"Mau dipotong Mbak? Sayang banget rambutnya keliatan sehat."
Shenin mengangguk percaya diri, sebab kehamilannya yang sudah memasuki bulan ke 7 hanya akan membuatnya terasa gerah. Seringkali ia hanya mengenakan bra dan celana pendek saat di kamar. Padahal AC tetap menyala dan diatur suhu dingin.
"Tapi jangan terlalu pendek. Sampai di bawah bahu aja," ia menunjukkan batas potongan rambut.
Saat hamil Shenin cukup sulit menyempatkan waktu untuk ke salon. Kadang hanya dua kali atau sekali dalam sebulan. Itupun karena Adinata yang mengantarkan. Pria itu kerap kali membuatnya jengah. Kekhawatiran Adinata pada kandungannya cukup berlebihan.
Mbak-mbak salon tersenyum tipis dan melirik pria yang tengah menunggu di ruang sebelah yang dilapisi kaca dengan santai. Membaca sebuah buku dan menyesap kopi dingin. Kacamata bertengger di hidungnya. "Suaminya sering nungguin ya Mbak."
"Maklum karena hamil tua."
"Tapi dari belum kelihatan perutnya juga suka nungguin. Kelihatan cinta banget."
"Ya namanya juga suami, Mbak." Dalam hati Shenin bersorak girang. Suaminya cukup sulit menunjukkan rasa sayang secara terang-terangan. Tapi semenjak kehamilan, Adinata jauh lebih perhatian padanya serta janin yang ada di kandungan. Pria itu menepati janjinya pada Shenin.
Usai rambutnya dirapikan, Shenin lanjut creambath dan pedicure. Perut yang besar membuatnya kesulitan untuk merawat kuku sendiri. Syukur saja ia sering dipakaikan sepatu oleh sang suami. Perutnya cukup menghalangi ia untuk bergerak bebas.
"Mau sekalian lulur Mbak Shen?"
"Gak dulu deh. Selesai ini ada urusan sama suami."
Adinata menutup buku yang ia baca, cukup bosan duduk selama 2 jam dalam posisi yang sama. Pria itu melepaskan kacamatanya, lalu mengambil ponsel di saku celana. Mengecek beberapa pesan yang masuk dan kemudian membalasnya.
Reksa
Pa, malam ini tidur di rumah Papa boleh?Segera saja ia membalas.
Papa tanya Bunda dulu.
Ya, meskipun sah-sah saja putranya menginap di rumah. Tapi tentu Adinata perlu mendapatkan persetujuan dari sang istri terlebih dahulu. Lagipula fakta bahwa putranya adalah mantan sang istri, tentu saja membuatnya merasa tak nyaman.
"Mas! Bagaimana penampilanku?" Shenin mengibaskan rambut barunya. Tersenyum riang menatap sang suami.
"Bagus."
"Cuma bagus?"
"Cantik," sebutnya. Ia lantas menggandeng lengan sang istri dan mengajak istrinya beriringan menuju parkiran mobil. Saat hendak memasuki mobil, ia lalu berbisik pelan. "Kelihatan lebih seksi."
Sontak pipi Shenin merona, suaminya memang bukan romantis ala-ala novel romance yang sering ia baca. Tapi pria itu tetap bisa membuat hatinya menghangat tiap kali ucapan manis terlontar dari mulutnya.
Siang ini Adinata mengajak istrinya untuk menghadiri makan siang temannya. Anggap saja sebagai ajang reuni setelah 10 tahun lamanya. Teman semasa ia kuliah di Sydney.
Begitu memasuki restoran, Shenin tampak canggung saat disambut oleh orang-orang yang lebih tua darinya.
"Wah, lama sekali kita tidak berkumpul seperti ini." Pria berkumis dengan cambang penuh itu langsung menepuk bahu Adinata. Ia lalu mengalihkan pandangannya pada Shenin. "Maaf waktu itu tidak sempat menghadiri acara pernikahan kalian."
"Tidak masalah," Adinata membalasnya dengan santai.
Lalu mereka diajak untuk menempati kursi-kursi yang telah berjejer rapi. Beberapa hidangan telah tersaji di meja makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Naksir Ayah Mantan
Roman d'amourBelleza Shenin menyukai tetangga barunya, duda yang mempunyai jarak umur sangat jauh dengannya. Bagian plot twist nya adalah ternyata lelaki yang ia sukai-- ayah dari mantan pacarnya. Januar Adinata, lelaki duda beranak satu yang setia pada almarhum...