Kecewa

8.7K 456 24
                                    

Shenin menarik erat selimutnya, tak peduli bahwa ia sulit bernafas di balik selimut. Daripada melihat sosok pria yang tak ia harapkan kini berada di dekatnya. Wanita itu masih juga terisak, takdir yang tak dapat ia ubah. Anak mereka yang bahkan belum tahu wujudnya, kini kembali pada Tuhan.

Rasanya begitu kecewa, padahal ia baru saja merajut asa pada kehidupan selanjutnya bersama keluarga kecil. Memiliki anak, keluarga yang harmonis dan jauh dari mimpi buruknya selama ini.

Tapi apa? Tak segala hal harus sesuai dengan yang ia mau. Janinnya gugur begitu saja.

"Kata dokter, kamu masih bisa punya anak."

Shenin mendengus, ia menyibak selimut dan duduk di tempat pembaringannya. Wanita itu menatap sinis pria di depannya yang memasang tampang datar. Lalu satu tamparan melayang di pipi Adinata. "Terus? Dengan begitu kamu gak simpati atas rasa kehilangan aku?"

"Saya bicara fakta."

"Kalau dipikir-pikir, kamu memang gak sepenuhnya peduli dengan hubungan kita Mas." Shenin berdecih. "Atau mungkin karena pernikahan ini atas kepuasan kamu yang sudah menunaikan janji sama ibu? Jadi setelah ibu tiada, kamu berniat buat cerai?"

"Saya tidak bicara begitu."

"Tapi sikap kamu begitu! Sana kamu! Lihat muka kamu rasanya malah nambah rasa sakit aku!"

Pria itu ingin menanggapi, tapi ia urungkan dan kembali menutup mulut. Mau tanggapan seperti apapun, saat ini tak akan ada yang sesuai dengan keinginan sang istri. Wanita itu tengah bersedih dan perlu menyendiri.

Ia mengangguk, lalu mengusap kepala Shenin dan meninggalkan wanita itu sendiri di ruang rawat. Dirinya juga perlu berbenah dan larut dalam kesedihan.

Pintu ruangan tertutup, pria itu lalu mendongak saat mendapati sosok pria yang ia kenal. Kakak tiri Shenin, tengah berdiri di hadapannya.

"Ada apa?"

"Dari awal gue juga udah wanti-wanti ya bangsat," bisiknya.

Devan menarik lengan Adinata dengan kasar, pria itu membawa suami sang adik menjauh dari rumah rawat. Space kecil yang dijadikan taman dan tempat duduk menjadi pilihannya.

"Jauhi adek gue!" Lanjutnya.

"Ada apa?"

Mata cokelat Devan menyipit karena tersenyum. "Serius masih nanya? Selama ini gue udah cukup buat bebasin dia milih hidup seperti apa! Sampai nikah pun sama lo gue gak ikut campur. Bukan karena gak peduli, tapi gue gak mau terlalu mengekang." Pria itu semakin mendekat, menepuk bahu Adinata dengan kuat. "Kayaknya gue gak bisa diam aja kalau dia disakiti sama cewek brengsek kayak lo! Bisa jauhin adek gue kan?"

Adinata terdiam, tak ingin menyangkal perihal kata 'brengsek'. Sebab ia memang pantas disebut demikian. Tujuan awalnya mendesak Shenin menikah memang untuk menyenangkan hati sang Ibunda. Di penghujung usia, wanita itu menginginkan Adinata menikah lagi.

Pun ketidakpekaannya terhadap sang istri juga hal yang salah. Ia terlalu larut pada kesedihan, sehingga kata brengsek mungkin tetap untuknya.

Devan berdiri, ia memandang Adinata dengan serius. "Jauhi adek gue. Dia terlalu banyak kecewa, rasanya lo gak pantas nambah rasa kecewa dalam hidupnya. Kalau sekali lagi lo kecewain dia, gue takut dia sulit buat bangkit."

Usai mengatakan demikian, Devan melangkah pergi menuju ruang rawat sang adik.

Adinata menatap kosong bunga yang telah kuncup, pria itu lalu mengusap wajahnya dengan kasar. Ia tak yakin jika ini kali terakhir membuat Shenin terluka.

Tapi ia juga tak ingin ini kali terakhir hubungan mereka. Jujur, ternyata menikah dengan wanita itu dapat merubah hidupnya yang terasa abu-abu.

*****

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang