Tarik ulur

10.4K 448 18
                                    

"Kamu masih marah?"

Shenin mengendikkan bahu tak peduli, kesal rasa pria itu yang tidak memiliki tingkat kepekaan tinggi. Ya, Shenin cukup maklum karena pria itu tua. Tapi apa tidak bisa mengimbanginya sedikit saja?

Pria bermata tajam itu mendekat, memangkas jarak di antara mereka. Ia kemudian memegang dagu Shenin. "Marah sama saya bisa selama ini?" Tanyanya lagi.

Alih-alih tersipu, Shenin malah meringis karena cengkraman Adinata di dagunya cukup keras. Ia jadi ngeri sendiri pada pria itu. "Mas, sakit ih!"

"Maaf."

Tak ingin berlama-lama dalam kesalahpahaman ini, Shenin kemudian duduk bersilah dan menghadap pria itu. Ia dapat menatap mata tajam Adinata dengan jelas, lalu memandang puas pria itu yang memiliki rahang tegas, ada bulu-bulu halus di bagian dagunya. Membuat pikiran Shenin berkelana pada ciuman panas terakhir mereka.

Ternyata ciuman dengan pria yang memiliki bulu halus tak begitu buruk, walau ada perasaan geli ketika sengaja menyentuh kulitnya.

"Mas paham enggak sih dengan komitmen kita sekarang? Mas juga yang waktu itu minta aku buat jadi istri Mas kan? Terus kenapa malah seolah-olah aku yang minta ini semua?"

"Saya tahu."

"Terus Mas pengennya kita udahan aja atau bagaimana? Aku gak apa-apa loh kalau kita putus sekarang. Toh, aku masih muda juga. Maka dari itu aku gak mau terjebak dalam hubungan semua yang Mas ciptakan."

Mungkin awalnya bagi Shenin, menikah dengan pria seperti Adinata adalah solusi agar dia terlepas dari cengkeraman keluarganya. Tapi pada akhirnya ia menyadari, bahwa mengurung diri di pernikahan semu juga tak ada bedanya.

Ia telah terlahir di keluarga yang cukup berantakan, Shenin tak ingin di kehidupan selanjutnya akan sama berantakannya dari sebelum ia menikah. Apalagi jika nanti mereka memiliki anak kan?

Adinata mengusap wajahnya, ia kemudian menghela nafas kasar. "Adik almarhum istri saya memang menginginkan saya."

"Lalu?"

"Saya tidak ingin. Kita sudah komitmen diawal untuk menjalin hubungan ini kan? Saya juga telah merencanakan pernikahan. Lalu apa lagi?"

Wajah Shenin semakin muram. "Pernikahan bukan solusi kalau misalnya Mas sengaja melakukan itu buat menjauh dari dia. Lagian kalau tujuannya buat main-main, jangan bawa aku lah. Aku-"

"Saya tidak main-main." Pria itu kemudian menatapnya cukup lama. Lalu kembali menghela nafas. "Saya juga tahu kamu salah satu mantan Reksa kan?"

Deg!

Siapa? Siapa sangka kalau Adinata lebih dulu tahu sebelum Shenin menceritakannya. Apakah ini rencana dari Reksa agar ia tak jadi mama tiri pria itu?

Mata Shenin mengerjap, ia mendadak pening. "Eh-m ya?"

"Hanya ya?" Sebut Adinata.

Pria itu kemudian menggeser duduknya dan mengubah posisi untuk bersandar di sofa. Kepalanya menengadah untuk menatap langit-langit apartemen Shenin.

Tingkah Adinata tersebut semakin membuat Shenin ciut. Keberaniannya yang tadi mendadak hilang. Bagaimana kalau pria itu mengira kalau ia sengaja mendekati Adinata hanya untuk membalas dendam pada Reksa?

Ya, walau sedikit tidaknya ada pemikiran itu.

"Aku awalnya mau bilang, tapi ragu sama Mas. Takut Mas marah."

"Sengaja menutupi hal ini dari saya?" Tanya Adinta.

Shenin menunduk. "Takut Mas mikir yang macam-macam tentang aku. Oke, aku luruskan duduk permasalahan ini segera." Shenin kemudian mengulurkan tangannya untuk menarik dagu pria itu dengan lembut. Sehingga membuat mereka kini saling berpandangan. "Aku tidak ada maksud jahat saat mendekati Mas. Bahkan aku gak pernah kepikiran kalau Mas merupakan ayah Reksa. Pun kami pacaran hanya dalam waktu singkat, dia menjadikan aku hanya sebagai bahan taruhan."

Mengingat hal itu lagi sebenarnya hanya membuka luka lama bagi Shenin. Ingat betul bagaimana kejinya Reksa mencampakkannya begitu saja. Bahkan setelah mereka melakukan cuddle.

Sial! Mengingat hal itu membuat Shenin merasa bahwa dirinya benar-benar menjijikkan.

"Anak pelacur tak tahu diri!

"Penggoda suami orang! Biasanya akan sama murahnya dengan ibumu!"

"Najis! Anak haram!"

Suara-suara itu kembali terngiang di telinga Shenin. Rasanya sumpah serapah yang diberikan untuknya masih begitu segar dalam ingatan.

Ya, katakanlah dia memang murahan.

Tanpa diduga, Adinata malah meraup Shenin dalam pelukannya. Tangan besar pria itu mengusap punggung dan kepala Shenin. Lalu bibirnya mengecup pelipis wanita itu. "Maaf ya? Saya gagal mendidik anak saya. Sehingga dia jadi pria yang tak menghargai wanita."

"Kamu gak marah?"

"Tidak. Hanya saja sedikit kesal karena kamu sengaja menyembunyikan fakta ini dari saya."

Jantung Shenin semakin berdegup, ia kadang seringkali dibuat bingung oleh pria itu. Sikap dan tingkahnya yang membingungkan membuat Shenin merasa ragu untuk melangkah jauh dan berangan-angan.

Tapi kali ini sikap tak terduga Adinata malah membuat Shenin merasa percaya bahwa ia tak salah untuk menjatuhkan hatinya pada pria itu.

"Aku kira Mas marah dan benci sama aku. Memangnya siapa yang bilang?"

"Tidak penting. Jadi kapan pernikahan akan dilangsungkan?"

Shenin melepaskan pria itu, ia kemudian menatap Adinata dengan curiga. "Kenapa sih buru-buru banget? Memangnya sudah tidak tahan lagi? Kayak gak sabar aja dibelai sama perempuan!"

"Memang."

"Beneran Mas yang ngomong ini? Aku gak salah?"

Tanpa menjawab, Adinta kemudian memagut Shenin, lidahnya melesak masuk ke dalam mulut wanita itu, lalu membelit lidah Shenin dengan nafsu.

Rasanya sudah lama mereka tak bisa seintens ini. Sebab selama seminggu ini Shenin sengaja menjauh darinya. Padahal ia sudah mencoba berbagai cara untuk meluluhkan wanita itu. Tapi malah mendapat penolakan dari Shenin.

Nafas Shenin terengah-engah, ia kemudian mendorong tubuh Adinata agar melepas ciumannya. "Aku bisa kehabisan oksigen kalau kamu brutal begini. Tangannya juga ke mana-mana."

Benar saja, kini kancing kemeja Shenin telah terlepas tiga biji. Wanita itu langsung membenarkan kancing bajunya dan menutup aset berharganya rapat-rapat. Takut sendiri pada Adinata dengan mode singa begini.

Padahal sebelumnya ialah yang selalu menggoda pria itu.

"Biasanya tidak menolak saya."

"Aku kan belum tahu apa yang kamu lakukan sama adik iparnya waktu itu. Aku gak mau jadi pelampiasan atau pelarian ya! Udah cukup anak kamu bikin aku jadi perempuan yang gak berharga."

Adinta mendengus. "Jangan bahas dia kalau kamu sama saya."

"Jangan mengalihkan pembicaraan saat aku bertanya Mas!"

"Saya tidak ada apa-apa saat itu. Kamu mau lihat CCTV saja? Agar kamu puas?"

Shenin melongo. "Kamu letak CCTV di dalam kamar? Yang benar aja Mas!"

Mendadak ia melupakan hal yang perlu ia ketahui tadi. Masalah CCTV di kamar lebih penting untuk di bahas. Bagaimana bisa seseorang memasang CCTV di tempat privat itu?

Tunggu! Adinata tak mengidap kelainan kan? Maksud Shenin hal aneh yang membuatnya bergidik ngeri.

"Nikah sama saya saja biar tahu." Pria itu mengusap bibirnya. Lalu beranjak dari sofa. "Saya pulang ke rumah kalau kamu tidak mau."

"Tidak mau apa?"

"Saya butuh mandi sepertinya."

Waahahhhhhh lama ya? Sampai lupa alurnya. Kadang lupa juga sama mantan Shenin ini dan keluarganya hahah

Makasih udah baca dan nungguin. Semoga gak lupa 🤣

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang