Shenin melirik sinis pria tua di hadapannya sekarang, bukannya merasa terpana, wanita itu kini malah merasa aneh pada pria itu yang datang tiba-tiba tanpa diundang.
"Apa sih? Sok cakep banget lu, pakai motong pembicaraan orang lain lagi. Gak sopan tau Om," balas Shenin.
Pria itu melotot, kurang ajar sekali! Padahal dulu Shenin dahulu yang mau mengganti panggilannya dan kini wanita itu memanggilnya lagi dengan sebutan 'om'.
Satrio yang dari tadi hanya diam saja akhirnya angkat bicara. "Maaf, Pak? Ada sesuatu yang ingin disampaikan pada Shenin? Mengapa tiba-tiba seperti ini?"
Tentu saja kehadiran Adinata membuat semua orang kini bertanya-tanya. Apa lagi Shenin yang merasa begitu heran dengan tingkah pria tua yang telah menolaknya itu! Jikalau dibilang masih kesal, tentu saja Shenin merasa kesal.
Adinata berdiri tegak, pria itu melirik Shenin yang kini ikut meliriknya dengan penuh tanda tanya. "Maaf sebelumnya, saya ada keperluan dengan wanita saya ini. Jadi untuk itu saya ingin minta beri kami waktu," katanya.
Tunggu! Wanita saya? Hello! Shenin memekik dalam hati karena merasa kesal sebab pria itu mengakuinya. Mengapa tiba-tiba saja Adinata mengakui seperti itu? Atau mungkinkah pria tua ini sekarang sedang melantur karena telah pikun atau syarafnya tejepit?
Siapa yang tau? Ada apa dengan Adinata kini masih menjadi misteri. Pria kaku, tua dan aneh!
"Mimpi kali, Om! Coba cuci muka dulu sana, mana tau Om lagi ngantuk atau mabuk. Aku gak pernah ada urusan apapun dengan Om, jadi tolong untuk itu berhentilah seolah kalau kita adalah orang yang kenal dekat," balas Shenin.
Kemana saja pria tua itu selama ini? Padahal Shenin telah bersusah payah mengejarnya seolah seperti wanita tanpa harga diri. Lalu ia juga telah dicampakkan oleh Adinata dengan begitu hebatnya. Dan kini?
Apa maksud dari Adinata? Apakah pria tua itu sedang mabuk? Atau pria tua itu sedang melantur saja? Padahal ia juga tak lagi memiliki urusan apapun dengan Adinata.
"Mochi mati," ujar Adinta.
Satu detik, dua detik, semuanya dapam keheningan. Sampai Hans yang kini menyadarkan semua orang. Pria itu menepuk bahu Shenin cukup kencang.
"Sakit anj-"
"Maaf, Lo kayaknya lama banget ngelagnya. Gue penasaran Mochi siapa? Anak kalian?" kata Hans.
Shenin berdecak, wanita itu merengut karena merasa terkejut sekaligus sakit. Tentu saja! Tenaga Hans jika dibandingkan dengan bahunya yang tak begitu berisi sangat terasa sakit!
"Makanya jangan buat gue kagetan! Sekali lagi Lo gituin gue, awas aja Lo! Itu si Mochi juga bukan anak gue kampret! Sembarangan aja, Lo kira gue gampang kawin sana-sini! Dasar otak cabul Lo itu mesti dicuci dulu kayaknya sampai bersih," jawab Shenin.
Mengapa yang ada di otak Hans itu hanya ada hal semacam itu? Apakah memang gaya pacaran anak sekarang semacam itu? Entahlah, pria itu mungkin juga mengira jikalau Shenin wanita yang gampang melakukan hubungan seksual hanya dengan concent.
Yah, meskipun Shenin pernah sebodoh itu. Meski tak sampai melakukan hal yang lebih, tapi bagi Shenin selama ia menjalin hubungan dengan seseorang, hanya dengan mantan terakhirnya ia cukup berani.
Shenin kini melirik Adinata. "Mochi kok bisa mati? Pasti karena Om lupa lagi kalau dia ada di apartemen, terus Om malah gak pulang ke sana. Kebiasaan! Udah tau itu kucing, bukan manusia. Kalau manusia dia bisa teriak kalau misalnya kelaparan!"
Adinata menghela nafas panjang, mood pria itu juga cukup berantakan karena memikirkan kucingnya yang kini tak ada lagi. Pria itu seolah kehilangan pasangan hidup, sebab itu juga merupakan kucing kesayangannya.
"Mau ikut saya dulu? Kamu kenapa ada di tempat seperti ini sama banyak lelaki, lebih baik kamu pulang saja. Saya antarkan," kata Adinata.
Hah! Obrolan macam apa ini? Padahal seharusnya Shenin tak lagi menanggapi Adinata, namun karena ia cukup merasa kehilangan kucing gemuk yang bernama Mochi tersebut.
Katakanlah memang babu Mochi adalah orang yang begitu mengesalkan. Namun membuat Shenin sedikit mellow. Kucing gemuk itu juga pernah ia rawat, meski awalnya hanya ingin modus pada Adinata.
"Pulang aja duluan, Om. Aku masih kencan, jangan ganggu aku dulu. Aku turut berduka cita atas matinya Mochi," ucap Shenin.
Satrioa yang sejak tadi menyimak pembicaraan dan berharap ia juga paham apa yang dibicarakan oleh kedua manusia di hadapannya ini.
"Kamu mau pulang sekarang atau nanti?" tanya Satrio.
Adinata mengangguk. "Sekarang saja."
Shenin mengerutkan keningnya. "Bukan Om yang ditanya tau! Aku yang ditanya sama Om Satrio. Kenapa malah Om yang ngebet banget ngajak aku buat pulang? Kan aku udah bilang juga sebelumnya kalau kita itu emang gak ada apa-apa. Seharusnya sebagai sebatas tetangga Om gak boleh sok care gini sama aku."
Cukup aneh bukan tingkah Adinata ini? Shenin curiga jikalau kini Adinata bukan dalam kondisi yang normal. Meski terlihat dari wajahnya pria itu cukup bisa dikatakan normal. Tapi ini terlalu aneh dan bukan Adinata!
Adinata menggaruk tengkuknya. "Ya sudahlah, kamu ikut saya saja pulang. Lebih aman bersama saya, daripada kamu dengan orang lain. Mari pulang."
Satrio beranjak dari duduknya, pria itu melirik Adinta dari atas hingga bawah.
"Anda padahal bukan dalam keadaan mabuk. Tapi ada apa tiba-tiba datang dan merusak kencan saya dengan Shenin? Apakah anda merasa cemburu karena lada akhirnya dia bersama dengan saya?" tanya Satrio.
Tentu saja Satrio juga merasa heran dengan kedatangan Adinata secara tiba-tiba. Padahal bukannya saat itu ia sempat mendengar dari Shenin bahwa Adinata sama sekali tak menggubrisnya sejak awal.
Adinata mendengkus kasar. "Bukan urusan Anda sama sekali. Saya hanya ingin membawa Shenin pulang, kalau bisa jangan lagi dekati dia untuk selamanya. Jangan teruskan kencan ini lagi untuk sekarang hingga selamanya."
Shenin hanya memijit pelipisnya tanda tak mengerti, apalagi sekarang Adinata menarik tangannya dengan cepat. Bahkan karena merasa tak sabar, pria itu membawa Shenin dalam gendongannya.
"Om! Apaan sih! Kok aneh gini? Jangan-jangan lagi kesurupan hantu di apartemen om! Serem banget Ya Tuhan!"
Adinata memberi isyarat agar Shenin tetap diam dan tak berontak. Atau mungkin juga agar Shenin tak jatuh dari pegangan pria itu.
Satrio menarik lengan Adinata, sebab pria itu malah merasa perilaku Adinata sekarang cukup kurang ajar. Memaksa Shenin sembarangan, padahal sejak awal juga wanita itu telah menolak.
"Turunkan dia! Sebelum saya kehilangan kesabaran! Anda siapa yang berhak mengatur Shenin? Apakah anda merupakan Ayahnya? Atau sanak saudaranya? Hingga Anda dengan mudahnya memaksa Shenin?!" bentak Satrio.
Pria itu kemudian membekuk Adinata, lalu mengambil tubuh Shenin dari Adinata. Setelah Shenin berada di tangannya, lalu ia mendudukkan Shenin di sudut ruangan.
"Kalau misalnya Anda ada masalah dengan saya, jangan lukai Shenin! Anda siapa yang berhak mengatur hidup Shenin?" kata Satrio.
Selamat membaca☺️
Kenapa sih, Om Adi? Kepanasan banget liat doi bahagia sama orang lain?Kurang asupan kayaknya Adinata
KAMU SEDANG MEMBACA
Naksir Ayah Mantan
RomanceBelleza Shenin menyukai tetangga barunya, duda yang mempunyai jarak umur sangat jauh dengannya. Bagian plot twist nya adalah ternyata lelaki yang ia sukai-- ayah dari mantan pacarnya. Januar Adinata, lelaki duda beranak satu yang setia pada almarhum...