Pembuktian

17.2K 802 32
                                    

"Om kenapa kok malah gak suka ketemuin aku sama cowok tadi. Jadi curiga, kalau sebenarnya Om itu gay. Terus cowok tadi cem-ceman Om, sekarang nyeret aku dimasalah buat nutupin aslinya," tuduh Shenin.

Mata wanita itu menelisik wajah Adinta yang tampak kesal, tak ada kecurigaan memang. Ah, tapi bukannya wajah Adinata memang selalu begitu. Shenin tak dapat menerka apakah memang tebakannya kali ini benar atau salah?

Adinata berdecak seperti biasa.

"Jangan sembarangan kamu kalau ngomong. Memangnya saya ada indikasi jadi golongan mereka?" tanya Adinata.

Shenin mengendikkan kedua bahunya. Tak ada yang tak mungkin, soalnya perubahan sikap Adinata kini terlalu cepat dan berbalik 36° derajat. Pasti ada sesuatu yang menyebabkan perubahan pada diri pria paruh baya itu, yang sayangnya masih tampak muda dan tampan.

"Bisa aja, kan waktu awal aku dekatin Om itu pakai baju seksi banget malah. Tapi Om sama sekali gak tergoda, pastinya kalau udah lama gak begituan ada rasa buat ingin melakukan. Tapi buat lirik aku aja gak mau. Ngaku aja kali kalau misalnya tebakan aku benar, aku gak akan judge langsung."

Kini Shenin makin percaya dan berpegang teguh pada keyakinan yang ia buat sendiri. Tebakannya ini pasti benar, jika begitu artinya hubungan ia dengan Adinata sama sekali tak bisa dipaksakan.

Siapa yang mau jadi pelarian? Apalagi pelarian karena pria tersebut tak menyukai wanita. Ah, hanya akan membuang-buang waktu Shenin yang berharga menjadi sia-sia.

Tampaknya Satrio sekarang lebih memungkinkan untuk dijadikan suami idaman. Iya, kan?

Adinata menghembuskan nafasnya dengan kasar, ia menyenderkan tubuhnya di sofa ruang tamu milik Shenin. "Saya rasa kamu terlalu jauh dalam menilai saya, sehingga kamu bisa seenaknya menuduh saya seperti ini. Sudah berapa kali saya bilang, kalau saya itu manusia normal apa adanya."

Shenin tak lantas percaya pada Adinata, ia menyipitkan matanya. Sayangnya ia tak punya radar gay, sehingga tak bisa mendeteksi Adinata sekarang. Ah, mungkin Hans bisa membantunya. Pasti pria itu bisa membaca, bukan?

Ide bagus! Hah! Jangan dipikir Shenin akan luluh begitu saja dengan sikap Adinata yang berubah tiba-tiba.

"Iya, bagaimana aku mau percaya? Orang kalau aku pancing mengarah hal yang cukup sensitif aja, Om langsung menghindar dan malah gak tertarik. Atau sebenarnya cerita Om tentang istri itu hanya mengada-ada?" terka Shenin.

Wajah Adinata kini tampak memerah, ia paling tak suka saat seseorang mengungkit mengenai istrinya. Entah mengapa ada sudut hatinya yang merasa tersinggung.

"Jangan bawa-bawa istri saya yang sudah tidak ada," jawab Adinata.

Shenin mengatupkan bibirnya, ia menepuk pelan pipinya. Lalu kembali matanya menelisik Adinata. Wanita itu tak ingin terjebak dengan Adinata seperti ini, padahal dari tadi ia telah menyuruh Adinta untuk segera keluar keluar dari apartemennya.

"Terus yang tadi siapa?" tanya Shenin.

"Anak saya," jawab Adinata.

Jawaban Adinata lantas tak membuat Shenin mempercayainya. Ia menggeleng, merasa bahwa Adinata telah berbohong padanya. Kalau memang anak Adinata, mengapa pria itu malah tak mau mempertemukannya tadi?

Ah, jikalau mereka berkenalan, bisa saja Shenin yang berjodoh dengan anak Adinata. Lalu, pria di depannya ini akan menjadi mertuanya. Menarik! Makan tuh, gengsi!

"Yang bener? Bukan anak-anakan?" tanya Shenin.

Adinata kembali berdecak, pria itu mulai stress menghadapi Shenin yang mencecarnya dengan tuduhan menyukai sesama jenis. Entah dari mana wanita itu bisa menerka demikian?

"Terserah kamu, sudah berapa kali saya bilang kalau dia anak saya. Itu artinya saya tidak berbohong, bukannya saya sudah bilang kalau saya memiliki anak yang hampir seumuran dengan kamu," balas Adinata.

Jangan salahkan Shenin yang merasa curiga bahwa Adinata tak menyukai wanita. Buktinya wanita cantik seperti dirinya saja ditolak oleh Adinata.

Shenin beranjak dari duduknya, ia menopang dagu. "Om itu aneh. Gak mau dinilai sama orang lain, tapi Om sukanya menilai orang lain seenak jidat. Ngomong Om Satrio itu gak baik buat aku, terus dulu ngomongin aku wanita gak baik.  Tapi sekarang malah nyatanya Om kejar-kejar aku. Buat apa coba?"

Adinata terdiam, ia sudah minta maaf pada Shenin tentang penilaiannya saat itu. Ia menyadari bahwa mulut berbisanya keterlaluan saat itu, perkataan yang ia lontarkan begitu saja tanpa menimbang lebih dulu, apakah Shenin merasa sakit hati atau tidak.

Shenin menghela nafas panjang. "Sekarang ada baiknya Om pergi dari apartemen aku. Soalnya ini udah lumayan malam dan aku butuh istirahat, kencan pertamaku jadi hancur karena Om. Kayaknya harus ngatur jadwal buat kencan selanjutnya, do'ain aja aku banyak rezeki buat bisa pindah apartemen. Nanti Om gak lagi lihat wajahku yang menyebabkan," jelasnya.

"Jangan!"

Mulut Adinata reflek berkata demikian. Pria itu kembali menghembuskan nafasnya, ternyata kondisinya yang kini tak stabil membuat pria itu tak punya pengendalian sama sekali. Mulut sialan!

Shenin mengerutkan keningnya, alisnya menyatu. "Kenapa? Ada masalah emangnya? Oh, atau Om yang mau pindah dari sini? Bagus kalau gitu, aku gak perlu repot-repot buat pindahin barang. Kan barangnya Om lebih sedikit, jadi lebih memungkinkan untuk pindah."

Dalam hati Shenin terkikik geli saat melihat wajah Adinata yang tampak gelisah dan tak nyaman. Pria tua aneh yang cukup sensitif! Gilanya lagi, entah mengapa Shenin bisa menyukai pria itu! Oh, terkadang cinta memang suka datang tiba-tiba. Gak ngotak!

Adinata menggeleng dengan cepat. "Saya masih betah di sini, kalau kamu pindah nanti saya memiliki tetangga baru. Saya cukup sulit buat beradaptasi, jadi kamu tetap di sini saja. Saya kan sudah minta maaf untuk perkataan saya waktu itu yang keterlaluan."

Mudah sekali pria itu mengucap kata maaf. Padahal Shenin sangat terluka danerasa tak berharga saat itu, belum lagi perkataan dari temannya yang membuat ia merasa menjadi wanita murahan. Sialan memang!

Hidup ini kadangkala terlihat seperti pelangi karena saking indahnya, kadangkala juga terlihat seperti sempak Spongebob yang sangat mengganggu. Oke, lupakan pikiran aneh Shenin. Akhir-akhir ini ia banyak menonton kartun kuning itu.

"Kalau ucapan maaf segampang itu, mungkin gak akan ada penjara di dunia ini. Setelah berbuat kesalahan tinggal berucap maaf dan urusan selesai," balas Shenin.

Hei, anggaplah ia bicara terlalu jauh. Namun urusan sakit hati tak semudah itu untuk ia lupakan begitu saja. Ucapan Adinata saat itu begitu menohok baginya, sama dengan ucapan mantan terakhirnya yang laknat itu!

Ah, mengingat pria itu kembali membuat Shenin merasakan emosional. Marah, kesal dan kecewa yang menjadi satu. Sialan memang! Pasti pria itu sekarang sedang bersenang-senang dengan pacarnya.

"Shen, saya tau kalau ucapan saya tak mudah untuk dimaafkan. Tapi tolong beri saya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Setiap manusia itu berhak buat mendapatkan kesempatan," kata Adinata.

Hah! Kalau soal berucap pria itu rajanya! Pandai sekali bersilat lidah, sialannya Shenin malah kalau urusan seperti ini.

"Tapi jawab aku dulu, Om beneran gay?"

Adinata beranjak dari duduknya, Shenin mengira pria itu matah padanya dan ingin mendorongnya. Padahal Shenin telah memakai siaga satu untuk berjaga-jaga, namun sialnya Adinata malah membungkam bibirnya.

Dengan lidah! Catat! Pria tua kurang ajar itu melancarkan aksinya, sayangnya Shenin bukannya mendorong Adanya malah menerimanya.

"Masih mau bilang kalau saya gay?" tanya Adinata.

Shenin terdiam, ia memegang bibirnya yang kini ia Yamini membengkak. Bodoh! Kenapa ia tidak mendorong tubuh Adinata hingga terjengkang ke lantai? Shenin benar-benar bodoh! Ia kini seperti wanita murahan.

Tolong jangan hujat Shenin, kasihan 😅

Makasih udah baca, kalain sehat selalu ya 🙌

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang