"Kenapa gak apartemen lama aja, Mas?"
"Sempit."
Adinata lalu sibuk merapikan rak bukunya yang berada di ruang kerja. Sedangkan sang istri sejak tadi hanya duduk di kursi dengan mata terfokus padanya.
Wanita itu memang telah merapikan dapur serta kamar. Sebenarnya hanya tinggal menyusun baju. Pun dibantu oleh asisten rumah tangga harian yang dibayar oleh Adinata.
"Di sini terlalu besar, malah mirip penthouse."
"Biar aja, rumahnya kan masih lama selesai. Jadi nanti kalau kamu udah hamil dan punya anak malah tidak perlu pindah cepat."
Pria itu masih sibuk menyusun bukunya. Dari awalan huruf dan berbagai jenis, tidak boleh dicampur adik. Makanya Shenin sejak tadi tak berani membantu pria itu. Sebab pasti akan berbeda dengan selera Adinata.
Shenin mengusap perutnya, ada perasaan geli setiap kali Adinata membahas anak. Tapi lega karena artinya pria itu benar-benar menginginkan pernikahan ini. "Nanti kalau anak kita remaja, kamu udah opa-opa banget. Kamu gak masalah tentang itu?"
Selesai dengan pekerjaannya, Adinata ikut menyusul sang istri yang duduk di kursi kerja. Pria itu menyuruh sang istri berdiri, lalu Shenin dengan tak tahu malunya langsung duduk di pangkuan sang suami.
"Seharusnya yang tanya sejak awal itu saya. Kamu tidak malu tentang ini? Saat wanita seumuran kamu punya suami yang masih muda?"
"Kenapa malu? Bunga Zainal aja nikah sama suaminya dengan jarak umur yang jauh. Paling ada sesekali komentar iri netizen. Tapi dia kelihatan bahagia banget sama keluarganya," jawab Shenin sembari meraba dagu sang suami.
Pria itu baru saja shaving karena ia tak nyaman dengan dagu Adinata. Sekarang jauh lebih halus, walau saat berciuman dan bergesekan dengan wajahnya begitu terasa aneh.
"Bagus kalau begitu. Kita hidup tidak untuk membuat nyata ekspetasi orang lain. Kita hidup buat diri kita sendiri. Selama kita yang menjalankan merasa bahagia dan nyaman, itu sama sekali tak masalah. Rumah tangga kita tidak diatur orang lain, melainkan kita sendiri yang menggerakkan kapal ini akan berlabuh ke mana. Jadi tidak perlu memikirkan ucapan orang lain."
Mata cokelat Shenin mengerjap, wanita itu terpesona lagi dengan suaminya. Ia kemudian mengecup bibir sang suami berulang kali. "Makin percaya kalau kamu bisa jadi suami yang baik dan Papa yang baik buat anak kita nanti."
"Sekarang bangun, kita perlu makan siang."
Shenin menggeleng, ia memeluk erat suaminya dan menyandarkan kepalanya di dada sang suami. "Mas, mau gendong."
"Manja kamu!"
"Biarin."
Tapi meski begitu, Adinata menuruti mau sang istri. Mereka menuju dapur, di sana Shenin telah menyiapkan makan siang. Bukan ia yang memasak, tapi wanita itu memesannya lewat online. Kelelahan karena tadi malam dan juga dilanjut beres-beres tadi pagi membuat Shenin tak berdaya untuk memasak.
Syukurnya Adinata tak masalah dengan itu. Pria itu bahkan yang mengusulkan agar mereka membeli saja. Maklum, pengantin baru masih lekat dengan kasur.
"Aku masih ada pemotretan terakhir. Tidak apa-apa kan Mas?"
"Saya antar."
"Janji ini yang terakhir, setelahnya aku akan fokus sama program kehamilan. Janji temu sama dokter Nagita jadi Kamis ini kan?"
Walau Shenin yakin ia subur dan dibuktikan oleh pemeriksaan wanita itu. Tapi Adinata mengusulkan agar mereka mengikuti program kehamilan. Sebab pria itu merasa khawatir karena umurnya terbilang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naksir Ayah Mantan
RomansaBelleza Shenin menyukai tetangga barunya, duda yang mempunyai jarak umur sangat jauh dengannya. Bagian plot twist nya adalah ternyata lelaki yang ia sukai-- ayah dari mantan pacarnya. Januar Adinata, lelaki duda beranak satu yang setia pada almarhum...