Ngapain?

16K 841 49
                                    

Shenin mengaplikasikan berbagai alat make up di wajahnya. Ini kencan pertama dengan Satrio, maka dari itu Shenin harus tampil maksimal. Ia harus bisa mengambil hati Satrio, meskipun ia sama sekali tak menyimpan perasaan dengan pria itu.

"Awas aja, kalau dia kali ini nolak lagi. Udah capek gue main-main buat laki yang gak pernah menghargai gue. Memang tuh si Adinata! Udah mulut pedas kayak cabe kalau sekali ngomong," gerutu Shenin.

Sejak saat kejadian itu, Shenin tak ingin lagi bertemu dengan Adinata. Meski ia pernah tak sengaja melihat Adinata berada di lorong apartemen bersama dengan seorang pria muda. Mereka tampak akrab sekali, peduli setan! Mungkin saja, jika Adinata tak tertarik pada perempuan.

"Pokoknya Lo udah hancurin kepercayaan diri gue. Malas banget, kalau gue harus punya jodoh kayak gitu. Ganteng sih memang, tapi gak punya akhlak mulutnya!" lanjut Shenin.

Shenin kemudian memilih baju polos silk sleeveles drees warna merah. Memang, mereka kencan hanya di klub milik Satrio. Tak ada tempat lain, Shenin juga tak punya rekomendasi. Mungkin, karena terlalu lama jomblo membuatnya jadi tak update pada tempat kencan.

"Tiap mau dekatan sama cowok, zonk melulu. Apa karena emang gue sebenarnya murahan ya? Tapi, gue bukan murah. Memperjuangkan orang yang gue suka, apa itu salah? Tapi, kayaknya iya. Sama si Satrio gini mending gue gak usah suka, biar dia yang suka sama gue."

Shenin menghela nafas, saat mengingat kisah percintaannya yang sama sekali tak berakhir baik. Kadang kala, ia bertanya-tanya. Adakah seseorang yang mau mencintainya dengan sepenuh hati? Ah, sialan! Persetan dengan cinta sekarang. Kini yang Shenin butuhkan adalah teman hidup.

Setelah dirasa semuanya  selesai, Shenin kemudian mengambil ponselnya dan slinbag merek lokal. Itu saja, hasil dari endorse. Cukup memprihatinkan, tapi Shenin tak akan menangisi hidupnya.

"Okey! Kita berangkat sekarang. Semoga aja si Satrio itu kali ini naksir sama gue. Kalau dia gak mau juga, ya udahlah. Gue gak bakal lagi jadi pengemis cinta, gue berharga dan semua orang harus tahu itu," gumam Shenindi depan kaca.

Lalu, ia melangkah pergi meninggalkan kamarnya yang telah tersusun rapi. Wanita itu membuka pintu apartemen, diam-diam ia melirik pintu sebelah. Sudah seminggu lebih ia tak lagi bertemu dengan Adinata.

Shenin kembali menghe nafas. "Seharusnya dia minta maaf setelah ngomong gitu. Tapi nyatanya dia cukup arogan," gumamnya.

Cklek

Suara pintu terdengar, Shenin langsung menutup pintu apartemennya dengan cepat. Lalu, ia melangkah tanpa menoleh ke belakang. Sengaja Shenin berusaha untuk menghindar dari Adinata.

"Shen!"

Shenin sontak menghentikan langkahnya, jarang sekali Adinata memanggil namanya. Ada apa dengan pria itu, setelah sekian lama tak muncul?

Terdengar langkah kaki semakin mendekat, Shenin tak juga menoleh ke belakang.

"Mau kemana?" tanya Adinata.

Shenin membalikkan badannya, lalu ia melipat kedua sisi tangannya di depan dada. "Bukan urusan om," jawabnya santai.

Padahal, dalam hati Shenin masih terlalu lemah. Ditanya seperti ini oleh Adinata saja, sudah membuat pikiran Shenin melalang buana.

Adinata mengangguk, lalu pria itu mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. "Saya lupa, ikat rambut kamu sempat tertinggal di tempat saya. Dari kemarin saya ingin kasih langsung, tapi saya tidak melihat kamu sama sekali," ucapnya.

Hah? Hanya sekedar ikat rambut! Jikalau begitu, Shenin tak perlu merasa terlalu percaya diri. Jangan berharap jikalau Adinata mau mengakui kesalahannya.

"Oh, iya makasih. Seharusnya langsung dibuang aja gak masalah. Aku bisa beli lagi," balas Shenin.

Lalu, ia menyambut dari tangan Adinata. Sebuah ikat rambut kecil yang biasa ia gunakan. Shenin melangkah tepat di depan tong sampah yang tak jauh dari kamarnya dan membuang ikat rambut tersebut.

"Selesai," gumam Shenin.

Perilaku Shenin malah memancing amarah Adinata, hal itu membuat ego pria itu terluka. Ia merasa tak dihargai oleh Shenin, wajahnya seketika memerah.

"Kenapa?" tanya Adinata.

Shenin mengerutkan keningnya. "Ngomong sama saya?" tanyanya.

Adinata menghela nafas. "Kenapa kamu terlalu kekanakan?"

Shenin mengendikkan bahu, ia tak merasa dirinya kekanakan hanya karena membuang sebuah ikat rambut. Itu miliknya dan hak Shenin untuk melakukan itu.

"Saya permisi, om. Kayaknya urusan kita udah selesai. Oh, iya. Saya cuma mau kasih tau kalau misalnya aku bakalan pindah ke lantai atas," jawab Shenin.

Alih-alih menjawab pertanyaan Adinata, Shenin lebih baik mengalihkan topik. Ya, kepindahannya. Padahal Shenin sudah cukup nyaman di apartemennya saat ini, tapi apa boleh buat? Shenin juga tak ingin terus bersinggungan dengan Adinata.

Adinata menghela nafas. "Kamu ternyata cukup pendendam. Hanya karena masalah sepele. Tapi ya sudahlah, itu juga keputusan kamu. Ternyata kamu benar-benar kekanakan," katanya.

"Siapa yang kekanakan? Saya? Harusnya om sebagai orang yang lebih tua mikir. Omongan om kemarin itu keterlaluan. Mikir gak? Kalau saya tersinggung dan om dengan santainya tidak ada minta maaf sama sekali. Ah, sudahlah. Saya juga gak mau ungkit-ungkit lagi," ucap Shenin.

Ia cukup terpancing oleh ucapan Adinata, mengapa pria itu kali ini terlihat lebih cerewet? Padahal biasanya Adinta cuek saja, apapun yang Shenin lakukan Adinata tak akan merespon.

Lalu, mata Shenin beralih menatap Adinata dengan tatapan tajam. "Saya udah nganggap masalah kemarin selesai. Saya tahu selama ini kehadiran saya begitu mengganggu. Untuk itu saya benar-benar minta maaf," lanjutnya.

Adinata langsung menggeleng. "Tak semudah itu," balasnya.

Apa lagi ini? Bukankah pria itu tak ingin lagi bersinggungan dengan Shenin? Lalu, mengapa seolah-olah sekarang Adinata mempersulit?

"Kenapa tak mudah?" tanya Shenin.

Adinta mengangguk. "Memang, kamu harus bertanggung jawab. Jadi saya tidak akan semudah itu untuk melepaskan kamu begitu saja," jawabnya.

"Ehem!"

Shenin seketika menoleh saat melihat seseorang yang sedang ia tunggu-tunggu kehadirannya kini menampakkan wajahnya di hadapan Shenin.

"Kok kamu lama?" tanya Satrio.

Shenin tersenyum. "Kelamaan dandan, terus ini tetangga apartemen aku nyapa duluan. Kita jadi berangkat?"

Satrio mengangguk, lalu ia langsung menggenggam tangan Shenin dan menoleh pada Adinata. "Kami permisi," ucapnya.

Adinata terdiam, pria itu hanya menatap kepergian Shenin dan Satrio yang meninggalkan lorong apartemen.

Sedangkan Shenin tergelak saat telah sampai di lobi. "Sok banget om, pakai jemput segala. Katanya mau nunggu di bawah aja."

Lalu, Shenin melepaskan genggaman tangan Satrio.

"Kamu terlalu lama. Lebih baik saya susul sekalian," kata Satrio.

Lalu, mereka melangkah menuju parkiran.

"Mantan kamu?" tanya Satrio.

Shenin mengerenyit. "Siapa?" tanyanya tak mengerti.

Satrio berdehem, pria itu kemudian membuka pintu mobil. "Siapa lagi? Yang tadi di lorong apartemen. Saya melihat kalian sepertinya ada chemistry. Bukannya kamu bilang sempat patah hati? Jadi, orang tadi?" tebaknya.

Shenin berdecak. "Gak usah dibahas. Gak penting," jawabnya.

Satrio terkekeh. "Dia boleh juga," katanya.

Hahah lama banget gak update.. sampe lupa nama tokohnya ☝️️😭

Maap yak, selamat berkurban. Tapi jangan kurban perasaan🌝. Jangan kebanyakan makan daging yak..

Naksir Ayah MantanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang