itu kembali menangis.

"Eh-eh, lu ngapa?" tanya Evelyn mendadak panik.

"Gue belum tanding aja, udah disuruh mundur. Sebel banget, mana gue dikira nyalon jadi sugar baby-nya lagi. Sialan banget gak tuh," jawab Shenin dengan terbata-bata.

Evelyn terdiam, Shenin telah siap jika ia diledek oleh temannya. Meskipun, Evelyn tak setajam Sara mulutnya. Tapi, tetap saja. Kemarin ia terlalu menggembor-gemborkan duda tetangga sebelah.

Tapi,,,,

"Shen, gue turut prihatin. Tapi, kalo dia sampai ngomong begitu. Artinya, dia benar-benar gak tertarik sama lu. Bisa aja, dia ngerendahin lu begitu karena dia udah terlalu risih dan gak mau diganggu lagi sama lu," ucap Evelyn.

Jadi, Adinta sebegitunya tak menyukai Shenin? Tapi, Adinata bahkan belum terlalu dekat dan mencoba dengan Shenin. Mengapa lelaki itu terlalu cepat menyimpulkan sesuatu, apa salahnya mencoba? Tapi, jika Adinta telah mengatakan seperti itu. Apakah ia harus mundur sekarang juga?

"Tau deh. Makasih, Lyn. Gue mau intropeksi diri dulu, mungkin cara gue deketin dia terlalu bar-bar. Dia gak suka kayaknya kalo gue terlalu agresif gini, apa gue ganti metode aja ya?" tanya Shenin.

Evelyn terdiam, mungkin karena tak tahu ingin membalas apa. Lalu, telepon dimatikan, Shenin mengelambil tisu dan mengusap wajahnya. Wanita itu beranjak ke kamar mandi, ia ingin membasuh wajahnya. Setelah merasa segar, Shenin kembali berkaca.

Matanya masih membengkak, bibirnya juga memerah. Mengapa ia jadi begini? Adinata mungkin hanya salah paham padanya, oke, tugasnya kali ini akan membuat Adinata mengerti bahwa ia sungguh-sungguh menyukai Adinta, bukan karena harta atau lainnya.

Bel apartemennya berbunyi, Shenin beranjak menuju pintu. Wanita itu membuka pintunya, matanya terbelalak saat melihat seseorang yang datang.



Hi guysssssss,,,,
Sehat selalu, jangan lupa ⭐

Kalian tetap tim Adinta garis keras???

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang