Duka

12K 551 46
                                    

"Kenapa Mas?"

"Katanya Mama mendadak henti jantung," ucap Adinata.

Pria itu menyeret kopernya keluar hotel, tanpa menghiraukan Shenin yang tercengang menatap bahu suaminya.

Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar, mungkin Adinata terlalu terburu-buru, sehingga linglung dan lupa mengajaknya. Baiklah, ia langsung mengemas barangnya yang masih tertinggal. Lalu ikut keluar kamar hotel dan menuju lobi.

Adinata tengah duduk di dekat lobi, menunggunya. Pria itu mengambil alih kartu kamar dan mengembalikan pada resepsionis. Pria itu lalu menggandeng Shenin menuju parkiran.

"Kamu panik ya?"

"Hm."

"Mas?"

"Ya."

"Semoga Mama baik-baik aja," katanya.

1 jam 30 menit kemudian,  mereka akhirnya sampai ke rumah sakit. Sanak saudara Adinata serta kakak-kakaknya telah berkumpul di sana.

Tadinya Shenin diminta oleh pria itu langsung kembali ke rumah. Tapi Shenin menolak, ia ingin bertemu dengan mertuanya. Wanita itu melangkah di belakang Adinata sembari menunduk. Seolah-olah kini beberapa pasang mata tengah memperhatikan geraknya.

"Bagaimana Mbak?"

"Udah ditangani dokter. Cuma gak tau, harapannya juga gak terlalu besar."

Adinata mengangguk, pria itu berlalu memasuki ruangan ibunya. Meninggalkan Shenin di luar sendirian.

Shenin semakin merapatkan diri ke tembok, rasanya ia cukup pegal karena sejak tadi sibuk mengimbangi langkah Adinata yang terlalu cepat.

"Adinata ini emang keras kepala, udah dijodohin sama yang cocok. Malah milih wanita muda yang gak jelas. Jadinya ya begini, cuma bisa ngandelin cantik aja. Gak bisa berbaur dan menyatu sama yang lain," sindir salah satu kakak Adinata.

Sial memang, Shenin tak pernah memperhitungkan akan memiliki kakak ipar Julid. Dulu ia pikir drama perjulidan ipar hanya akan ada di sinetron. Tapi kini benar-benar ada di depan matanya.

Wanita itu berdehem sebentar, ia menghela nafas sepelan mungkin. Lalu tersenyum dan mengangkat kepala. "Halo, Mbak. Maaf kalau aku gak sesuai harapan. Tapi aku ke sini buat nemanin Mas Adi bertemu dengan Mama. Jadi, tolong buat tertib kali ini saja ya?"

"Dih! Yakin banget, dagu difiler, hidung operasi. Bulu mata juga palsu, tipe begini kok demen sih Adi! Tau gitu, aku pilih sama Adik ipar Lara. Lebih berpendidikan, janda anak 1 juga. Dijamin kalau bakal subur," sahut kakak iparnya.

Shenin menggigit bibirnya, berusaha untuk tidak membuat kekacauan di depan ruang rawat sang mertua. Wanita itu hanya bisa tersenyum tipis, lalu mengusap dadanya.

Tak lama, Adinata keluar dari ruangan. Pria itu menatap Shenin. "Mama ingin bicara denganmu."

"Iya, Mas."

Ia memasuki ruangan serba putih tersebut, melirik mertuanya yang telah rentan dipenuhi serangkaian alat medis. Shenin merasa prihatin, sebab di antara semua keluarga Adinata, ibu pria itulah yang paling menerimanya dengan baik.

Wanita tua itu berkedip, lalu memaksakan senyum. "Menantu Mama."

Shenin mengambil duduk di dekat sang mertua, ia menggenggam tangan pucat mertuanya. "Ma, semoga lekas sembuh. Biar bisa kumpul lagi sama kita."

"Kayaknya Mama gak sempat lihat kalian punya anak," ucapnya tertatih.

"Loh, Mama harus yakin buat sembuh. Aku sama Mas Adi bakal temani selama Mama masa pengobatan. Kalau perlu, kita ke Singapura aja. Ya?" Balas Shenin menguatkan.

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang